Kamis, 07 November 2013

Tata Cara Perkawinan Hindu (ETNIS BALI)

Oleh : Dr. Guli Mudiarcana (Wakil Ketua PHDI OKU- Sumatera Selatan)

Dalam setiap pelaksanaan upacara perkawinan  Hindu,  tidak mengabaikan adat yang telah ada dalam masyarakat, karena umat Hindu selain berpedoman pada Kitab Weda, juga berpedoman pada Śmrti dan  hukum Hindu yang berdasar- kan pada kebiasaan yang telah dilakukan secara turun temurun disuatu tempatyang disebut Acara.

Dengan melakukan upacara yang dilandasi  kitab suci Weda dan mengikuti tata cara adat yang telah berlaku turun temurun, maka akan mendapatkan kebahagiaan di dunia ini (jagaditha) dan kebahagiaan yang abadi (Moksa).

Sistem perkawinan yang umum dilaksankan oleh umat Hindu etnis Bali adalah dengan cara :

  1. Memadik/Meminang/Melamar
  2. Merangkat/ Ngerorod

A.    TATACARA PERKAWINAN MEMADIK/ MEMINANG

1.      MENCARI HARI BAIK/ MEDEWASA AYU

Mencari hari baik (dewasa) biasanya dilakukan oleh pihak pengantin pria, dengan cara minta petunjuk kepada seorang Sulinggih atau seseorang yang sudah biasa memberikan dewasa (nibakang padewasaan). Adapun dewasa yang diminta biasanya berurutan sesuai dengan acara-acara dalam pelaksanaan upacara perkawinan, antara lain: dewasa pangenten (pemberitahuan), dewasa mererasan (meminang/mapadik), dewasa penjemputan calon pengantin wanita dan dewasa pawiwahan

2.       PEMBERITAHUAN

Pada hari ini orang tua calon pengantin pria datang ke rumah calon pengantin wanita bertemu dengan orang tuanya untuk bermusyawarah mengenai tujuan dari kedua calon pengantin serta meminta persetujuan kepada orang tua calon pengantin wanita tentang hari baik (padewasan sesuai dengan tahapan acara perkawinan), seperti  mengumumkan kepada keluarga besar di masing-masing kedua keluarga calon pengantin dan mengumpulkan keluarga besarnya untuk bisa menyampaikan tentang tujuan keluarga calon pengantin serta memohon bantuannya baik bersifat phisik maupun material.

3.       MEMINANG/MEMADIK

Pada hari ini keluarga besar dari pihak calon pengantin pria datang ke rumah calon pengatin wanita untuk meminang. Pada saat melamar, kadang-kadang masing-masing keluarga calon pengantin mengungkap atau memaparkan silsilah keluarga. Pada saat melamar pihak keluarga atau wakil keluarga dari calon pengantin laki-laki biasanya mempersiapkan wakil keluarga yang akan menyampaikan silsilah keluarga, jika pihak keluarga pengantin wanita menanyakan tentang silsilah keluarga calon pengantin laki-laki. Mengungkap silsilah keluarga berguna untuk menghindari adanya hubungan sedarah antara calon pengantin laki-laki dan calon pengantin wanita, sehingga apabila hal itu terjadi pernikahan tersebut dapat dicegah sebelum dilangsungkannya upacara pernikahan.

Acara memadik menggunakan upakara. Adapun upakara yang dibawa pada waktu memadik (meminang), antara lain:

  • Pejati, sebagai upakara pesaksi untuk dihaturkan di pemerajan calon pengantin perempuan
  • Canang pangraos, ditambah dengan segehan putih kuning asoroh.
  • Pagemelan (rarapan) atau saserahan

Jenis dan jumlah saserahan ini tergantung pada kesiapan, keseriusan, dan ketulusan keluarga calon pengantin laki-laki. Seserahan dapat berupa berbagai macam kue, buah-buahan,  Pakaian sembahyang (pasaluk), dan alat sembahyang.

4.      UPACARA NGEKEB

Acara ini bertujuan untuk mempersiap- kan calon pengantin wanita dari kehidup- an remaja menjadi seorang istri dan ibu rumah tangga. Dengan cara : Pada sore hari (sehari sebelum acara boyongan/ penjemputan penganten wanita), seluruh tubuh calon pengantin wanita diberi luluran yang terbuat dari daun merak, kunyit, bunga kenanga, dan beras yang telah dihaluskan.  Sesudah acara mandi dan keramas selesai, dilanjutkan  upacara di dalam kamar pengantin. Sebelumnya dalam kamar itu telah disediakan sesajen. Setelah masuk kamar  calon pengantin wanita tidak diperbolehkan lagi keluar dari  kamar sampai calon suaminya  menjemput. Pada saat acara penjemputan, seluruh tubuh pengantin wanita mulai dari ujung kaki sampai kepala ditutupi  selembar kain kuning tipis. Hal ini sebagai perlambang bahwa pengantin wanita telah bersedia mengubur masa lalunya sebagai remaja dan kini telah siap menjalani kehidupan baru bersama pasangan hidupnya.

5.      PENJEMPUTAN CALON PENGANTIN WANITA

Apabila calon pengantin wanita tidak diboyong pada saat memadik, maka acara berikutnya adalah penjemputan calon pengantin wanita oleh calon pengantin pria. Pada hari ini calon pengantin pria diikuti oleh anggota keluarga beserta unsur-unsur prajuru seperti ketua adat, dan sesepuh datang ke rumah keluarga calon pengantin wanita untuk menjemput calon pengantin wanita. Pada hari ini umumnya pihak calon pengantin pria membawa upakara berupa:


  • Upakara mamerasan berupa: (1) Pejati asoroh, (2) Canang burat mangi lengawangi, (3) Segehan putih kuning asoroh, dan (4) Canang Pangerawos
  • Sarana sebagai Penukar Air Susu dan alas rare (aled rare) berupa: (1) Basan buat, (2) Kain saparadeg, (3) Gelang, kalung, pupuk, dan (4) Handuk.
  • Upakara Pengungkab Lawang (jika dilakukan) berupa: (1) Pejati dan suci alit, (2) Peras pengambean, (3) Caru ayam brumbun asoroh, (4) Bayekawonan , (5) Prayascita, (6) Pangulapan, (7) Segehan panca warna, (8) Segehan seliwah atanding, dan (9) Segehan agung.

Pengungkab lawang merupakan acara untuk mempertemukan pertama kali calon pengantin pria dengan calon pengantin wanita. Ngungkab lawang dilakukan pada upacara perkawinan tingkat utama (Meminang/ memadik).

Tujuan dari acara ngungkab lawang adalah untuk menghormati keluarga calon pengantin wanita oleh keluarga calon pengantin pria sehingga hubungan kedua calon pengantin akan semakin harmonis, selaras dan serasi. Hal ini sesuai dengan sloka dalam kitab suci sebagai berikut:

Yatra nāryāstu pūjyante ramante tatra devatāh, yatraitāstu na pūjyante sarvās tatrā phalah kriyāh

Artinya :
Di mana wanita dihormati, di sanalah para dewa merasa senang, tetapi di mana mereka tidak dihormati, maka tidak ada upacara suci apapun yang akan berpahala.

Ngetok lawang diawali dengan  gending Bali/ syair weda  oleh calon pengantin pria dari luar misalnya  sbb :

SYAIR / KIDUNG   NGUNGKAB LAWANG

Aku penganten pria, Engkau penganten wanita,
Aku kidung.
Dan engkau Syair,
Aku surga,
Dan Engkau bumi,
Kita akan tinggal disini bersama,
menjadi orang tua bagi anak-anak.
(Atharwaweda XIV.2.71)


Dibalas oleh calon pengantin wanita dari dalam rumah. Sbb:

Akulah bendera,
Akulah pemimpin,
Aku memiliki kepasihan yang unggul,
kekasihku bekerjasama denganku,
dan mengikuti kehendakku.
(RigWeda.X.159.2)

Kemudian calon pengantin wanita dituntun  oleh orang tuanya keluar rumah membuka pintu,  kedua calon penganten saling  mendekat,  Kira-kira berjarak 3 meter, ke duanya saling lempar sebundel daun betel berisi  jeruk purut didalamnya,   yang di-ikat  dengan benang putih. Daun betel  mempunyai kekuatan untuk tolak bala  dari gangguan buruk. Dengan saling melempar daun betel satu sama lain, membuktikan bahwa mereka benar-benar manusia sejati, bukan setan atau orang lain yang menyerupai / menganggap dirinya  sebagai pengantin laki-laki atau perempuan.  (daun betel dan jeruk dapat diganti daun sirih dan buah pinang)

Setelah itu orang tua mempelai wanita membimbing tangan kanan calon mempelai wanita serta mengambil tangan kanan calon mempelai pria, dan kedua tangan pananmempelai saling digenggamkan dengan doa sebagai berikut :

DOA MENYERAHKAN CALON MEMPELAI WANITA oleh ORANG TUA MEMPELAI WANITA

Om suddhah puta yosito yajniya ima.
Brahmanam hastesu pra prthak sadayami 
( Atharwaweda XI.I.27)

Om sumangalir iyam vadhur
Imam sameta pasyata
Saubhagyam asyai dattvaya
Athastam vi paretana 
( Rgweda X.85.33)                                               

Artinya :

Atas Restu Hyang Widdhi. Kami berikan gadis yang murni, yang berbudi luhur dan yang suci ini kepada Orang Bijak yang berpengetahuan tinggi.

Hyang Widdhi, Penganten Wanita ini sangat beruntung.  Wahai penganten Pria yang lembut datanglah dan pandanglah dia. Berkatilah dia dengan keberuntungan dan berangkatlah kerumahmu.

DIJAWAB OLEH CALON MEMPELAI PRIA SBB :

Mameyam astu posya,
Mahyam tvadad brhaspatih,
Maya patya  prajavati,
sam jiva saradah satam
(atharvaveda xiv.1.52)

Artinya :

Engkau  kekasihku, yang dianugrahkan Hyang Widdhi kepadaku, aku akan mendukung dan melindungimu. Semoga engkau hidup berbahagia bersama-ku dan anak keturunan kita sepanjang masa”.

Kemudian  kedua  mempelai mengkuti prosesi mebiyakala dan prayascita oleh Pinandita. Dilanjutkan dengan  sumpah perkawinan, Kedua mempelai saling ber hadapan  muka dan kedua tangan mem- pelai  pria menggenggam kedua tangan mempelai wanita. 

Sumpah Perkawinan

SMARA STAVA (dibaca oleh penghulu nikah)

Om pranamya ta sang hyang smaram,
Prabodham asta kamas te,
Saha smara samara devi, 
Misrosadhi suksma jnanam

Om stutis tribyandvana purve,
Mama kayo ’gneyasanam,
daksine janma yauvanam,
Dharmavata nairrtitah

Pascime ca, yauvana ca, 
strimado vayavyam,
uttare maro rathas ca,
airsanyam tu bandhah sthitah.

Ity ete smara puja ca,
nara suranugrahas,
tirupam suruvam viryam,
prasiddhottama yauvanam.

Om om sang hyang smara deva puja ya namah svaha


UNTUK  PENGANTIN PRIA UCAPKAN ( RigWeda X.85.36)

WAHAI MEMPELAI WANITA: (Sebut Namanya). DI HADAPAN HYANG WIDHI DAN PARA SAKSI,  SAYA GENGGAM TANGANMU BAGI KEMAKMURAN. SEMOGA ENGKAU DAPAT MENJADI PENDAMPING HIDUP SAYA,  SEBAGAI ISTRI,  SAMPAI AKHIR HAYAT.


UNTUK PENGANTIN WANITA UCAPKAN (Atharwaweda XIV.2.63)

DIHADAPAN HYANG WIDHI DAN PARA SAKSI SAYA BERDOA SEMOGA ENGKAU; SUAMI SAYA: (Sebut Namanya) SEMOGA BERUSIA PANJANG DAN DAPAT HIDUP BERSAMA SAYA DENGAN  PENUH SETIA SAMPAI AKHIR HAYAT



KEMUDIAN PENGHULU MEMBACAKAN MANTRA BERIKUT :

Samrajni svasure bhava, 
samrajni svasrvam bhava,
nanandari samrajni bhava,
samrajni adhi devrsu.                                                                                                                            (Rgveda x.85.46)

Yantri rad yantri asi yamani, 
 dhruva- asi dharitri.
(Yajurveda XIV.22)

Virasup devakama syona,
sam no bhava dvipade,
Sam catuspade. 
 ( Rgveda X.85.43)

Agne sardha mahate saubhagaya,
tava dyumnani-uttamani santu 
(Rgweda V.28.3)

Anvarabhetham anusam rabhetam,
atam lokam srad-dadhanah sacante
(Atharwaweda VI.122.3)

Hasamudau mahasa modamanau
(Atharwaweda XIV.2.43)

 Artinya:

Wahai mempelai wanita, jadilah nyonya rumah tangga yang sesungguhnya, dampingilah (dengan baik) ayah ibu mertuamu, dampingilah (dengan baik) saudara saudari iparmu.

Wahai mempelai wanita, jadilah pengawas keluarga yang cemerlang, tegakkanlah aturan keluarga, dan jadilah penopang keluarga.

Wahai mempelai wanita, lahirkanlah keturunan yang cerdas, gagah, dan berani, Bersembahyanglah selalu kepada  Hyang Widdhi, jadilah insan yang ramah dan menyenangkan kepada semua orang, dan peliharalah dengan baik hewan peliharaan ( harta benda)  keluarga”.

Wahai orang yang mulia (mempelai pria), berusahalah dengan keras untuk kemakmuran yang besar, semoga ke - masyuran dan rejekimu menjadi unggul

Wahai pasangan suami isteri, tekunlah bekerja dan tetaplah berkarya, hanya orang-orang yang bersungguh-sungguh berhasil di dunia ini.

Wahai pasangan suami isteri , bersenang hatilah dengan kegiatan usahamu dan jalanilah hidup dengan riang gembira.


Kemudian dilanjutkan dengan penanda-tanganan surat-surat nikah oleh kedua mempelai dan saksi-saksi. Setelah surat-surat nikah selesai ditandatangani, acara selanjutnya adalah Nasehat Perkawinan yang diberikan oleh : Ketua Adat, PHDI, dan Keluarga kedua mempelai.

Setelah nasehat perkawinan selesai, dilanjutkan dengan doa Syukur bahwa acara pernikahan dapat terlaksana dengan baik. Dimohonkan kepada semua hadirin mengucapkan doa sebagai berikut :         

DOA BERSAMA NIKAH (dipimpin oleh penghulu/Juru Nikah)

Om ihena vindra sam nuda cakravakeva dampati. (Atharwaweda XIV. 2.64)
Om sam jaspatyam suyamam astu devah (Rgveda X. 85. 23)
Om asthuri no garhapatyani santu (Rgveda VI. 15. 19)

Om ihaiva stam ma vi yaustam,
visvam ayur vyasnutam, 
kridantau putrair naptrbhih,   
modamanau sve grhe (Rgveda X. 85. 42)

Om Abhi vardhatam payasa,
Abhi rastrena vardhatam,
Rayya sahasra varcasa,
Imau stam anupaksitau.(Atharwaweda VI.78.2)

Artinya   :

Hyang Widdhi, Persatukanlah kedua mempelai ini bagaikan angsa cakravakewa  yang tidak pernah berpisah dengan pasangannya.

Hyang Widdhi, Semoga kehidupan pernikahan ini tenteram dan bahagia.

Hyang Widdhi, Semoga hubungan suami-istri ini tidak pernah putus dan dapat berlangsung selamanya.

Semoga pasangan suami-istri ini tetap erat dan tak pernah terpisahkan, mencapai kehidupan yang penuh kebahagiaan, tinggal di rumah dengan hati gembira, dan bersama bermain dengan anak-anak dan cucu-cucu”

Hyang Widdhi, semoga pasangan suami istri ini menjadi makmur,  bersama dengan kemajuan dan kemakmuran nasional, semoga mereka dikaruniai rejeki  yang besar dan tidak habis-habisnya dan tumbuh selamanya.

Setelah acara seremonial nikah selesai,  Acara  dilanjutkan  di Pemerajan   untuk melakukan persembahyangan memohon doa restu dari Sang Hyang Guru dan para leluhur pihak pengantin wanita. Selesai sembahyang dilanjutkan dengan sembah sungkem kepada kedua orang tua calon pengantin wanita untuk mohon doa restu. Sembahyang di pemerajan merupakan mohon doa restu  secara niskala kepada leluhur, sedangkan  secara sakala adalah mohon doa restu dari kedua orang tua.


A.    URUT-URUTAN CARA MERANGKAT/ NGEROROD

Pernikahan secara Ngerorod/Merangkat, seluruh ritual dan administrasi Nikahnya dilakukan dipihak mempelai Pria. Adapun urut-urutannya sbb :

DIRUMAH MEMPELAI PRIA

Sesampai di depan pintu gerbang rumah calon pengantin pria. Kedua mempelai diberikan segehan putih kuning, sebagai sarana penetralisir kekuatan yang bersifat negatif, karena  kedua calon pengantin secara spiritual adalah dalam kekuasaan kama (diliputi nafsu).  Adapun doa/ syair yang dibacakan ( baik secara Memadik maupun Ngerorod)   sebagai berikut :

DOA  PENYAMBUTAN  MEMPELAI WANITA
OLEH  KELUARGA MEMPELAI  PRIA
DI RUMAH MEMPELAI  PRIA



Tetap sadar, sebagai wanita yang pintar dan waspada,  Menikmati hidup yang penuh selama seratus tahun. Masukilah rumah ini  sebagai ratu yang  ideal, Semoga Hyang Widdhi menganugrahi engkau usia panjang(Atharwa Weda XIV.2.75)

Kemudian kedua mempelai diantar ke depan dapur untuk melaksanakan penyucian kecil, yaitu diperciki tirta pabayekaonan, maprayascita dan terakhir ngayab upakara peras pengambean dan dapetan. Maksud penyucian ini adalah penyucian pertama dari sebel kandelan pengantin karena menempuh cara ngerorod/merangkat.

6.      UPACARA PERKAWINAN (WIWAHA SAMKARA) DIRUMAH PENGANTIN PRIA

a.      Upacara makala-kalaan/sarira samkara

Upacara makala-kalaan bertujuan untuk membentengi kehidupan perkawinan dari gangguan Bhutakala. Upacara ini dituju-kan kepada bhūtakala, semacam pemberi-   tahuan kepada para bhutakala bahwa kedua mempelai  telah secara sah terikat dalam perkawinan dan jangan meng-ganggu kehidupan perkawinan mereka.

Upacara makala-kalaan juga disebut upacara bhūta saksi atau pertiwi saksi.
Selain itu tujuan dari upacara makala-kalaan adalah untuk menghilangkan dan sekaligus  menyucikan kedua pengantin dari segala mala atau  menyucikan sukla dan swanita.

Dalam pelaksanaan upacara makala-kala an digunakan beberapa uparengga. Uparengga yang dipergunakan pada upacara makala-kalaan memiliki fungsi sebagai bahasa isyarat dan symbol   yang mengandung nilai-nilai filsafat/tattwa  yang sangat tinggi dan dalam. Adapun uparengga yang dipergunakan adalah:


  1. Sanggah Surya /Api suci
  2. Kalabang Kala Nareswari (Kala Badeg),
  3. Tikeh dadakan (tikeh kecil),
  4. Benang putih,
  5. Tegen-tegenan,
  6. Suhun-suhunan (sarana junjungan),
  7. Sapu lidi tiga katih ,
  8. Sambuk (serabut) kupakan,
  9. Kulkul  berisi berem
  10. Tetimpung

Dalam rangkaian upacara makala-kalaan ada sarana yang dipergunakan yaitu tetimpug yang dibuat dari tiga buah potong bambu yang masing-masing ada ruasnya, yaitu  lima ruas atau tujuh ruas.

Ketiga potong bambu ini diikat jadi satu kemudian dibakar di atas tungku bata  yang dibuat pada saat upacara makala-kalaan. Makna yang terkandung  adalah secara niskala  memanggil para bhūta kala bahwa upacara segera dimulai.

Kedua pengantin  menghadapi upakara dengan posisi duduk.  Pengantin wanita berada di sebelah kiri pengantin pria, kemudian kedua penganten natab banten bayakawonan,  dan  maprayascita sebagai pembersihan. Selesai natab biyakaonan dan prayascita  kedua pengantin menuju ke tempat mategen-tegenan

b.      Metegen-tegenan dan suun-suunan

Penganten pria memikul tegen-tegenan. Pengantin wanita menjunjung suhun-suhunan, sambil membawa sapu lidi tiga biji,  keduanya berjalan mengelilingi sanggah surya ( bisa juga Api suci/Agni horta) ke arah purwa daksina (arah jarum jam). Posisi penganten pria  di depan dan  penganten wanita dibelakang kedua sabuk saling diikatkan kuat-kuat,. Pada tujuh langkah pertama ( Saptapadi ), Kedua Pengantin berjalan tujuh langkah bersama untuk menandai awal perjalanan mereka melalui kehidupan bersama.  Setiap langkah merupakan sumpah perkawinan:

Tujuh langkah bersama

(SAPTAPADI)

Langkah :

  1. Hyang Widdhi kami suami isteri akan  saling menghargai dan menghormati satu sama lain.
  2. Hyang Widdhi kami suami-isteri akan selalu  setia dan saling percaya satu sama lain.
  3. Hyang Widdhi, kami suami isteri akan saling berbagi dalam suka maupun duka dan saling mendukung dalam  suka dan duka.
  4. Hyang Widdhi kami suami-isteri akan merawat dan mendidik anak-anak kami dengan nilai-nilai Dharma, selalu hormat kepada orang tua, ayah-ibu mertua, saudaraa saudara ipar dan kerabat.
  5. Hyang Widdhi kami suami-isteri akan mengikuti prinsip-prinsip Dharma dan  melaksanakan kewajiban sebagai umat Hindu.
  6. Hyang Widdhi kami suami-isteri akan selalu memelihara ikatan pernikahan ini dengan sungguh-sungguh, memelihara persahabatan dengan sahabat-sahabat kami, menghormati para  guru,  para dwijati dan para pemimpin.
  7. Hyang Widdhi, kami suami-isteri akan selalu menumbuhkan apresiasi terhadap Ilmu pengetahuan, nilai-nilai pengorbanan dan pelayanan.


Diteruskan dengan  berkeliling sebanyak 7 kali. Pada setiap putaran, kedua  mem- pelai  menendang serabut kelapa belah tiga (kala sepetan) yang di dalam- nya berisi telor, dan diikat dengan benang tridhatu. Sebagai tekad bahwa kedua mempelai secara bersama-sama  siap  menyingkirkan segala cobaan yang  dihadapi dalam kehidupan rumah tangganya kelak.  Berkeliling  sambil bersama sama mengucapkan doa  sbb :

DOA  MENGELILINGI  SANGGAH SURYA / API SUCI
Penganten Pria : Bhs Sansekerta
Penganten Wanita : Bhs Indonesia


  1. Om Samanjantu waswe dewah
    sam apo hrdayani nau

    (Rgweda. X.85.47)
    Semoga para dewa mempersatukan hati kami berdua
  2. Om sam jaspatyam suyamam astu dewah (RgWeda X.85.23)
    Semoga  Hyang Widdhi  memberi kebahagiaan dan ketentraman pada kehidupan pernikahan kami.
  3. Om prajam pustim bhukim asmasu dhattam (Rgweda VIII.59.7)
    Semoga Hyang Widdhi menganugrahkan anak cucu dan rejeki yang melimpah  kepada kami.
  4. Om Sunrtawantah subhaga, irawanto hasamudah (Atharwaweda VII.60.6)
    Semoga Hyang Widdhi menganugrahi kami kemakmuran, kegembiraan dan memiliki rejeki  yang melimpah.
  5. Om Yatra suhardah sukrto madanti, wihaya rogam tanwah swayah  ( Atharwaweda VI.120.3)
    Semoga kami bisa  membuat rumah-rumah kami bagaikan sorga, dan orang-orang berpikiran mulia, saleh dan sehat bertempat tinggal dirumah kami dengan ring gembira.

  6. Om swasti matra-uta  pitre no astu, swasti gobhyo jagate purusebhyah  (atharwaweda I.31.4)
    Semoga ada kesejahteraan untuk orang tua kami, semoga semua sapi betina dan seluruh umat manausia berbahagia.
  7. Om payasca rasas ca annam ca, Annadyam srtah ca satyam ca
    Istam ca purtam ca,
    Praja ca pasawasi ca
    (Atharwaweda XII.5.10)
    Semoga terdapat susu, sari buah, makanan, beras , ketertiban,  kebenaran, persembahan, perbuatan-perbuatan yang murah hati, anak-cucu dan kemakmuran dirumah tangga kami .
Setelah makala-kalaan serabut kelapa tersebut ditaruh di bawah tempat tidur pengantin.

c.       Medagang-dagangan.

Pada saat madagang-dagangan penganten wanita duduk di atas serabut kelapa, mengadakan tawar menawar hingga terjadi transaksi antara pengantin pria dan pengantin wanita yang ditandai dengan penyerahan barang dagangan serta pem- bayarannya. Akhir dari medagang-dagang-an adalah merobek tikeh dadakan yang dipegang oleh pengantin wanita dengan kedua tangannya dan pengantin pria mengambil keris kemudian merobek tikeh dadakan tersebut yang diawali dengan menancapkan keris ke tikeh dadakan.  dan dilanjutkan dengan mengambil tiga sarana kesuburan yaitu keladi, kunyit, dan andong, yang kemudian dibawa oleh kedua pengantin ke belakang sanggah kemulan untuk ditanam. Kemudian  memutuskan benang yang kedua ujungnya diikatkan pada dua cabang pohon dapdap. Selesai memutus- kan benang kedua penganten kemudian mandi untuk membersihkan diri.

d.      Mandi/ Angelus Wimoha

Mandi untuk membersihkan diri ini disebut ”angelus wimoha’, yang memiliki  tujuan pembersihan secara lahiriah,  dan  nyomya  kekuatan asuri sampad yang masih ada dalam diri kedua mempelai  menjadi kekuatan Daiwi sampad atau nyomya kala bhūta nareswari  menjadi Sang Hyang Smarajaya dan Smara Ratih.

Sehabis mandi kedua mempelai berganti pakaian, memakai pakaian kebesaran dan berhias untuk melakukan upacara dewa saksi di sanggah pemerajan.

e.       Upacara Widhi Widhana

Upacara widhi widhana/majaya-jaya dilakukan setelah selesai melaksanakan upacara makala-kalaan (Setelah mandi)

Rangkaian upacara widhi widhana /majaya-jaya ini diawali dengan puja yang dilakukan oleh sang pemuput upacara (Pandita/Pinandita). Setelah sang pemuput upacara selesai mapuja dilanjut- kan dengan persembahyangan yang dilakukan oleh kedua pengantin. Sebelum melakukan persembahyangan kedua pengantin diperciki tirta panglukatan dan dilanjutkan  tirta prayascita.

Persembahyangan diawali dengan puja trisandya, kemudian dilanjutkan dengan panca sembah. Selesai sembahyang kedua pengantin diperciki tirtha pekuluh dari pemerajan atau pura-pura, dan dilanjutkan dengan memasang bija. Kemudian  natab banten sesayut (sesayut nganten).  Selesai natab banten sesayut, kedua pengantin diberikan tetebus (benang) dan dipasangkan karawista dan bija. Kemudian dilanjutkan dengan mengucapkan sumpah perkawinan oleh kedua mempelai dan  penandatanganan surat-surat nikah oleh kedua mempelai dan saksi-saksi.Acara selanjutnya Nasehat Perkawinan : Oleh Ketua Adat,  PHDI dan Keluarga kedua Mempelai.

Setelah semua berkas pernikahan ditanda

Tangani,  dimohonkan kepada semua hadirin untuk mengucapkan doa Syukur bahwa pernikahan telah berlangsung secara lancer dan sah. Sumpah dan Doa Syukur perkawinan dengan cara ngerorod sama dengan sumpah dan doa yang diucapkan dalam perkawinan dengan cara Memadik/Meminang. Yang membedakan adalah  tidak ada doa mengungkap lawang/Doa restu dari pihak mempelai wanita.  .

f.       Majauman

Majauman merupakan rangkaian terakhir upacara perkawinan umat Hindu etnis  Bali. Majauman merupakan kunjungan resmi yang bersifat religius dari pihak pengantin pria ke rumah pengantin wanita yang dilakukan setelah upacara pernikahan selesai.

Majauman berasal dari kata ”jaum” di mana fungsi jaum atau jarum adalah untuk merajut atau menyatukan kembali, maka makna majauman dalam rangkaian upacara perkawinan adalah untuk menyatukan kembali dua buah keluarga yang bersitegang (biasanya karena salah satu pihak keluarga tidak merestui karena perbedaan soroh/wangsa/ kasta, sehingga diambil cara pernikahan ngerorod/ merangkat.

Majauman biasa-nya dilakukan apabila kedua penganten ngarorod/ merangkat.  Arti mejauman adalah menyatukan kembali dua buah keluarga yang tadinya retak atau marah akibat anak gadisnya dilarikan oleh calon pengantin pria.

Majauman juga berarti memberitahukan kehadapan Hyang Guru dan para leluhur dipihak penganten wanita karena sebelum nya  tidak sempat pamit, bahwa kedua pengantin telah menyatu dalam sebuah upacara perkawinan, serta mohon doa restu agar selalu melindungi perkawinan atau rumah tangga kedua pengantin, sehingga selalu dalam keadaan harmonis.

CATATAN PINGGIR
Kebiasaan pernikahan selama ini di Bali seluruhnya dilakukan di rumah mempelai Pria, karena pernikahannya dilakukan secara Ngerorod/Merangkat. Sehingga pihak mempelai wanita sangat pasif.

Di era yang makin maju, dimana per-nikahan antara kedua mempelai sudah mendapat restu kedua orang tua, sebaik-nya pernikahan dilakukan dengan cara meminang/memadik.

Tradisi merangkat/ ngerorod dijaman dahulu dilakukan untuk mensiasati kakunya sistem soroh/wangsa atau kasta. Pernikahan dengan system Ngerorod/ Merangkat sangat merugikan pihak wanita, Karena hak-hak keperdata-annya (perlindungan hukumnya sangat lemah).

Di jaman kini dimana pemahaman umat terhadap kitab Weda sudah semakin baik, dimana  hak-hak wanita makin dihargai. Sebaiknya smara Stava dan administrasi nikah/Surat-surat Nikah nya dilakukan saat mempelai wanita mau diboyong ke rumah mempelai pria,  dengan catatan :  banten untuk  biyakaon dan rayascita dibawa oleh pihak mempelai Pria.

Smara Stava dan Administrasi Nikah di-selesaikan dirumah mempelai Wanita,  supaya mempelai wanita  mempunyai kepastian  hukum . Dalam hal ini acara ngungkab lawang diutamakan sehingga pada saat mempelai wanita meninggalkan rumah orang tuanya, secara niskala dan sekala sudah dalam keadaan bersih dan secara hukum keperdataan/hukum negara juga sudah terjamin. Dan sekaligus merupakan bentuk penghormatan pihak mempelai pria kepada pihak mempelai wanita dan keluarga besarnya.

Dalam buku ini, sengaja penulis sertakan doa/kidung/syair-syair pada setiap tahap pernikahan, karena selama ini biasanya pihak kedua mempelai bersikap pasip, semua doa mantranya sudah diwakilkan kepada pemuput nikah/ Jero Mangku.

Buku ini sebagai usulan dalam tatacara pernikahan Hindu Etnis Bali. Buku ini  memadukan  antara tradisi kitab Weda dan kebiasaan turun temurun. Dalam buku ini, kedua  mempelai dan orang tua mempelai ikut aktif membaca doa-doa/ kidung/ syair sesuai tahapan pernikahan.

Dapat  pula meminta bantuan Jro Dalang yang khusus ditunjuk  ( semacam MC ) sebagai pranata adicara, untuk memandu dan melantunkan doa-doa/kidung/syair sesuai dengan  urut-urutan upacara. Tugas Jero dalang adalah sebagai master of ceremony, sedangkan jero mangku/pinandita menghantarkan doa/puja  bebantenan.

Kidung-kidung yang dilantunkan disesuai kan dengan  urut-urutan upacara. Kidung bisa diambil dari kekawin Ramayana saat Sri Rama meminang Dewi Sita, atau ke-kawin Arjuna wiwaha  yang mengisahkan pernikahan  Arjuna dengan bidadari dewi Supraba atau  Kekawin Hariwangsa/ kekawin krsnayana yaitu pernikanan Sri Krsna dengan Dewi Rukmini yang saling mencintai tetapi  tidak direstui oleh ayah mempelai wanita sehingga ditempuh cara kawin Ngerorod /  Merangkat/kawin lari.

Dalam pernikahan model Krsnawiwaha, Sri Kresna meminta  Dewi Rukmini sebagai kusir kereta, ini dimaksudkan bahwah mempelai wanita  (Rukmini)  bukan dilarikan oleh mempelai pria (Sri Krsna) tetapi Rukmini melarikan Sri Krsna. Peristiwa ini merupakan  isyarat Sri Krsna kepada setiap keluarga  bahwa isterilah yang  mengatur/ menjalankan manajemen keluarga (Kusir),.dan suami sekuat tenaga dan pikiran memuluskan jalan dengan bekerja keras mencari artha.

Tatacara upacaranya  di tunjukkan saat melakukan Saptapadi / saat mengelilingi sangah surya/Api suci,  mempelai wanita berada didepan mempelai pria. yaitu selama 7 putaran mengelilingi Api suci/ Sanggah Surya mempelai wanita me mimpin dengan berada didepan, atau bisa juga 4 putaran wanita mempimpin dan 3 putaran pria yang memimpin atau sebaliknya.

Doa-doa/syair-syair weda yang penulis cantumkan ada yang memakai bahasa Indonesia saja tanpa mencantukan bahasa sansekerta, karena penulis masih mencari bahasa aslinya (Sansekerta). Apabila  pembaca  menemukan bahasa sansekerta-nya bisa ditambahkan dalam lampiran. Atau dikirimkan ke penulis. Dan juga kritik dan sarannya, sehingga dalam penerbitan yang akan datang dapat  disempurnakan.

Peralatan Mekala-kalaan dan symbol upacara adat perkawinan Bali


  • Sanggah Surya/bambu melekung merupakan niyasa (simbol) istana Sang Hyang Widhi Wasa, ini merupa-kan istananya Dewa Surya. Sebagai saksi utama pernikahan.  Di sebelah kanan  digantungkan biyu lalung simbol kekuatan purusa dari Sang Hyang Widhi dan Sang Hyang Purusa ini bermanifestasi sebagai Sang Hyang Semara Jaya sebagai dewa kebajikan,ketampanan,kebijaksanaan, simbol pengantin pria,  di sebelah kiri sanggah digantungkan sebuah kulkul berisi berem simbol kekuatan prakerti Sang Hyang Widhi  ( Hyang Semara Ratih)  dewi kecantikan serta kebijak- sanaan simbol pengantin wanita.
  • Kelabang Kala Nareswari ( Kala -Badeg) simbol calon pengantin yang diletakkan  sebagai alas upacara mekala-kalaan serta diduduki oleh kedua calon pengantin.
  • Tikeh Dadakan (tikar kecil) Tikar yang diduduki oleh pengantin wanita sebagai simbol selaput dara (hymen) dari wanita. Kalau dipandang dari sudut spiritual, tikar adalah  sebagai simbol kekuatan Prakerti ( yoni).
  • Keris sebagai kekuatan  Purusa/ lingga. Biasanya nyungklit keris, dipandang dari sisi spritualnya sebagai lambang pengantin pria.
  • Benang Putih sepanjang setengah meter, terdiri dari 12 bilahan benang menjadi satu, serta pada kedua ujung benang masing-masing dikaitkan pada cabang pohon dapdap setinggi 30 cm. Angka 12 berarti simbol dari sebel 12 hari. Dengan  mekala-kalaan otomatis sebel pengantin yang disebut sebel kandalan menjadi sirna dengan upacara penyucian tersebut. Dari segi spiritual benang ini sebagai simbol dari lapisan kehidupan, berarti sang pengantin telah siap untuk meningkat kan alam kehidupan Brahmacari Asrama menuju Grhasta Asrama.
  • Tegen – tegenan,  merupakan simbol dari  tanggung jawab sekala-niskala. Adapun Perangkat tegen-tegenan ini :

1.      Batang tebu : Kehidupan dijalani secara bertahap seperti tebu,  ruas demi ruas, secara manis.

Cangkul :  simbol Ardha Candra. Cangkul sebagai alat bekerja, berkarma berdasarkan Dharma.
Periuk simbol windhu.
Buah kelapa simbol Brahman                   
Seekor yuyu/kepiting simbol bahasa isyarat memohon keturunan dan kerahayuan.

  • Suwun-suwunan (sarana jinjingan) Berupa bakul yang dijinjing oleh mempelai wanita yang berisi:  talas, kunir, beras dan bumbu-bumbuan melambangkan tugas wanita atau istri mengembangkan benih dari suami, dan diharapkan seperti pohon kunir dan talas yang  berasal dari bibit yang kecil berkembang menjadi besar.
  • Dagang-dagangan melambangkan kesepakatan dari suami istri untuk membangun rumah tangga dan siap menanggung segala resiko yang timbul akibat perkawinan tersebut.
  • Sapu lidi (3 lebih). Simbol Tri Kaya Parisudha. Pengantin pria dan wanita saling mencermati satu sama lain, isyarat saling memperingatkan serta saling memacu agar selalu ingat dengan kewajiban melaksanakan Tri Rna berdasarkan ucapan, prilaku dan pikiran yang baik. Disamping itu memperingatkan agar tabah menghadapi cobaan dalam menjalani kehidupan berumah tangga.
  • Sambuk Kupakan (serabut kelapa). Serabut kelapa dibelah tiga, di dalamnya diisi sebutir telor bebek, kemudian dicakup kembali di luarnya diikat dengan benang berwarna tiga (tri datu). Serabut kelapa berbelah tiga simbol dari Triguna (satwam, rajas, tamas). Benang Tridatu simbol Tri Murti mengisyaratkan kesucian. Telor bebek simbol manik. Kedua Mempelai saling tendang serabut kelapa sebanyak tiga kali, setelah itu serabut tsb. diduduki oleh pengantin wanita. Ini mengandung pengertian Apabila mengalami perselisihan agar bisa saling mengalah, dan  selalu ingat dengan penyucian diril Selesai upacara, serabut kalapa ini diletakkan di bawah tempat tidur mempelai.
  • Tetimpug adalah bambu tiga batang yang dibakar dengan api dayuh yang bertujuan memohon penyupatan dariSang Hyang Brahma


Matur suksma


Sebagai bahan perbandingan, berikut di sertakan urut-urutan gending Jawa dalam Resepsi pernikahan adat Jawa
1. Pengantin pria datang ke upacara pewiwahan diiringi gending Ladrang, yaitu  "Ladrang Wilujeng" atau Ladrang Rajamanggala

2. Pengantin putri masuk ke upacara pawiwahan. Iringan gending yang digunakan adalah Ketawang Puspawarna atau Ketawang Sekartejo.

3. Setelah pengantin pria sampai di depan pintu masuk yang telah ditentukan, pengantin pria berhenti. Selanjutnya pengantin putri  berjalan menjemput pengantin pria sambil saling lempar sebuntel daun sirih, dengan di bimbing dukun nganten diiringi dengan gending "Kodok Ngorek" . Setelah nginjak telur dan membasuh kaki kedua mempelai berjalan masuk menuju kursi mempelai diiringi gending Ketawang Laras Maya hingga duduk di kursi pengantin. Antara gending Kodok ngorek ini biasanya langsung dilanjutkan gending Ketawang Laras Maya.

4. Setelah mempelai duduk di kursi pelaminan, diadakan upacara adat Jawa. Antara lain Dahar Klimah atau Dulang-dulangan, Titik Pitik, Ngabekten atau Sungkeman. Pada acara ini biasanya diiringi gending Ladrang Sriwidodo,
Jika seluruh rangaian upacara adat jawa tersebut  dilaksanakan,  membutuhkan waktu sekitar 4 jam
Selesai

Selamat menempuh Hidup Baru Semoga selalu berbahagia
ING Mudiarcana & Keluarga

Sri Wisnu-Sri Laksmi

Suka berkunjung ke setiap keluarga yang keadaan rumahnya selalu bersih, hidup rukun dan selalu memuja Hyang Widdhi, untuk membawakan apa yang pemujanya  belum punya dan menjaga apa yang pemujanya sudah punya. (BG.IX.22)

KIDUNG PENGIRING PEWIWAHAN

Kawitan Tantri - Pendahuluan.

1.      Wuwusan Bhupati. Ring Patali nagantun. Subaga wirya siniwi. Kajrihin sang para ratu. Salwaning jambu warsadi. Prasama hatur kembang tahon.

2.      Tuhu tan keneng api. Pratapa sang prabu Kesyani ruktyeng sadnyari.
Sawyakti Hyang Hari Wisnu. Nitya ngde ulaping ari. Sri dhara patra sang katong.

3.      Wetning raja wibawa, mas manik penuh. Makinda yutan ring bahudanda. Sri Narendra, Sri Singapati, Ujaring Empu Bhagawanta. Ridenira panca-nana.
Bratang penacasyan. Hatur Hyang Dharma nurageng bhuh.

4.      Kadi kreta yuga swapurneng nagantun Kakwehan sang yati.
Sampun saman jayendrya. Weda Tatwa wit.Katinen de Sri Narendra.
Nityasa ngruci tutur. Tan kasareng. wiku apunggung wyara brantadnya ajugul.

Demung Sawit (bawak, dawa)

1.      Tuhu atut bhiseka Nrapati. Sri Eswaryadala.  Dala kusuma patra nglung, Eswarya raja laksmi.  Sang kulahamenuhi rajya. Kwening bala diwarga. Mukya sira.  Kryana patih Sangniti Bandeswarya patrarum.

2.      Nityasa angulih- ulih amrih sutrepting nagara, lan sang paradimantriya. Tuhu widagda ngelus bhumi.  Susandi tinut rasaning aji, Kutara manawa.  Mwang sastra sarodrsti.  Matangyan tan hanang baya kewuh.

3.      Pirang warsa Sri Nrapati Swaryadala.  Tusta ngering sana. Kaladiwara hayu. Sri narapati.  Lagya gugulingan ring taman.  Ring yaca ngurddha angung-gul. Yayamireng tawang.  Tinum pyata tinukir.  Kamala kinanda-kada.  Langu inipacareng santun.

4.      Mangamyat kalangenikang nagara.
Tisoba awiyar. Indra bhuwana nurun, Kweh tang pakwana titip.  Pada kabhi nawa. Dening sarwendah linuhung. Liwar sukanikang wong. Anamtami kapti.  Arumpuka sari sama angrangsuk bhusana aneka marum.

Sumber : dari berbagai sumber

Jumat, 01 Maret 2013

Meninggalkan Weda=Meninggalkan Agama Hindu

Oleh : Guli Mudiarcana



Pindah agama meninggalkan agama Hindu untuk mencari Tuhan lain sangat dilarang. Mereka yang meninggalkan agama Hindu,  mereka disesatkan oleh pemikiran sesat kaum Raksasa dan Setan (asura) yang mengelirukannya. Imbalan bagi orang yang pindah agama meninggalkan agama Hindu adalah tidak akan pernah bisa mencapai kesempurnaan, kebahagiaan dan Sorga atau Moksa



Pindah agama kadang disebabkan oleh ketidak perdulian orang tua terhadap anak gadisnya. Prinsip wanita ikut suami atau Predana ikut Purusa sering disalah artikan dengan membiarkan anak gadisnya ikut laki-laki manapun termasuk ikut Raksasa atau setan (asura) yang menipu umat manusia, termasuk  membiarkan anak gadisnya ikut agama suaminya.



Yang dimaksud Predana ikut Purusa adalah dalam kontek masih satu Agama yaitu Agama Hindu. Yang dimaksud Istri harus ikut suami bukan ikut agama suami. Atau membiarkan anak gadis kita ikuti menjadi Raksasa atau Asura (setan), melainkan terbatas pada ikut adat istiadat keluarga suami yang masih berdasarkan atas Dharma (agama Hindu).



Misalnya seorang perempuan dari Buleleng, diambil istri oleh lelaki dari Badung, maka sang istri wajib ikut adat istiadat suaminya yang dari Badung. Tetapi kalau lelakinya ternyata bukan beragama Hindu, maka dilarang bagi si Wanita meninggalkan Agama Hindu seperti sabda Hyang Widdhi berikut:



Yah sastrawiddim utsrijya, wartate kamakaratah, na sa siddhim awapnoti, na sukham na param gatim. (BG.XVI.23)



Artinya

Mereka yang meninggalkan Weda (Yah sastrawiddhimUtsrijya), mereka dipengaruhi oleh nafsu duniawi, tidak akan pernah bisa mencapai kesempurnaan, kebahagiaan dan tidak pernah bisa mencapai tujuan tertinggi (Sorga atau Moksa)



Dan mengajak sang suami untuk mengikuti jalan Weda (ikut Agama Hindu)  seperti mantra berikut :



Yathemam vacam kalyanim avadani janebhyah, Brahma rajanyabhyam sudraya caryaya ca svaya caranaya ca (Yayurveda XXVI.2)



Artinya :

Hendaknya wartakan sabda suci ini kepada seluruh umat manusia, baik kepada para Brahmana, para raja-raja maupun kepada masyarakat pedagang, petani dan nelayan serta para buruh, kepada orang-orangku maupun orang asing sekalipun

Hyang Widdhi memerintahkan umat Hindu untuk menyebarkan ajaran Hindu kepada seluruh umat manusia. Seandainya ada Wanita Hindu menikah dengan laki-laki bukan beragama Hindu, maka kewajiban si Wanita untuk mengajak atau mengajari laki-lakinya (suaminya) agama Hindu seperti sabda Hyang Widdhi tersebut diatas.



PINDAH AGAMA SERING TERJADI  KARENA PEMAHAMAN YANG KELIRU ATAU SENGAJA DIKELIRUKAN OLEH KAUM ADHARMA



Mereka yang dikendalikan oleh nafsu karena pengetahuannya yang salah/keliru, pergi ketempat pemujaan dewa-dewa lain ( selain dewa-dewa Hindu=pergi ke agama lain mencari tuhan lain dan  meninggalkan agama Hindu. Red. ), mereka berpengang pada aturan menurut cara-cara mereka sendiri (BG. VII.20).



Dengan harapan yang sia-sia, perbuatan yang sia-sia, pengetahuan yang sia-sia dan tanpa kesadaran, mereka mengikuti jalan keliru oleh pengaruh jahat Raksasa dan Setan (Asura)  yang menyesatkannya (BG.IX.12)



Orang yang pindah agama atau meninggalkan Agama Hindu, sama artinya membenci Hyang Widdhi dan mencari Tuhan lain. Dalam agamanya yang baru sering  diajarkan atau mungkin ditemukan ayat-ayat  yang menghujat Weda dan Agama Hindu sebagai agama penyembah berhala, agama politheis, agama kasta dan agamanya kaum pagan dan lain sebagainya sebagai ekpresi kebencian terhadap kitab Weda dan Hyang Widdhi. Sehingga menurut Hyang Widdhi/Brahman kelak Atmanya pantas dicampakkan ke Neraka.



Dalam Bhagawad Gita XVI.19 disebutkan : “ Mereka yang kejam membenci Aku, adalah manusia yang paling hina, yang Aku campakkan tak henti-hentinya penjahat itu ke dalam kandungan Raksasa.



Karena meninggalkan Agama Hindu berarti tidak bisa lagi membayar 3 macam hutang (tri Rna), karena tidak lagi mengakui adanya Tri Rna. Sering kita melihat orang yang sudah pindah agama disaat orang tuanya meninggal dia datang memakai pakaian adat, dia kelihatan berdoa seperti orang Hindu, padahal dia sudah tidak lagi beragama Hindu (mungkin doanya sudah pake bahasa agama  lain). Keluarga mereka menerima seolah-olah biasa-biasa saja tanpa beban, demikian juga masyarakat tidak peduli.



Dalam Manawa Dharmasastra VI.35 disebutkan :’ Kalau ia telah membayar 3 macam hutangnya         (Hutang kepada Hyang Weddhi, Hutang kepada leluhur dan hutang kepada orang Tua) hendaknya ia menunjukkan pikiran untuk mencapai kebebasan terakhir. Ia yang mengejar kebebasan terakhir tanpa menyelesaikan ke tiga macam hutangnya akan tenggelam ke bawah.



Dalam Bhagawad Gita III.35 disebutkan :’ Lebih baik mengerjakan kewajiban sendiri walaupun tidak sempurna daripada dharmanya orang lain yang dilakukan dengan baik, lebih baik mati dalam tugas sendiri daripada dalam tugas orang lain.



Sejak dalam kandungan kita telah beragama Hindu. Nenek moyang kita juga beragama Hindu. Bahkan seluruh umat manusia pada awalnya beragama Hindu seperti disebut dalam bhagawad Gita berikut :



Sribhagawan uwaca

Imam wiwaswaite yogam, proktawan aham awyayam, wiwaswan manawe praha, manur ikswakawe’ brawit. Ewam paramparapraptam, imam rajarsayo widuh, sa kalena ‘ha mahata, yogo nastah parantapa. Sa ewa ‘yam maya te’dya, yogah proktah puratanah, bhakto ‘si me sakha cati, rahasyam hy etad uttamam (BG.1-3)



Artinya;

Sri Bhagawan bersabda

Ajaran abadi ini (weda) Aku turunkan kepada WIWASWAN, wiwaswan mengajarkan kepada MANU dan Manu menerangkan kepada IKSWAKU. Demikian diteruskan turun temurun, para Raja resi mengetahuinya, ajaran ini lenyap di dunia bersamaan dengan berlalunya masa yang amat panjang. Yoga yang tua itu pulalah (weda) yang kuajarkan kepadamu sekarang sebab engkau adalah pengikut dan kawan-Ku, sesungguhnya ini sangat rahasia.



MANU (yang menerima ajaran kitab Weda pertama kali) adalah leluhur umat manusia sehingga seluruh keturunannya disebut MANUSIA. Kitab Weda yang diajarkan kepada beliau-beliau inilah yang kembali diajarkan kepada Umat manusia saat ini.



YAKIN BAHWA WEDA BERASAL DARI HYANG WIDDHI, PERINTAH-PERINTAHNYA MERUPAKAN PETUNJUK JALAN BAGI UMAT MANUSIA.



Kitab suci agama Hindu berasal dari Hyang Widdhi/Tuhan Yang Maha Esa,  Seperti dikatakan sendiri oleh beliau dalam Bagawad Gita. XV.15 berikut :”  Weda ntakrid wedawid ewa ca ‘ham/ Akulah pencipta weda dan Aku yang mengetahui isi weda. Kitab Weda disebut juga  sastrawiddhi atau sastra brahman karena berasal dari Hyang Widdhi/Brahman/Tuhan YME.



Mereka yang mencela dan menyimpangkan kitab Weda, dan tidak mengikuti ajaran Weda adalah orang-orang bodoh  yang tidak tahu jalan kebenaran dan kehilangan kesempatan untuk mengetahui kebenaran abadi (BG.III.32)



Sedangkan mereka yang selalu mengikuti ajaran Weda dan selalu melaksanakan perintah-perintah kitab Weda dengan penuh keyakinan dan bebas dari kepentingan duniawi akan dibebaskan dari perputaran karma (dibebaskan dari Hukum Karma dan Reinkarnasi) seperti sabda Sri Krisna dalam Bagawad Gita.III.31 berikut :



Ye me matam idam nityam anustisthanti manawah, sraddhawanto ‘nasuyanto mucyante te’pi karmabhih.



Mereka yang selalu mengikuti ajaran-Ku dengan penuh keyakinan dan bebas dari keterikatan duniawi, mereka juga akan dibebaskan dari belengu karma. (bebas dari kelahiran kembali/Reinkarnasi).



Ananyas cintayanto mam, ye janah paryupasate, tesam nityabhiyuktanam, yogaksemam wahamy aham.(BG.IX.22)



Mereka yang selalu menuja-Ku, merenungkan Aku selalu, kepada mereka Ku bawakan segala apa yang mereka tidak punya dan akan Ku lindungi segala apa yang mereka telah miliki.



RINGKASAN

1.    Pindah agama terjadi karena kurangnya pemahaman orang tua/umat Hindu terhadap kitab suci Weda/Agama Hindu

2.   Pindah agama terjadi karena pemahaman yang keliru atau sengaja dikelirukan oleh kaum adharma

3.   Umat Hindu harus yakin bahwa kitab Weda berasal dari Hyang Widdhi, perintah-perintahnya merupakan tuntunan bagi umat manusia untuk mencapai kesempurnaan, kebahagiaan dan tujuan tertinggi



JALAN KELUAR



            1. Bidang Tatwa agama supaya mendapat porsi yang lebih banyak, karena selama ini bidang Yadnya yang mendominasi

 

              2.  Disetiap acara persembahyangan atau acara keagamaan Hindu seperti panca yadnya lainnya supaya disediakan waktu untuk memberi pencerahan dan dibacakan seloka-seloka atau mantra-mantra Weda yang berkaitan dengan pemahaman Tatwa Agama beserta artinya atau ulasannya.

Sabtu, 16 Februari 2013

Aswattama dan Nabi Ibrahim


Aswatama anak seorang Brahmana yang bernama Pendeta Drona, yang menjadi gurunya  pangeran Kuru (Pandawa dan Korawa). Aswatama beribukan Dewi krepi, yang menurut legendanya adalah jelmaan Bidadari Wilotama. Diberi nama Aswatama karena bentuk telapak kaki nya mirip telapak kaki kuda (tidak punya jari-jari kaki), dan berambut seperti rambut kuda.  hal ini dikarenakan, ketika awal mengandung dirinya, Konon Dewi Krepi/Wilotama sedang beralih rupa menjadi Kuda Sembrani dalam upaya menolong Bambang Kumbayana ( nama Resi Drona sewaktu muda), menyeberangi lautan.

Dalam dunia wayang Aswatama dikenali dengan ciri-ciri :  bermata kedondongan putih, berhidung mancung serba lengkap, berketu udeng dengan garuda membelakang, bersunting kembang kluwih panjang, berkalung putran berbentuk bulan sabit, bergelang, berpontoh, dan berkeroncong. Berkain, tetapi tidak bercelana panjang dan bentuk telapak kakinya seperti telapak kaki kuda (tidak punya jari-jari kaki) dan bersurai

Kamis, 14 Februari 2013

Membaca Bhagawad Gita=Sembahyang

Adhyesyate ca ya imam dharmyam samvadam avayoh,
jnyanayadnyena tena'ham istah syam iti me matih.
(Bhagawad Gita XVIII.70)



Artinya :



Dia yang selalu membaca percakapan suci ini (Bhagawad Gita), Aku anggap dia menyembah-Ku dalam wujud Jnyana Yadnya (Yadnya dengan ilmu pengetahuan).



Membaca Bhagawad Gita serta meresapi arti yang terkandung didalamnya  sama dengan sembahyang memuja Hyang Widdhi Wasa . Setiap hari membaca Bhagawad Gita merupakan pemujaan kepada Hyang Widdhi dengan jalan  Jnyana Yadnya. Apa yang dinyatakan dalam  Bhagawad Gita itu adalah sabda Hyang Widdhi  yang harus dipercaya dan dilaksanakan.



Syair suci Bhagawad Gita, dikidungkan dengan metrum Anustup,  yaitu sejenis wirama/kekawin/syair bahasa Sansekerta dengan suku  kata berjumlah delapan. Kalau tepat cara melantunkan syairnya dapat menggetarkan bioton-bioton/partikel-partkel alam yang ada di sekitar kita hingga mampu menembus alam kedewatan.



Dengan alunan kidung suci dengan metrum anustup dapat pula menyejukan alam sekitar termasuk yang mendengar alunan kidung suci ini, Srinuyad api yo narah,so’pi muktah subham lokam prapnuyat punya karmanam (BG.XVIII.71)/walaupun hanya mendengar alunan suci ini ia juga akan terbebaskan, mencapai dunia kebahagiaan dan akan mencapai kebajikan dalam berperilaku/karma.



Dengan membaca atau mendengar orang membaca Bhagawad Gita keragu-raguan dalam berbuat menjadi hilang, kekacauan pikiran menjadi musnah, ingatan akan tanggung jawab menjadi pulih. seperti yang dialami oleh Arjuna dan dinyatakan oleh Arjuna dalam BG. XVIII.73 berikut :



Nasto mohah smritir labdha, twatprasadan maya ‘cyuta, sthito’smi gatasamdehah krisye wacanam tuwa



Kekacauan pikiranku telah musnah, ingatan ku telah pulih kembali, karena rakhmat-Mu  aku berdiri tegak, keragu-raguanku telah lenyap dan aku akan bertingak sesuai dengan perintah-Mu.



Membaca sloka demi sloka pustaka Bhagawad Gita sama dengan sembahyang. Hal ini  jangan disalah artikan bahwa kalau sudah membaca Bhagawad Gita tidak perlu lagi sembahyang. Membaca Bhagawad Gita hendaklah di mengerti arti tiap sloka-slokanya dan sekaligus diterapkan atau dilaksanakan setiap perintah-perintahnya. Sehingga tidak ada dikotomi antara membaca Bhagawad gita dengan kewajiban umat Hindu yang lain.



Bahwa intisari dari perintah Bhagawad Gita terletak pada sloka XVIII. 5 yang berbunyi sebagai berikut :



Yajno dana tapah karma na tyajyam karyam ewa tat, yajno danam tapas cai’wa pawanani manisinam



Beryadnyaa, berdanapunia, bertapabrata dan berkarma (yang baik)  jangan diabaikan, melainkan harus dilakukan sebab dengan beryadnya berdanapunia bertapabrata adalah untuk mensucikan diri bagi orang arif bijaksana.



Jadi Sembahyang dan membaca Bhagawad Gita sambil berdana punia dan mengendalikan diri (tapabrata) dan berperilaku subha karma, seyogianya dipadukan,  sehingga apa yang dijanjikan dalam Bhagawad Gita dapat tercapai.



Kalau diringkaskan perintah Bhagawad Gita mencakup :

1.      Selalu ber sembahyang dan memusatkan pikiran kepada Hyang Widdhi ( BG. XVIII.65)

2.      Berlindung hanya kepada Hyang Widdhi (BG.XVIII.62)

3.      Yadnya : melaksanakan yadnya sebagai wujud bhakti kepada  Hyang Widdhi.(BG.XVIII.5)

4.      Dana : Berdanapunia (bersedekah) di tempat-tempat yang pantas misalnya di Pura atau di panti-panti asuhan, panti-panti jompo dan daerah bencana (BG.XVII.20)

5.      Tapa :Pengendalian diri terhadap  pikiran, kata-kata, perbuatan, makan, minum dan nafsu birahi (BG. XVII.14-16 dan  BG.V.23)

6.      Berperilaku subhakarma, menjauhkan diri dari sad ripu dan sad atatayi

7.      Apapun yang engkau kerjakan, apapun yang engkau dermakan, tunjukkan sebagai bhakti kepada Hyang Widdhi.

8.      Selalu membaca kitab suci Bhagawad Gita  atau  mendengarkan orang membaca Bhagawad Gita (BG.XVIII. 70-71)

9.      Menjauhi tiga jalan ke Neraka yaitu : Kama/nafsu seksual, Krodha/marah  dan lobha/serakah  (BG. XVI.20) dan selalu berbuat untuk kemuliaan Atma.

10.  Jangan meninggalkan Weda (sastrawiddhim), karena meninggalkan Weda (= meninggalkan agama Hindu) tidak akan pernah bisa mencapai kesempurnaan, kebahagiaan dan tujuan tertinggi yaitu sorga atau Moksa. (BG.XVI.23)

11.  Jangan mencari Dewa-dewa lain/Tuhan lain selain Tuhannya Agama Hindu (BG. VII.20), Karena dengan harapan yang sia-sia, perbuatan yang sia-sia dan tanpa kesadaran mereka mengikuti jalan keliru oleh pengaruh jahat Raksasa dan Asura (=setan) yang menyesatkannya (BG. IX.12)



Sebagai penutup saya kutipkan BG. VII.20



Karmais tair-tair hritajnanah,  prapadyante ‘nyadewatah, tam-tam niyamam asthaya, prakrtitya niyatah swaya



Mereka yang dikendalikan oleh nafsu duniawi, oleh karena pengetahuannya yang keliru, pergi ke tempat pemujaan dewa-dewa lain ( selain dewa-dewa Hindu.  red.), mereka itu berpegang pada aturan  menurut cara-cara mereka sendiri.





Tulisan ini disarikan dari :  

Kitab Bhagawad Gita yang dturunkan oleh Hyang Widdhi wasa dalam manifestasi sebagai Awatara Wisnu ( Sri Krisna= Narayana= Paramabrahma= Purusautama=  Maha Iswara)  kepada Arjuna yang dilihat dan  dicatat oleh Maharsi Wiyasa. 





Sabtu, 09 Februari 2013

TERCIPTANYA LANGIT BUMI DAN MANUSIA

Pada mulanya alam semesta ini kosong, yang ada hanya Brahman,zat tertinggi yang berada dalam keadaan tenang,kekal, masih belum ada gerak sedikitpun. Suatu saat Brahman tidak lagi berada dalam keadaan tenang, mulai timbul daya atau tenaga didalamnya yang disebabkan oleh saktinya. Brahman yang tidak berada dalam keadaan tenang lagi disebut Purusautama(Purusottama). Purusottama adalah zat tertinggi yang sudah timbul zat penggerak didalamnya. Purusottama merupakan perkembanagan pertama Brahman. Dimana Brahman tidak lagi berada dalam keadaan yang tenang secara kekal, tenang secara mutlak, tetapi telah menjadi aktip.
Purusottama mempunyai dua aspek  yaitu : aspek yang tidak dijelmakan,yaitu aspek yang tenang dan tidak berubah serta aspek yang dijelmakan. Selain mempunyai dua aspek, purusottama juga mempunyai dua kodrat/tabiat, yaitu : kodrat yang lebih tinggi (para) dan kodrat yang lebih rendah (apara). Dari kodrat yang lebih tinggi itu kemudian muncul Purusa atau jiwa yang ada di dunia yang terbatas ini, sedang dari kodrat yang lebih rendah (apara) kemudian timbul prakirti atau asas badani yang selanjutnya menimbulkan perubahan-perubahan alam dengan segala sebab-akibatnya. Segala aktivitas bersama purusa dan prakirti itulah mewujudkan bahan yang menyusun Dunia ini.
Prakirti mengandung didalamnya Triguna, atau tiga sifat alam yaitu ; Sattwam, Rajas dan Tamas(BG.XIV.5). Sattwam adalah hakekat segala sesuatu yang memiliki sifat-sifat terang dan menerangi. Unsur inilah yang menimbulkan segala hal yang baik dan yang menyenangkan. Rajas adalah sumber aktivitas dan pengembangan oleh karenanya menjadi sumber kesusahan dan penderitaan. Tamas adalah kekuatan yang menentang segala aktivitas, sehingga menimbulkan segala keadaan apatis, acuh tak acuh, malas dan masa bodoh/tidak hirau.(BG.XIV.6-8)
Semula ketiga guna itu berada dalam keseimbangan, oleh karena itu prakirti berada dalam keadaan tenang. Ketika keseimbangan kekuatan dalam prakirti ini terganggu, terjadilah gerak dan berkembanglah prakirti. Gangguan keseimbaangan itu terjadi manakala purusa berhubungan dengan prakirti, oleh karena perangsangan dari purusa. Perkembangan purusa dan prakirti ini menciptakan Alam semesta dengan segala isinya yang keluar dari prakirti. Sebaliknya, karena hubungan ini prakerti mengubah bentuk purusa menjadi jiwa perorangan di dalam dunia. Prakerti menahan purusa dan membelengunya dalam tubuh.
Pada saat purusa dan prakirti bertemu,maka keseimbangan triguna terganggu. Dalam tahap pertama dari perkembangan itu, Sattwam lebih berkuasa daripada rajas dan tamas. Oleh karenanya hal-hal yang dihasilkan adalah hal-hal yang didominasi oleh sattwam, yaitu terang dan menerangi yang pertama  timbul dari prakirti adalah, Mahat atau “yang agung”. Mahat adalah benih dunia ini. Segi kejiwaan atau segi psikologisnya disebut Buddhi yang memiliki sifat-sifat kebajikan (dharma), pengetahuan (Jnana), tidak bernafsu (Wairagya) dan ketuhanan (Aiswarya). Mahat adalah azas kosmis sedangkan buddhi adalah azas psikologis,sat halus dari segala proses mental, kecakapan untuk membedakan obyek atau hal-hal yang bermacam-macam serta menerimanya seperti apa adanya. Fungsinya untuk mempertimbangkan serta memutuskan segala yang diajukan oleh alat-alat yang lebih rendah dari padanya. Buddhi adalah unsur kejiwaan yang tertinggi, instansi terakhir bagi segala macam perbuatan moril dan intelektual.
Dari Buddhi(mahat) timbullah ahamkara, yaitu azas individuasi, azas yang menimbulkan individu-individu. Karena ahamkara maka segala sesuatu memiliki latar belakangnya sendiri-sendiri. Dari segi kosmis, timbullah subyek dan obyek yang masing-masing berdiri sendiri-sendiri.  Dari segi jiwani, timbullah “ego” manusia.
Setelah ahamhara perkembangan Prakirti menuju dua jurusan, yaitu jurusan kejiwaan dan jurusan kebendaan/fisik. Pada jurusab kejiwaan,Sattwam lebih berkuasa dibandingkan Rajas dan Tamas. Sedang pada jurusan kebendaan/fisik,Tamas lebih dominan dibandingkan Sattwam dan Rajas. Dalam  kedua jurusan ini Rajas semata-mata befungsi sebagai penyeimbang dan memberikan dinamika kepada keduanya.
Pada perkembangan kearah kejiwaan, yang pertama-tama berkembang adalah manas, yaitu pusat yang bekerjasama dengan indera-indera. Tugas manas adalah mengkoordinir perangsangan-perangsangan inderawi, mengaturnya dan meneruskannya kepada ahamkara dan buddhi. Sebaliknya manas juga  bertugas meneruskan putusan-putusan kehendak buddhi kepada alat-alat yang lebih rendah. Buddhi,ahamkara dan manas ini bersama-sama disebut antahkarana(alat batin).
Perkembangan kejiwaan kedua adalah panca indera (budhendriya atau jnanendriya)  yaitu : penglihatan,pendengaran,penciuman,perasa dan peraba.
Perkembangan kejiwaan yang ketiga disebut panca karmendriya/indera untuk berbuat, yaitu: indera : daya untuk berbicara, daya untuk memegang, daya untuk berjalan, daya untuk membuang kotoran dan daya untuk membuang benih.
Perkembangan kebendaan/fisik, menghasilkan asas dunia. Perkembangan ini melalui dua tahap. Tahap pertama terbentuk lima anasir yang masih halus disebut Panca tanmatra yaitu: sari suara, sari raba, sari warna, sari rasa dan sari bau. Perkembangan tahap selanjutnya adalah kombinasi anasir-anasir halus ini menimbulkan Panca Maha Buta yaitu;  tanah ( pertiwi ), api (teja/agni ), air (apah ), udara (bayu ) dan ruang ( akasa ).
Akhirnya dari anasir-anasir kasar ini berkembanglah Alam semesta beserta seluruh isinya, bumi dengan gunung-gunungnya, dengan sungai-sungainya, pohon-pohonnya, binatang-binatangnya dan manusia-manusia. Semuanya merupakan hasil evolusi purusa dan prakirti.
Perkembangan yang terakhir ini berbeda dengan perkembangan yang pertama, yang mulai dari mahat sampai hingga anasir kasar. Perkembangan terakhir ini tidak menimbullkan asas-asas baru, seperti yang terjadi pada mahat,ahamkara dan buddhi, dimana setiap kali ada asas baru yang dilahirkan. Anasir kasar tetap berada didalam segala sesuatu yang dihasilkan. Di dalam perkembangan yang terakhir ini terjadi bermacam-macam perubahan  pergantian dalam batas-batas suatu masa (misalnya sebatang pohon tumbuh, hidup, mati, dan diuraikan kembali kepada anasir yang menyusunnya yaitu : tanah ( pertiwi ), api ( teja ), air ( apah ), udara ( bayu ) dan ruang (akasa).
Akan tetapi anasir perkembangan yang pertama yaitu yang mulai dari mahat hingga anasir kasar selalu tetap, senantiasa ada sepanjang perputaran masa dan hanya akan terurai pada akhir perputaran waktu.
Segala sesuatu yang didominasi oleh tamas, kebanyakan termasuk dunia benda, termasuk tubuh manusia, berifat badani/fisis. Segala sesuatu yang didominasi oleh sattwam, juga bersifat badani/fisis sebab sama-sama berasal dari prakirti.  Yang membedakan adalah kodratnya yang halus sehingga segala sesuatu yang didominasi oleh sattwam akan membantu purusa dalam menyatakan obyek-obyek di luar, sebab purusa bersifat pasif. Aktivitas yang didominasi sattwam diperlukan bagi syarat hidup mental.
Seluruh peralatan yang terdiri dari atangkara (alat batin) dengan seluruh alat bantunya seperti panca indera dan panca tanmatra semuanya bersifat badani dan menjadi syarat mutlak bagi purusa  untuk mendapatkan pengalaman. Semuanya itu bersifat khusus pada tiap orang, dan menyertai orang dalam seluruh kehidupannya di dunia ini dan disebut lingga sarira ( tubuh halus ). Tubuh ini akan terpisah dari seseorang jika ia mati. Tubuh ini hanya dapat dipisahkan secara sempurna jika ia  telah mendapatkan kelepasa yang sempurna.
Sedangkan tubuh yang tampak disebut sthula sarira (tubuh kasar), yang terdiri dari Panca Maha Buta yaitu : tanah ( pertiwi ), air ( apah ), api ( teja ),     udara ( bayu ) dan ruang ( akasa ).
 Purusa tidak berganda, kekal, tidak berubah,tidak mengalami perubahan tempat maupun bentuk,  bersifat pasif.  Dalam hubungannya dengan prakirti, purusa terpenjara didalam prakirti, sehingga purusa tidak dapat mengenal ataupun menghendaki sesuatu dalam arti umum, kecuali purusa dibantu oleh alat-alat batin. Purusa hanya bertindak sebagai penonton. Sedangkan prakirti, bersifat kompleks, dinamis, selalu mengalami perubahan.
Jadi dari uraian diatas dapat diringkaskan bahwa Brahman menciptakan Purusottama ( Purusa utama), Dari Purusa utama lahirlah Purusa dan Prakirti, dan dari keduanya ini terciptalah Alam Semesta beserta isinya. Jadi Alam semesta beserta isinya tercipta atas kehendak  Brahman.

Penciptaan Manusia

Pancamahabhuta berbentuk Paramānu, atau benih yang lebih halus daripada atom. Pada saat penciptaan, Pancamahabhuta bergerak dan mulai menyusun alam semesta dan mengisi kehampaan. Setiap planet dan benda langit tersusun dari kelima unsur tersebut, namun kadangkala ada salah satu unsur yang mendominasi. Sari-sari Pancamahabhuta menjadi Sadrasa, yaitu enam macam rasa. Unsur-unsur tersebut dicampur dengan Citta, Buddhi, Ahamkara, Dasendria, Pancatanmatra dan Pancamahabhuta. Dari pencampuran tersebut, timbulah benih makhluk hidup, yaitu Swanita dan Sukla. Pertemuan kedua benih tersebut menyebabkan terjadinya makhluk hidup.
Kehidupan dimulai dari yang paling halus sampai yang paling kasar. Sebelum manusia diciptakan, terlabih dahulu Brahman dalam wujud sebagai Brahma, menciptakan para gandharwa, pisaca, makhluk gaib, dan sebagainya. Setelah itu terciptalah tumbuhan dan binatang. Manusia tercipta sesudah munculnya tumbuhan dan binatang di muka bumi. Karena memiliki unsur-unsur yang menyusun alam semesta, maka manusia disebut Bhuwana Alit, sedangkan jagat raya disebut Bhuwana Agung.
Menurut kepercayaan Hindu, manusia pertama adalah Swayambu Manu. Nama ini bukan nama seseorang, melainkan nama spesies. Swayambu Manu secara harfiah berarti "makhluk berpikir yang menjadikan dirinya sendiri
Alam semesta beserta isinya yang tercipta atas kehendak Brahman, sudah barang tentu mengandung didalamnya zat yang nyata juga. Sekalipun dunia mengandung didalamnya unsur zat yang mutlak, namun kurang nyata, jika dibanding dengan Brahman itu sendiri. Karena kurang nyata maka dunia ini memiliki sifat yang dapat menyesatkan.
Karena proses penciptaan  ini, Brahman atau zat yang tertinggi masuk kedalam alam semesta ini dan mendukungnya dan berada di dalam segala yang ada. Tuhan berada dalam segala sesuatu dan menjadi azas dan hakekat segala sesuatu.
            Oleh karena Tuhan adalah imanent, berada di dalam segala sesuatu, maka Tuhan juga berada di dalam Manusia. Tiap jiwa perorangan ( atma ) mendapat bagian dalam Atman yang ilahi atau dalam purusottama.
Sekalipun Tuhan ada dalam diri manusia yaitu dalam atma atau berasal dari  purusanya, namun Tuhan tidak ikut serta dalam segala tindakan manusia, sebab Purusa dalam diri manusia hanya bersifat sebagai penonton saja. Disitu ia berada dalam keadaan yang sempurna, tidak ada hubungannya dengan segala aktivitas manusia.
Akan tetapi didalam manusia ada yang disebut ahamkara, yaitu azas keakuan manusia, yang menyangkutkan manusia dengan dunia luar. Oleh karena ahamkara inilah manusia dikaburkan pandangannya, termasuk mengenai purusa. Akibatnya purusa mengira diikat oleh prakirti karena trigunanya, sehingga purusa mengira bahwa ia sendirilah yang berbuat, bahwa ia mendapat bagian  dalam proses yang berlangsung di dalam prakirti dan dilakukan oleh prakirti. Demikianlah manusia menjadi korban ajnana/ketidak tahauan. Berada dalam Awidya/kegelapan.

Berikut ini seloka-seloka Bhagawad Gita pendukung Penciptaan Bumi Alam Semesta dan Manusia :

Semua mahluk datang pada Prakerti-Ku pada akhir peredaran kalpa, o Arjuna, dan pada permulaan kalpa yang berikutnya Aku cipta mereka kembali.(BG.IX.7)
Aku cipta berkali-kalidari prakerti-Ku seluruh mahluk ini, tanpa kehendak mereka dengan kekuatan Prakerti-Ku.(BG.IX.8)
Dan karma ini tidak mengikat Aku, sebab Aku duduk seolah-olah acuh tak acuh,tidak tersangkut denganperbuatan ini .(BG.IX.9)
Alam semesta ini dibawah pengawasan Prakerti-Ku, menjadikan segala sesuatu yang bergerak dan tidak bergerak, dengan ini dunia berputar (BG.IX.10)
Tanah, air,api, udara, akasa,budhi,manah,ahamkara, merupakan delapan unsur alam-Ku (BG.VII.4)
Inilah sesungguhnya Prakirti yang lebih rendah dan ketahuilah yang lebih tinggi adalah unsur hidup yaitu jiwa yang mendukung alam semesta ini (BG.VII.5)
Ketahuilah bahwa semua mahluk adanya berasal dari garba ini. Aku adalah asal mula dan peleburnya. (BG.VII.6)
Ketahui juga olehmu bahwaPrakirti dan Purusa kedua-duanya tanpa mula dan ketahui pulalah bahwa perobahan dan triguna terlahir dari Prakerti juga (BG.XIII.19)
Prakerti diebut sebagai sebab terciptanya alat, sebab akibat dan Purusa dikatakan sebagai sebab adanya pengalaman suka dan duka (BG.XIII.20)
Purusa duduk dalam Prakerti mengalami Triguna yang ada pada Prakerti sendiri dan ikatan dengan atribut menimbulkan akibat kelahiran baik-buruknya pada Garbha. (BG.XIII.21).
MahaPurusa yang ada dalam badan bertindak sebagai saksi,pengawas,pendukung yang mengalami, penguasa tertinggi, Parama Atman. (BG.XIII.22)

Disarikan dari
      1.     Harun Hadiwijono: Sari Filsafat India,BPK Gunung Mulya,Jkt. 1989
      2.     Gede Puja: Bhagawad Gita, Mayasari, Jkt. 1985/1986
      3.     www.wikipedia indonesia> penciptaan bumi dan manusia menurut Hindu

REINKARNASI : HUKUM KEKEKALAN ENERGI DAN CARA MENGHINDARINYA

Pengertian Reinkarnasi

Reikarnasi berarti kelahiran yang berulang-ulang atau disebut juga numitis kembali  atau Samsara/ punarbhawa. Di dalam Weda disebutkan bahwa  : Penjelmaan jiwatman yang berulang-ulang di dunia ini atau di dunia yang lebih tinggi disebut Samsara,  Kelahiran yang berulang-ulang ini membawa Karma- Bakti-Danapunia dan Tapa kita sebelumnya, akibatnya terjadilah  suka dan duka. Reinkarnasi  terjadi karena Jiwatman masih terikat oleh hal-hal duniawian yaitu :  kenikmatan,  makan, minum, sex, harta dan kekuasaan

Reinkarnsi merupakan kesimpulan atas semua karma

Reinkarnasi merupakan bentuk perputaran Karma,  Setiap mahluk yang hidup  pasti akan mengalaminya. Reinkarnasi merupakan kesimpulan atas semua Karma-Bhakti-Danapunia dan Tapa yang telah dilakukan dalam suatu siklus kehidupan.  Baik buruknya perbuatan (karma) serta kwalitas Bhakti nya terhadap Hyang Widdhi akan menentukan  kwalitas kehidupan pada reinkarnasi berikutnya.

Reinkarnasi merupakan hukum kekekalan energi

Bahwa setelah kematian, badan jasad beserta Dzat hidup yang ada dalam badan (Jiwatman)  tidak musnah melainkan hanya berubah sampai mencapai kesempurnaan.  Reinkarnasi telah dibuktikan dengan hukum kekekalan energi oleh James Prescott Joule, seorang ahli fisika berkebangsaan Inggris yang namanya di abadikan menjadi satuan energi. Hukum kekekalan Energi Joule berbunyi sebagai berikut :

 “Energi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan, energi hanya dapat diubah dari satu bentuk ke bentuk lainnya”. 

Sedangkan Hukum Reinkarnasi yang tertulis di kitab Bagawad Gita, yang turun di medan perang Kurusetra tahun 3138 SM dan dicatat oleh Maharsi Wiyasa mengatakan sebagai berikut :


  1. Apa yang tidak ada tidak akan pernah ada, dan apa yang ada tidak akan berhenti ada keduanya telah dimengerti oleh mereka yang mampu melihat hakekat pertama (BG.II.16)

  2. Demikian juga tidak pernah ada saat dimana Aku, Engkau dan para pemimpin ini tidak ada, dan tidak akan ada saat dimana kita akan berhenti ada sekalipun sesudah mati (BG.II.12)

  3. Ini tidak pernah lahir pun tidak pernah mati atau setelah ada tidak akan berhenti ada, ini tidak dilahirkan, kekal, abadi yang sejak dahulu Dia tidak mati pada saat badan jasmani ini mati (BG.II.20)

Hukum kekekalan energi dan hukum reinkarnasi setuju bahwa zat atau materi itu tidak pernah musnah, melainkan hanya berubah, dari satu materi ke materi lain atau dari energi ke materi lain, atau dari materi ke energi lain, atau dari energi ke energi lain, atau dari kehidupan ke kehidupan lain.



Sedangkan Dzat Hidup yang ada dalam badan mahluk hidup tidak pernah dilahirkan dan tidak pernah mati.  Atau setelah ada tidak akan pernah berhenti ada. Ya tidak dilahirkan, kekal, abadi sejak dahulu. Dia tidak mati pada saat badan ini mati (BG.II.20)



Sebagaimana halnya orang menanggalkan pakaian yang telah dipakai dan menggantikannya dengan yang baru, demikian pula halnya Jiwatman meninggalkan badan yang telah dipakai dan memasuki jasmani yang baru.(BG.II.22)



Demikian juga halnya dengan kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya,  manusia dan mahluk hidup lainnya tidak akan pernah musnah melainkan hanya berubah. Meski manusia atau mahluk hidup telah mati, tetapi Jiwatman-nya tetap hidup untuk mencari kehidupan baru. Badan dan tubuhnya kemabli ke Panca  Bhuta :  yang berasal dari air (apah) kembali menjadi air, yang berasal dari tanah (pertiwi) kembali menjadi tanah, yang berasal dari panas/api (Teja) kembali menjadi panas/api yang berasal dari udara (Bayu) kembali ke udara yang berasal dari ruang  (akasa) kembali ke akasa dan sedang Dzat Hidup-nya yaitu Jiwatman-nya kembali mencari bentuk baru untuk menyempurnakan diri, terus berulang-ulang bersiklus sampai suatu saat sang Jiwatman nya benar-benar sempurna untuk bisa kembali ke asalnya yaitu Hyang Widdhi Wasa



Reinkarnasi :  Kesempatan untuk memperbaiki Bhakti, Danapunia,Tapabrata dan Karma



Keyakinan terhadap Reinkarnasi ini yang berhubungan erat  dengan Karma -Bakti, Danapunia dan Tapa  akan membuat setiap umat manusia  memperbaiki kwalitas hidupnya. Karena  kehidupan sekarang ini merupakan kesempatan yang baik untuk memperbaiki diri.  Hidup di dunia saat ini hanya untuk mampir ngombe. Sehingga Karma, Dana, Tapa dan Bhakti  perlu ditingkatkan kwalitasnya.



Dalam Bagawad Gita XVIII.5 Sri Krisna memerintahkan setiap manusia untuk selalu melaksanakan Empat  hal dan tidak boleh mengabaikannya  yaitu : 



1.      Beryadnya   Sebagai wujud berbakti kepada Hyang Widdhi

2.      Dana ( ber-dana-punia/sedekah),

3.      Tapa /Pengendalikan diri,  pengendalian  terhadap pikiran, perkataan, perilaku, makan, minum dan nafsu seksual

4.      Karma  ( perilaku yang baik/subakarma).



Yajna  dana tapah karma  na  tyajyam  karyam  ewa tat,  Yajno danam tapas cai’wa Pawanani manisinam (BG.XVIII.5)



Beryadnya, berdanapunia,  bertapabrata    dan karma,  jangan diabaikan melainkan harus dilakukan,  sebab ber-yadnya,ber-danapunia dan ber-tapabrata adalah cara untuk mensucikan diri bagi orang bijaksana



Reinkarnasi bisa terjadi dari Sorga dan bisa dari Neraka. Kita bisa melihat berbagai realitas kwalitas kehidupan yang ada di sekitar kita. Ada yang sejak lahir sudah cacat, sakit-sakitan, jelek dan dari keluarga miskin. Dan ada juga dari lahir sudah ganteng/rupawan, kaya, pintar dan lahir dikalangan bangsawan. Ada juga yang rupawan/ganteng dan lahir dari keluarga miskin. Ada juga yang cacat, jelek dan sakit-sakitan  lahir dari keluarga kaya.  Dan ada juga variasi dari hal- hal tersebut diatas, tergantung karma-bakti -Dana dan Tapa-nya pada kehidupan sebelumnya, sehingga reinkarnasi-nya dari sorga tingkat keberapa atau dari neraka tingkat yang ke berapa.



Upaya membebaskan diri dari hukum Reinkarnasi



Supaya dibebaskan dari Reinkarnasi (perputaran karma) maka setiap umat manusia harus selalu mengikuti ajaran Weda (sastrawiddhi) dan selalu melaksanakan perintah-perintah kitab Weda dengan penuh keyakinan dan bebas dari kepentingan duniawi



Ye me matam idam nityam   anustisthanti manawah, sraddawanto ‘na suyanto mucyante te’pi karmabhih  (BG.III.31)                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                     

Mereka yang selalu mengikuti ajaran-Ku ini dengan penuh keyakinan dan bebas dari kepentingan duniawi akan dibebaskan dari belengu perputaran karma  ( Reinkarnasi)



Sedangkan mereka yang meninggalkan Weda (sastrawiddhimUtsrijya), karena dipengaruhi oleh nafsu duniawi, tidak akan pernah bisa mencapai kesempurnaan (siddhim), kebahagiaan (sukham) dan tidak pernah bisa mencapai tujuan tertinggi (param gatim= Moksa)  (BG.XVI.23) dan pasti akan selalu mengalami reinkarnasi



Dengan selalu mengagung-agung-kan nama-nama Hyang Widdhi, berusaha dengan teguh memegang sumpah, sujud kepada Hyang Widdhi dalam pengabdian dan disiplin jiwa, ber-bhakti kepada Hyang Widdhi. Yang berjiwa mulia, memiliki sifat suci, mengetahui Hyang Widdhi yang tak termusnahkan sebagai sumber segala mahluk, selalu sujud ber-bhakti kepada Hyang Widdhi dengan memusatkan pikiran.(BG.14 & 13)

Dengan selalu melaksanakan Yadnya, ber-Danapunia, mengendalian diri (Tapa) tarhadap pikiran, perkataan, perbuatan, serta mengendalikan diri terhadap makan, minum dan nafsu seksual, serta ber-perilaku (Karma) yang baik, untuk mensucikan diri dan melukat/meruwat segala kesialan/mala.

Pusatkan pikiranmu kepada-Ku, bersembahyanglah hanya kepada-Ku, bersujudlah kepada-Ku, Pujalah Aku selalu, dan setelah engkau mengendalikan dirimu dengan menjadikan Aku sebagai tujuan tertinggi, maka engkau akan tiba kepada-Ku. (BG.IX.34).

  

                                    ==>Mudah-mudahan berhasil <==

                                              ==>Matur Suksme<==

Jumat, 08 Februari 2013

Kerukunan dan Toleransi umat beragama dalam pandangan Hindu

Disampaikan oleh : dr. I Nyoman Mudiarcana

Anggota FKUB Kab. OKU-Sumatera Selatan



Pengantar

Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku bangsa, beraneka ragam ras, bermacam-macam golongan, beragam budaya.  Penduduknya menganut berbagai macam agama serta penganut kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang berbeda-beda.  Hal itu merupakan Anugrah dari tuhan YME. Bagaikan pelangi diangkasa, menjadi sangat indah karena disusun oleh berbagai spektrum warna yang berbeda-beda. Atau sebuah taman yang ditumbuhi berbagai macam bunga aneka warna dan tumbuh bermacam-macam pohon beraneka bentuk serta hidup bermacam-macam burung berkicau yang sangat indah.

Namun kalau tidak rukun dan bercerai-berai maka akan menimbulkan kehancuran.  Ruang yang begitu indah akan menjadi porak-poranda dan menimbulkaan penderitaan. Kehancuran dan penderitaan terjadi karena sifat-sifat manusia yang serakah, mudah marah, dan nafsu yang tidak terkendali.  Sifat manusia yang penuh nafsu, serakah dan cepat marah seringkali menimbulkan komplik di masyarakat. Kelalaian dalam  menyikapi setiap komplik kecil dimasyarakat dapat meluas menjadi bentrokan antar suku, agama, ras dan antar golongan (SARA), sehingga menimbulkan perpecahan yang sangat merugikan kerukunan dan kesatuan bangsa.

Oleh karena itu setiap pemimpin umat beragama, tokoh-tokoh adat, komponen masyarakat lainnya maupun pemerintahan agar selalu mewaspadai, munculnya potensi komplik dilingkungannya. Dapat mendeteksi dan mengambil langkah cepat dalam mengatasi setiap potensi komplik. Dan tetap menjaga Kerukunan Antara umat beragama, suku, ras dan antar golongan.

Kerukunan hidup beragama
                                                                                                                             Kerukunan umat beragama berarti antara pemeluk-pemeluk agama yang berbeda bersedia secara sadar hidup rukun dan damai.  Hidup rukun dan damai dilandasi oleh toleransi, saling pengertian, saling menghormati, saling menghargai dalam kesetaraan dan  bekerjasama dalam kehidupan sosial di masyarakat. Hidup rukun artinya hidup bersama dalam masyarakat secara damai, saling menghormati dan saling bergotong royong/bekerjasama.

Manusia ditakdirkan Hyang Widdhi sebagai makhluk sosial yang membutuhkan hubungan dan interaksi sosial dengan sesama manusia. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan kerja sama dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan material, kebutuhan spiritual, maupun kebutuhan akan rasa aman.

Kitab Weda (Kitab suci Umat Hindu)  memerintahkan manusia untuk selalu menjalankan Tri Hita Karana Yaitu : selalu berbakti kepada Hyang Widdhi,  hidup rukun dengan alam lingkungan, serta hidup rukun dengan sesama umat  manusia.  Dalam menjalin hubungan dengan  umat manusia, diperinthkan untuk selalu rukun tanpa memandang :  ras, kebangsaan, suku, agama, orang asing, pribumi maupun pendatang, dls. Sehingga umat Hindu selalu berdoa sebagai  berikut :

Samjnanam nah svebhih, Samjnanam aranebhih, Samjnanam asvina yunam, ihasmasu ni ‘acchalam.(Atharvaveda VII.52.1

Artinya :

Semoga kami memiliki kerukunan yang sama dengan orang-orang yang dikenal dengan akrab, Semoga kami memiliki kerukunan yang sama dengan orang-orang asing, semoga Engkau memberkahi kami dengan keserasian (kerukunan/keharmonisan)

Janam bibhrati bahudha vivacasam, nanadharmanam prthivi yathaukasam, sahasram dhara dravinasya me duham, dhruveva dhenur anapasphuranti ( Atharvaveda XII.I.45)

            Artinya :

Semua orang berbicara dengan  bahasa yang berbeda-beda, dan memeluk Agama (kepercayaan) yang berbeda-beda, Sehingga Bumi Pertiwi bagaikan sebuah keluarga yang memikul beban.  Semoga Ia melimpahkan kemakmuran kepada kita dan menumbuhkan penghormatan diantara kita, seperti seekor sapi betina kepada anak-anaknya

Bahkan umat Hindu selalu berdoa untuk keselamatan seluruh mahluk hidup, seperti bait ke 5 Puja Trisandya  yang wajib dilantunkan 3 (tiga) kali dalam sehari oleh umat Hindu yang taat :

Om Ksamasva mam mahadewa, sarwaprani hitangkara, mam moca sarwa papebyah, palayaswa Sadasiwa) yang artinya : Hyang Widdhi ampunilah hamba, semoga semua mahluk hidup (Sarwaprani) memperoleh keselamatan ( hitangkara ),bebaskan hamba dari segala dosa dan lindungilan hamba. (Keterangan. : Mahadewa dan Sadasiwa adalah nama-nama ke-Maha Kuasa-an Hyang Widdhi Wasa/Tuhan YME).

Perintah-perintah Hyang Widdhi  kepada manusia supaya selalu hidup rukun

Didalam pustaka suci weda terdapat perintah-perintah Hyang Widhi tentang hidup rukun diantaranya :

               1.      Tri Hita Karana.                                                              
               2.      Tri Kaya Parisudha,   
               3.       Catur paramita       
               4.      Tat Twam Asi
        
        1.      Tri Hita Karana

  Tri Hita Karana artinya tiga penyebab kebahagiaan yaitu :
1.      Membina hubungan yang harmonis antara manusia dengan Hyang Widdhi Wasa/ Tuhan YME (Parahyangan)
2.      Membina hubungan harmonis antara manusia dengan manusia tanpa membedakan asal usul, ras, suku, agama, kebangsaan dll. (Pawongan)
3.      Membina hubungan harmonis antara manusia dengan alam lingkungan(Palemahan)

Ketiga-tiga hubungan yang harmonis ini dapat mendatangkan kebahagiaan, kedamaian, kerukunan bagi kehidupan manusia.

2.      Tri Kaya Parisudha
                                                                                                                                                                                              Tri Kaya Parisudha  artinya tiga perilaku yang harus disucikan yaitu :
1.     Manacika Parisudha, yaitu mensucikan pikiran, antara lain: selalu berpikir positif terhadap orang lain, berpikir tenang (manahprasadah), lemah lembut (saumyatwam), pendiam (maunam), mengendalikan diri (atmawinigrahah), jiwa suci/lurus hati (bhawasamsuddir).
2.      Wacika Parisudha, yaitu mensucikan ucapan, antara lain :  berkata yang lemah lembut, berkata yang tidak melukai hati/tidak menyinggung perasaan/tidak menyebabkan orang marah (anudwegakaram wakyam), berkata yang benar(satyam wakyam/satya wacana),  berkata-kata yang menyenangkan (priyahitam wakyam),  dapat dipercaya dan berguna.
3.      Kayika Parisudha, yaitu mensucikan perbuatan, antara lain :     bertingkah laku yang santun,  hormat pada para orang suci/pendeta,   hormat pada para guru,    hormat pada orang yang arif bijaksana,   berperilaku  suci( saucam),   benar (arjawa),  tidak menyakiti/membunuh mahluk lain (ahimsa).

Tri kaya Parisudha merupakan  petunjuk Hyang Widdhi (BG.XVII.14-16) kepada manusia dalam mencapai kesempurnaan Hidup.  Trikaya parisudha diperintahkan  supaya setiap orang selalu berpikir positip terhadap orang lain, berkata-kata yang lemah lembut dan menyenangkan orang lain, serta menghindari berperilaku yang membuat orang lain tidak senang. Melaksanakan Trikaya parisudha untuk menghindari adanya rasa kurang menghormati harkat dan martabat manusia yang dapat menimbulkan kemarahan dan rasa dendam yang berkepanjangan di antara sesama manusia.

3.      Catur Paramita

Di samping itu dalam pergaulanya di masyarakat manusia diperintahkan untuk  selalu mendasarkan tingkah lakunya kepada Catur Paramita” yaitu : 
1.      Maitri, mengembangkan rasa kasih sayang. 
2.      Mudhita, membuat orang simpati. 
3.      Karuna, suka menolong.  
4.      Upeksa, mewujudkan keserasian, keselarasan, kerukunan  dan keseimbangan   

4.      Tat Twam Asi

Apabila diterjemahkan secara artikulasi Tat Twam Asi berarti Itu adalah Aku atau kamu adalah aku. Dalam pergaulan hidup sehari-hari  manusia diperintahkan selalu berpedoman kepada Tat Twam Asi, sehingga tidak mudah melaksanakan perbuatan yang dapat menyinggung perasaan bahkan dapat menyakiti hati orang lain dan pada akhirnya menimbulkan rasa iri hati  benci dan kemarahan.  Dengan menganggap orang lain adalah diri kita sendiri, berarti kita memperlakukan orang lain, seperti apa yang ingin orang lain lakukan terhadap kita.

Tat Twam Asi menjurus kepada Tepa Selira atau Tenggang Rasa yang  menuntun manusia dalam berpikir, berkata-kata  dan berperilaku,  sehingga tidak berpikir negatif terhadap orang lain, tidak berkata-kata yang dapat menyinggung perasaan orang lain,  dan tidak berperilaku  yang dapat merugikan orang lain.

Musuh-musuh dalam diri manusia penyebab terganggunya Kerukunan dan ketentraman :

Ada enam musuh utama dalam diri manusia yang harus dikalahkan untuk meningkatkan spiritualitas manusia, sekaligus bermanfaat menciptakan kerukunan dan kedamaian Umat manusia.  Ke-enam musuh yang ada pada manusia disebut Sad Ripu yaitu :
1.      Kama artinya sifat penuh nafsu indriya terutama nafsu sex.
2.      Lobha artinya sifat loba dan serakah.
3.      Krodha artinya sifat  pemarah/mudah marah.
4.      Mada artinya sifat suka mabuk-mabukan
5.      Moha artinya sifat  angkuh dan sombong.
6.      Matsarya artinya  sifat dengki dan iri hati

Selain enam musuh utama dalam diri manusia yang harus dikalahkan,  adalagi yang disebut Sad Atatayi,  yaitu enam kejahatan yang  membuat manusia menderita, sehingga dilarang untuk dilakukan  yaitu :
1.      Agnida: membakar milik orang lain.
2.      Wisadameracuni dengan racun ( insektisida maupun bahan kimia atau obat-obat terlarang) orang lain atau mahluk lain.
3.      Atharwa: menggunakan ilmu hitam (black magic, misalnya santet, sihir, gendam, leak dll) untuk menyengsarakan orang lain.
4.      Sastraghna: mengamuk atau membunuh .
5.      Dratikrama: memperkosa termasuk juga pelecehan sexual.
6.      Rajapisuna: memfitnah

Dalam Bhagavadgita XVI.21-22. Kama (nafsu sex), krodha (marah) dan lobha (serakah) disebutkan sebagai tiga jalan menuju neraka (Triwidham narakasye’dam), Jalan untuk menuju kehancuran diri (dwaram nasanam atmanah ), sehingga ketiganya harus disingkirkan (tasmad etat trayam tyajet) dari diri manusia. Orang yang bisa membebaskan diri dari Kemarahan, Keserakahan, dan Nafsu sexual yang tidak pantas dan berbuat untuk kemuliaan Tuhan YME akhirnya bisa mencapai tempat yang tertinggi ( sorga bahkan moksa)

Kemarahan atau orang yang marah  dapat  menimbulkan penderitaan bagi orang lain. Kemarahan yang di ujudkan dengan kekerasan,  misalnya membunuh, membakar, mencelakai dan lain sebagainya mengganggu ketentraman dan kedamaian.

Orang yang cepat marah atau sering marah-marah dapat menderita   berbagai  penyakit diantaranya : serangan jantung, hipertensi, stroke dan  radang lambung (maag). Kenapa orang yang sering marah atau cepat marah mudah terserang penyakit tersebut ?,  mekanismenya sebagai berikut :

Pada saat marah,  tonus syaraf simpatis akan meningkat. Syaraf simpatis mempunyai target organ diantaranya di pembuluh darah, jantung dan glandula adrenal dan ginjal.  Pada pemuluh darah menyebabkan penyempitan pembuluh darah, pada jantung menyebabkan denyut jantung meningkat, pada glandula adrenal memacu keluarnya hormon adrenalin yang menyebabkan pembuluh darah menyempit dan jantung berdebar-debar, sedangkan pada ginjal memacu apparatus juxta glomerularis untuk mengeluarkan renin.... dst menyebabkan penyempitan pemuluh darah dan tertimbunnya cairan pada pembuluh darah.   Pembuluh darah menyempit sementara pompa jantung bekerja sangat kuat ditambah tertimbunnya cairan pada pembuluh darah menyebabkan tekanan dalam pembuluh darah sangat tinggi (Hipertensi). Tekanan darah tinggi yang tidak bisa diatasi oleh pembuluh darah bisa menyebabkan pecahnya pembuluh darah, kalau diotak disebut STROKE dan kalau di jantung bisa menyebabkan mati mendadak(SADDEN DEATH). Kemarahan juga memacu syaraf parasimpatis  pada lambung,  sehingga lambung mengeluaran asam lambung,  penyebab    radang lambung (penyakit maag). Oleh karena itu kendalikan kemarahan dengan selalu BERSABAR.

Keserakahan, misalnya:  mengurangi hak orang lain, menggelapkan hak orang lain, korupsi, memindahkan patok/batas-batas tanah, merampas secara paksa hak-hak  orang lain, dll  dapat menimbulkan penderitan pada orang lain. Apabila si korban tidak bisa menerima perlakuan tersebut dapat menimbulkan percekcokan yang ujung-ujungya kerukunan terganggu.

Sedangkan Nafsu seksual  yang tidak pada tempatnya (berzinah) dapat menimbulkan berbagai penyakit kelamin, HIV/AIDS dan bahkan menimbulkan pertengkaran. Oleh karenanya marah, serakah dan nafsu disebut dalam kitab suci Weda(BG. XVI.21 ) merupakan tiga jalan menuju neraka, jalan menuju kahancuran diri (Triwidham narakasye’dam,dwaram nasanam atmanah)

Kerukunan beragama dalam sejarah di Indonesia
                                                                                                                        
Pada masa kerajaan-kerajaan di Indonesia, perselisihan antara sekte-sekte agama Hindu (sekte: Brahmanisme, Waisnawa,  Siwaisme,  Pasupata, Sora, Kala, Sakta,  Bairawa,  Ganapateya dll) dirukunkan oleh Mpu Kuturan.  Mpu Kuturan yang menjabat sebagai penasehat Raja Udayana ( Th.989-1011 M) menggabungkan berbagai sekte keagamaan Hindu yang ada di Bali menjadi tiga sekte besar. Mpu Kuturan memperkenalkan konsep Tri Murti yang diaktualisasikan dalam bentuk Kahyangan Tiga, yaitu : Pura Desa, Pura Puseh dan Pura Dalem, yang disungsung oleh tiap-tiap Desa pekraman(desa Adat) di Bali.

Perbedaan antara Siwaisme dan Budisme di Indonesia, dirukunkan oleh Mpu Tantular di jaman Majapahit(Th.1380 M) menjadi Agama Siwa-Budha, yang tertuang dalam buku Sutasoma, dimana Purusadha mewakili Siwaisme dan Sutasoma mewakili Budhisme.  Didalam Buku Sutasoma terdapat kalimat  Bhineka Tunggal Ika, tan hana dharma mangrwa “, artinya : Meskipun berbeda-beda  tetap Satu, tidak ada kebenaran mendua.

Penyatuan sekte-sekte ini tidak bertentangan dengan Weda, kitab sucinya umat Hindu, kitab yang  berasal dari Hyang Widdhi, seperti dinyatakan langsung oleh Hyang Widdhi dalam BG. XV.15  Weda ntakrid wedawid ewa ca ‘hamAkulah pencipta weda dan Aku yang mengetahui isi weda.  Kitab Weda disebut juga  sastrawiddhi/ sastra brahman karena berasal dari Hyang Widdhi/Brahman/Tuhan YME.

Didalam Weda (Rg.Veda I.64.46) terdapat mantra  berikut : Ekam sadvipra bahudha vadanti, yang artinya : Ia adalah Esa (Ekam Sad=Ia Satu/Esa). Para bijaksana(Vipra=orang bijak) menyebut dengan berbagai nama (bahudha vadanti=menyebut dengan berbagai nama ).

Penyatuan Siwa-Budha tidak otomatis membuat umat Budhis menjadi Siwaisme atau sebaliknya penganut Siwaisme menjadi Budhis. Penyatuan hanya dalam tataran sosial kemasyarakatan.Dengan konsep agama Siwa-Budha para  menganut Siwaisme dan Budhisme bisa hidup rukun, meski tetap dalam perbedaan tata cara ritual, tempat ibadah maupun penyebutan terhadap nama Tuhan Yang Maha Esa. 

Bahkan saat upacara besar seperti Tawur Agung ke Sanga, menjelang tahun baru Saka/NYEPI),  ke empat Pendeta yaitu, Pendeta Siwa, Pendeta Waisnawa, Pendeta dari Brahmanisme dan Pendeta Buddha secara bersama-sama muput upacara Tawur Agung Kesanga.



Untuk mendapat gambaran lebih  lanjut,  di bawah ini akan disampaikan beberapa mantra/sloka Kerukunan yang terdapat dalam Kitab Weda : 

1.      Mantra-mantra yang memerintahkan manusia saling mencintai satu dengan lainnya, berkata-kata yang lembut, menahan nafsu dan amarah dan pengendalian diri/pengendalian indriya.

Wahai umat manusia, Aku memberimu sifat-sifat ketulusan, keikhlasan, mentalitas yang sama dan perasaan berkawan tanpa kebencian (permusuhan). Seperti halnya induk sapi mencintai anak-anaknya yang baru lahir, begitulah seharusnya kalian saling  mencintai satu sama yang lain.( Sahrdayam sammanasyam, avidvesam krnomi vah, anyo anyam abhi haryata,  vatsam jatam ivighnya) ( Atharvaveda III. 30.1)

Wahai umat manusia, berbicaralah dengan kata-kata yang lebih manis dari pada mentega dan madu yang dijernihkan (Ghrtat svadiyo madhunas ‘cavovata)   ( Rg.veda. VIII.24.20)

Seseorang yang berbicara dengan kata-kata yang manis menerima berkah (dari Hyang   Widdhi ) (Apnoti sukta vakena asisah )( YayurvedaXIX.29)

Dia yang dapat menahan nafsu birahi dan amarah didunia ini, sebelum meninggalkan jasad raganya, dia adalah Yogi, dia adalah orang yang bahagia. (Saknoti ‘hai wa yah sodhum,  prak sarira wimoksanat, kamakrodhadbhawam  wegam, sa yuktah  sa sukhi ’narah). (Bhagavadgita V.23)

Menguasai panca indriya, perasaan dan pikiran, seseorang Muni yang berhasrat mencapai kelepasan (moksa), membuang jauh-jauh nafsu, takut dan murka/marah,  mereka akan mencapai moksa. ( Yatendriya mano bhuddir, munir moksaparayanah,   wigateccha bhaya krodha, yah sada mukta cwasah). (Bhagavadgita V.28)
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                             2.      Mantra-Mantra yang memerintahkan untuk saling  bertoleransi dalam ber-agama/ berkepercayaan kepada Tuhan YME dan tidak saling bermusuhan dan selalu mengusahakan kesejahteraan umat manusia

Aku tidak pernah iri dan selalu bersikap adil terhadap semua mahluk, bagi-Ku tidak ada yang paling Aku benci dan tidak ada yang paling Aku kasihi, tetapi yang berbakti kepadaku, Dia berada pada-Ku dan Aku bersamanya / Samo ‘ham sarvabhutesa, na medewsyo ‘sti na priyah, ye bhajanti tu mam bhaktya, mayite besu ca’pyaham, (Bhagavadgita IX.29) 
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                    
Denganalan apapun  manusia mendekati-Ku,  semuanya Kuterima sama,  manusia menuju jalan-Ku dari berbagai jalan. /Ye Yatha Mam Prapadyante,Tams Tathal Va Bhajamy Aham,   Mama Vartma Nuvartante, Manusyah Partha Arvasah,    (Bhagawadgita, IV.11)                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                         

Apapun bentuk kepercayaan yang ingin dipeluk oleh penganut Agama, Aku perlakukan kepercayaan mereka sama, supaya tetap teguh dan sejahtera/ Yo yo yam yam tanum bhaktah,sraddaya 'rcitum icchati,     tasya-tasya calam sraddham, tam ewa widadhamyaham (BG.VII.21)                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                             

Berpegang teguh pada kepercayaan itu, mereka berbakti pada keyakinan itu pula dan dari padanya memperoleh harapan mereka, yang sebenarnya hanya dikabulkan oleh-Ku/ Sa taya sraddhaya yuktas, tasya radhanam ihate, labhate ca tatah kaman, mayai wa wihitan hi tah, (Bhagavadgita VII.22)

Akan tetapi hasil yang didapat mereka, orang-orang yang berpikiran picik adalah sementara, Yang menyembah Dewata pergi ke pemujaan Dewa-dewa, tetapi para pemuja-Ku datang langsung kepada-Ku/ Antawat tu phalam sesam, tad bhawatu alpamedhasam, dewam dewayajo yanti, mad bhakta yanti mamapi ( Bhagavadgita VII.23).

Yang bekerja untuk-Ku,menjadikan Aku sebagai tujuan utama,selalu berbakti kepada-Ku, tiada bermusuhan tehadap semua insani ( semua umat manusia), dia sampai kepada-Ku/Matkarmakrin matparamo, madbhaktah sangavarjitah, nirvairah sarvabhuteshu, yah sa mam eti (BG. XI.55)

Dengan menahan panca indrya dan hawa nafsu, selalu seimbang (tenang) dalam segala situasi, selalu berusaha untuk kesejahteraan umat manusia (semua insani), mereka juga sampai kepada-Ku/Samniyamye ‘ndriyagramam, sarvatrasamabuddhayah, te prapnuvanti mam eva, sarvebhutahite ratah (BG.XII.4)
3.      Perintah Hyang Widdhi supaya umat manusia hidup Bersatu dan Rukun

Didalam Atharvaveda III.30.4 . Hyang Widdhi bersabda :

Wahai umat Manusia, persatuanlah yang menyatukan semua para Dewa, Aku memberikan yang sama kepadamu juga sehingga kalian mampu menciptakan persatuan diantara kalian./ Yena deva naviyanti, no ca vidvisate mithah, tat krnmo brahma vo grhe,samjnanam purunebhyah

Karena Aku berada dalam tubuh manusia, mereka yang dunggu tidak menghiraukan Aku, tidak mengetahui prakerti-Ku yang lebih tinggi, sebagai raja agung alam semesta/Awajananti mam mudha, manusim tanum asritam, param bhawam ajananto, mama bhutamaheswaram (BG. IX.11)

Dia yang melihat Tuhan bersemayam didalam semua mahluk, yang tidak dapat dimusnahkan, walaupun berada pada mereka yang dapat musnah, sesungguhnya ialah yang melihat. (BG. XIII.27))/samam sarwesu bhutesu, tistantam parameswaram, winasyatawa awinasyantam,yah pasyati sa pasyati

Sesungguhnya ia yang melihat Tuhan bersemayam sama dimana-mana, ia tidak akan menyakiti jiwa dengan jiwa dan ia pun mencapai tujuan utama(BG.XIII.28)/Samam pasyani hi sarwatra, sama wasthitam iswaram,na hinasty atmana’tmanam,tato yati param gatim(BG.XIII.28)

Dari beberapa kutipan tersebu dapat ditarik kesimpulan bahwa semua manusia diperintahkan untuk hidup rukun dan hidup saling hormat mengormati, karena didalam diri manusia terdapat dzat hidup yang merupakan percikan Tuhan yaitu  Atma.  Atman Brahman Aikiam  yang artinya setiap orang mempunyai inti dari percikan suci yang sama yaitu Brahman/Tuhan YME. Sehingga setiap orang harus memperlakukan orang lain ( tidak perduli suku, ras, kebangsaan, kepercayaan, agama dll) sama. Seperti ia memperlakukan dirinya sendiri. Karena semua mahluk hidup berasal dari dzat yang sama, maka semua mahluk adalah satu keluarga, disebut juga Vasudaiva kutumbakam




Fanatisme buta menutup toleransi dan kerukunan umat beragama

Keyakinan terhadap perintah Trikayaparisudha, Tat Wam Asi, Tri Hita Karana,  catur paramita serta Atman Brahman Aikiam, Sad Ripu dan Sad Atatayi menuntun manusia untuk mensucikan diri  dari kebodohan dan kegelapan batin, dan menjauhkan diri dari sikap marah, serakah dan nafsu.  Sikap-sikap negatif yang sering muncul  diakibatkan oleh ketidaktahuan (avidya), juga  didorong oleh sikap fanatisme buta yaitu sikap yang tidak mau menerima kebenaran dari sumber lain (buku-buku lain),  suatu sikap yang hanya meyakini kebenaran mutlak hanya ada pada  satu sumber.

Penganut sikap fanatisme buta ini tidak menyadari  bahwa Tuhan YME adalah maha segalanya, sehingga membatasi kemahakuasaannya hanya pada satu kelompok agama, atau satu kelompok bangsa  tertentu.  Fanatisme yang buta sering  menganggap rendah agama lain namun sensitif terhadap agamanya sendiri.   Sikap seperti ini sering sekali meminta korban  darah bahkan nyawa manusia untuk dipersembahkan atas nama Tuhannya.

Munculnya sikap fanatisme buta semata-mata karena pengetahuan dan pemahaman yang sempit terhadap agamanya sendiri dan tidak membuka diri untuk mengetahui kebenaran dari sumber-sumber lain. 

Di samping sikap fanatisme buta tersebut ada juga sikap yang toleran yang dapat mewujudkan rasa kerukunan umat beragama,  sikap taat pada agama yang dipeluknya tetapi tidak merendahkan agama lain. Sikap semacam ini muncul  karena  memiliki pengetahuan yang baik tentang agamanya dan juga membuka diri untuk mendengar kebenaran lain dari berbagai sumber, termasuk kebenaran yang terdapat dari agama  lain.


Langkah-langkah meningkatkan kerukunan umat beragama

Untuk  meningkatkan kerukunan hidup beragama, langkah yang paling penting dilakukan adalah :

·     Mengajarkan kepada setiap umat beragama untuk selalu berpikir positif terhadap orang lain, bertutur kata yang tidak propokatif dan tidak membuat pendengarnya sakit hati,  berperilaku baik, seperti : tidak melanggar norma-norma umum,  norma kesusilaan, norma adat istiadat,  maupun norma hukum negara/tidak melanggar hukum Negara.

·   Menumbuhkan penghargaan,  saling pengertian, toleransi,  serta  belajar untuk saling memahami diantara umat beragama. Dan tidak berbuat hal-hal yang dapat menyinggung sentimen keagamaan.

·  Untuk menumbuhkan penghargaan dan saling pengertian, maka setiap umat bergama, hendaknya mengerti secara baik dan benar tentang agamanya sendiri dan dilengkapi dengan pengetahuan yang cukup dan benar tentang agama lainnya, sehingga mengetahui hal-hal baik di agama lain dan mengetahui pula hal-hal yang sangat dilarang/ditabukan/diharamkan di agama lain.


·     Para pemimpin agama bekerja sama dengan pemimpin agama lainnya (Islam, Hindu, Kristen,     Budha dan Konghucu) untuk mengatasi musuh bersama umat manusia yaitu : Keterbelakangan, kebodohan, kemiskinan dan penyakit sosial lainnya.

·     Para pemuka agama, pemimpin lembaga-lembaga keagamaan dan pemerintah, supaya selalu mempromosikan :  toleransi, kerukunan dan kedamaian diantara para pemeluk agama di masyarakat, sekolah-sekolah umum, sekolah-sekolah keagamaan, maupun ditempat-tempat ibadah.

·    Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) lebih diberdayakan sampai kedesa-desa, dengan lebih sering mengadakan dialog-dialog kerukunan, sekaligus sebagai ajang silaturahmi antar umat beragama.

·         Dalam momen-momen hari penting Bangsa Indonesia, seperti HUT RI, Hari Sumpah Pemuda dls. pemerintah supaya mempasilitasi kegiatan-kegiatan yang bernuansa Kerukunan dan persatuan bangsa, seperti mensponsori seminar/simposium kerukunan beragama dengan melibatkan komponen perwakilan agama-agama.


 Penutup

Demikian beberapa hal yang dapat kami sampaikan  dalam forum  ini,  semoga  peserta Forum dialog ini dapat bertindak sebagai pejuang kerukunan umat beragama dan pelopor kerukunan dimanapun berada. Mudah-mudahan dikemudian hari Negara dapat menyediakan satya lencana khusus bagi para pejuang kerukunan beragama.  Serta menghukum seberat-beratnya propokator yang anti kerukunan yang selalu berlindung dibalik isu SARA.

 Om sarve sukhino bhavantu, sarve sàntu niramayaá, sarve bhadràni pasyantu, ma kaucid duákha bhag bavet

Semoga Hyang Widhi menganugrahkan kebahagian kepada semua mahluk,  menganugrahkan kedamaian kepada kami semuanya,  menganugrahkan saling pengertian dan pandangan yang baik di antara kami, Semoga Hyang Widdhi menjauhkanlah kami semua dari segala kedukaan dan halangan.

Om Sànti Sànti Sànti Om.                                                                                           Semoga damai, damai di langit, damai di bumi, damai di hati dan damai dimana-mana.