OM SUASTIASTU
LONTAR WIDISASTRA TARPINI DAN LONTAR YADNYA PRAKERTI BERISI PENISTAAN TERHADAP WEDA DAN UMAT HINDU
Berikut ini saya sampaikan tulisan dalam Lontar lontar yang berisi Penistaan terhadap Weda dengan memanipulasi dan menyimpangkan mantra Yayurweda XXXI.11 dan Pencemaran nama baik serta penistaan terhadap umat Hindu. Mohon Lontar lontar tersebut dikaji kembali.
Lontar lontar tersebut antara lain :
1. LONTAR WIDISASATRA TARPINI poin 6b - 8a (Bukti P1) sbb :
TERJEMAHAN :
6b/ dirasuki oleh Bhuta Saryyah. Itu yang menjadikan Durmanggaladi Dunia, huru hara jadinya dunia, dikacaukan oleh Kali yang datang tanpa sebab, kematian mendadak pada manusia, hewan semakin merajarela, sehingga kacaunya dunia, pencuri banyak, karena manusia sama dimasuki Bhuta Kala Saryyah, panas dan menderitanya dunia, demikian menjadi keadaan dunia, karena dikutuk oleh Hyang Widdhi, karena tingkah laku manusia didunia ini, tidak mengikuti tata karma igama, tidak mempercayai apa yang terdapat dalam ajaran agama dan tanpa dituntun oleh sang Brahmana yang bijak, karena sang Brahmana Pandita sebagai tempat belajar para manusia, mengenai tingkah laku manusia, di dunia, benar sekali hakekatnya Sang Brahmana sebagai hulu sanghyang Igama.
7a/ Sang Ksatrya sebagai Bahu sanghyang Igama. Sang Wesya ia sebagai perut Sanghyang Igama, Sudra ia sebagai Kaki Sanghyang Igama. Itulah Sang Catur Warna sebagai Pengokoh Sanghyang Igama, karena sebagai bagian badan Sanghyang Igama, sama sama hidup untuk kembali ke Sanghyang Prajapati, berwujud beliau Sanghyang Tunggal, Sanghyang Widdhi kebenaran beliau. Inilah Jika orang orang yang tidak menghayati Sanghyang Igama, pasti diperiksa, karena semua ditinggalkan oleh penganutnya masing masing. Ada Sang Brahmana dua orang yang dahulu beliau lahir saat yoga Bhatara Brahma, menjadi ia Brahmarsi, diberi nama Brahmana Siwa dan Buddha, Itulah sebagai mata Sanghyang Igama di Dunia. Sang Brahmana Siwa ia mata kanan, Sang Brahmana Buddha ia mata kiri.
7b/Beginilah lahirnya dua Ksatrya dahulu dari Yoga Sanghyang Brahma, yang paling besar diberi nama Ksatrya Surya Wangsa, lahir dari bahu kanan, yang adiknya Ksatrya Soma Wangsa, lahir dari bahu kiri sanghyang Brahma, Ia itu sebagai pengatur Sanghyang Igama. Yang ketiga banyak sekali lahirnya Satrya semasih berjalan yang diberi nama keturunan Manusia, demikian Sang Ksatrya orangnya. Wesya Tiga juga lahirnya dahulu, dari Pusar sang Brahma, sebagai sawan diperut, menuju pada kedua paha, yang kanan nada Si Tan Kawer, di tengah Si Tan Koncor, Si Tan Kober di kiri ia, Itulah ketiganya sebagai badan utama Sanghyang Igama. Ketiganya sering keluar dari dewata.
8a. Diberi nama keturunan Manusia, itulah sang Ksatrya Manusia ia. Wesya juga ada tiga lahirnya dahulu, dari pusar Sanghyang Brahma, sebagai awan diperut, berlanjut ke kedua paha, yang paling tua Si Tan Kawur, yang kedua Si Tan Kondur, yang paling Kecil si Tan Kober, itulah ke tiganya sebagai badan Utama sanghyang Igama. Sudra tujuh Jumlahnya, semua keluar dari kaki Sanghyang Brahma dahulu, diantaranya : KI BENDESA, KI PASEK, KI GADUH, KI ADANGKA, KI KABAYAN, KI NGUKUHIN, dan KI SALAIN. Itulah asal sudra namanya, keluar dari Yoga rahasya Dewa Brahma, itulah yang disebut tujuh lapisan dunia, itulah yang disebut sebagai kaki sanghyang Igama, karena kebahagiaan sejati.
2. LONTAR YADNYA PRAKERTI alinea 17 (Bukti P2) sbb :
14. Ana sira sang brahmana rwa yan padulur wijilnira nguni saka ri yoga Bhatara brahma, atemahan sira brahmarsi, ri arini brahmana siwa buda, ya ta maka caksu sanghyang igama ring jagat, sang brahamana siwa sira caksu tengen, sang brahmana buda sira caksu kiwa.
15. Kunang sang ksatriya saroro wijilnya nguni saking yoga sanghyang brahma, kang panuha di arani ksatira suryawangsa, metu saka ri bau tengen; kang ari satriya soma wangsa, metu saka ri bau kiwa sanghyang brahma, ya ta sira makawirburja sanghyang igama. Katrini nira waneh mijil satriya saka mulakanta sanghyang di arani Manuwangsa, nimita sang kesatriya wangsa sira.
16. Wesya trini juga wijilnira nguni, saka ri nabi sanghyang brahma, maka awan ri weteng anerus ring pupu kalih, kang panuhane si Tan Kawur, pamadianira si Tan Kondur, si Tan Kober wurujunira, ya ta sira katrini pinaka utamangga sanghyang igama aduwe pada makadi nika.
17. Nikang sudrayoni sapta kwehnira, para ametu saka ri suku sanghyang brahma nguni, lwir aranira: Ki Bandesa, Ki Pasek, Ki Gaduh, Ki Dangka, Ki Kubayan, Ki Ngukuhin lawan Ki Salain. Ika sudra yoni inaranan, mijil saking sandi yoga Bhatara Brahma, nimita saptapatala di arena, ya ta sira nggeh suku sanghyang igama, apan sukarti sanghyang Prajapati sira, yakta kabeh ikang wang wenang makaulu ri sang brahmana pandita Siwa-Buda.
*****
Bahwa dari segi Penulisan tampak kurang cermat, karena ada kalimat yang diulang dan tidak nyambung, yaitu pada 7b : “Wesya Tiga juga lahirnya dahulu, dari Pusar sang Brahma, sebagai sawan diperut, menuju pada kedua paha, yang kanan nada Si Tan Kawer, di tengah Si Tan Koncor, Si Tan Kober di kiri ia, Itulah ketiganya sebagai badan utama Sanghyang Igama:.
DIULANGI LAGI pada 8a dengan salah hurup pada nama Kawer, Koncor dan Kober menjadi Kawur Kodur dan Kober sbb : “Wesya juga ada tiga lahirnya dahulu, dari pusar Sanghyang Brahma, sebagai awan diperut, berlanjut ke kedua paha, yang paling tua Si Tan Kawur, yang kedua Si Tan Kondur, yang paling Kecil si Tan Kober, itulah ke tiganya sebagai badan Utama sanghyang Igama”. Dengan TERSELIP kalimat :” Diberi nama keturunan Manusia, itulah sang Ksatrya Manusia ia” padahal yang dibahas sudah tahap Wesya.
Jadi ini mendukung dugaan bahwa tulisan pada bukti p1 adalah tulisan REPODUKSI yang kurang cermat dan dibuat secara tergesa gesa.
Bahwa dalam Weda Sruti tidak ada penyebutan :
Brahmana lahir dari caksu (Mata) kanan dan Mata Kiri dewa Brahma,
Ksatrya Lahir dari bahu kanan dan bahu kiri dewa Brahma,
Wesya lahir dari Pusar (Nabhi),dewa Brahma.
Sudra lahir dari Kaki dewa Brahma.
Bahwa dalam Weda Sruti seperti dalam Yayurweda XXXI.11 hanya disebutkan sbb : (Bukti P3)
Brahmano -Asya mukham asid.
Bahu rajanyah krtah.
Uru tadasya yad Vaisyah.
Padbhyam Sudro ajayata.
Artinya kurang lebih sbb :
Brahmana adalah Mukanya.
Raja adalah Bahunya.
Wesya adalah Perutnya.
Sudra adalah Kakinya
Bahwa di Yayurweda XXXI.11 (bukti P3) tidak disebut Kepala, Hulu atau Caksu melainkan MUKHAM (muka/rai = wajah.). Dan tidak disebut Tangan melainkan BAHU. Tidak disebut Pusar melainkan Perut (URU) sehingga Penulisan Barhmana Lahir dari Kepala, hulu, mata kanan dan mata kiri Dewa Brahma, Ksatriya lahir Tangan, atau bahu kanan dan bahu Kiri Dewa Brahma, Wesya Lahir dari Pusar dan Sudra lahir dari Kaki pada Lontar Widisastra Tarpini dan Lontar Yadnya Prakerti TELAH MEREKAYASA asal usul Catur Warna.
Bahwa Catur Warna BUKAN METU/KELUAR dan BUKAN PULA DILAHIRKAN dari masing masing anatomi Dewa Brahma, melainkan, Catur Warna adalah DICIPTAKAN oleh Tuhan. Seperti tertulis di Seloka BG IV.13 berikut : Chatur Varnyam maya srishtam guna karma vibhagasah, artinya: Catur Warna adalah ciptaanKu bardasarkan guna karma yang melekat padanya.
Bahwa dengan demikian Penulisan Brahmana lahir dari Kepala, Ksatrya lahir dari Tangan, Wesya lahir dari Pusar dan Sudra Lahir dari Kaki Dewa Brahma telah merekayasa kata Ciptaan (Maya Srishtam) menjadi dilahirkan, dengan demikian Catur warna versi Lontar Widisastra Tarpini dan Lontar Yadnya Prakerti telah menyesatkan umat Hindu sehingga perlu di Revisi.
Bahwa Dalam yayur Weda XXXI.11 tidak ada nama nama leluhur Orang Bali pada masing masing anatomi Dewa Brahma. Tetapi dalam Lontar Widisastra Tarpini dan Lontar Yadnya Prakerti tersebut diatas, ditambahkan nama nama leluhur orang Bali pada anatomi (Kaki) Dewa Brahma sebagai asal usul kelahiran Sudra, dengan menambahkan kalimat lwir aranira: Ki Bandesa, Ki Pasek, Ki Gaduh, Ki Dangka, Ki Kubayan, Ki Ngukuhin lawan Ki Salain di belakang kalimat : "adwe pamakadinya ikang Sudra yeni sapta kwehnya, pada metu saka ri suku Sanghyang Brahma ngarani". (Bukti P1) dan dibelakang kalimat : "Nikang sudrayoni sapta kwehnira, para ametu saka ri suku sanghyang brahma nguni” pada(Bukti P2). Sehingga Lontar Widisastra Tarpini dan Lontar Yadnya Prakerti TELAH DENGAN SENGAJA Menambah nambah kan nama leluhur Orang Bali.
Bahwa Penambahan kalimat Luiraranire : Ki Bendesa, Ki Pasek, Ki Gaduh, Ki Adangka, Ki Kabayan, Ki Ngukuhin, Lawan Ki Salahin dibelakang kalimat : “adwe pamakadinya ikang Sudra yeni sapta kwehnya, pada metu saka ri suku Sanghyang Brahma ngarani" pada Tulisan di Widisastra Tarpini (Bukti P1),
dan di belakang kalimat "Nikang sudrayoni sapta kwehnira, para ametu saka ri suku sanghyang brahma nguni pada tulisan Yadnya Prakerti" (Bukti P2) dapat menimbulkan Ketidak percayaan Umat Hindu pada susastra Weda lainnya, sehingga berdampak dapat menimbulkan Ketidakpercayaan kepada Agama Hindu.
dan di belakang kalimat "Nikang sudrayoni sapta kwehnira, para ametu saka ri suku sanghyang brahma nguni pada tulisan Yadnya Prakerti" (Bukti P2) dapat menimbulkan Ketidak percayaan Umat Hindu pada susastra Weda lainnya, sehingga berdampak dapat menimbulkan Ketidakpercayaan kepada Agama Hindu.
Bahwa memperhatikan Bhagawad Gita XVIII.44 yang menyebutkan : Seorang Sudra adalah seorang Paricaryatmakam = Hanya mampu bekerja menggunakan Fisik, (tidak mampu menggunakan Kecerdasan Otak karena ber IQ rendah). (Bukti P4)
Bahwa dengan memperhatikan lontar /buku SIWA SASANA pada poin 9a dan 9b yang tertulis sbb : “Seorang Sudra TIDAK BOLEH di Diksa menjadi Sulinggih”. (Bukti P5)
Bahwa dengan memperhatikan buku SLOKANTARA seloka 38 yang menyebutkan sbb : “Seorang Sudra disebut Antyajati atau kelahiran rendah”. (Bukti P6)
Bahwa memperhatikan lontar/buku SUNDARI BUNGKAH 10a terbitan Bali Wisdom yang menyebutk mayat orang Sudra, tiada bedanya dengan bangkai hewan seperti tertulis berikut ini (Bukti P7) :
“10a. Ini sebagai perujudanNya agar dibersihkan, dan mayatnya diberikan hiasan, karena mayat beliau tidak seperti pandai yang lain nya. Jika tidak mengikuti tatacara tersebut MAKA SAMA SAJA SEPERTI MAYAT ORANG SUDRA, DAN TIADA BEDANYA DENGAN BANGKAI HEWAN. …. Dst.
Bahwa mengutip pendapat Profesor DR. Gangga Prasad Upadhyaya, dalam buku nya “VEDIC CULTURE” yang menulis Sbb : (Bukti P8)
“ Jika ada seseorang yang tingkat kecerdasan otaknya rendah, yang tidak dapat menentukan pekerjaan apa yang harus dipilih untuk dirinya sendiri, ia tidak akan dibiarkan hidup malas berpangku tangan, masyarakat memaksanya untuk mengerjakan sesuatu atas perintah atau petunjuk dan pengawasan mereka yang dapat memilih dan memimpinnya. Orang demikian dinamakan SUDRA - Orang malang. Kemalangan ini menyebabkan mereka diletakkan dalam tingkat masyarakat terendah, bukan dipaksakan kepada mereka oleh masyarakat. Ia menjadi demikian karena ia tidak dapat, tidak mampu karena kelemahannya sendiri atau juga karena kemalasannya, untuk memilih untuk dirinya sendiri suatu lapangan pekerjaan bebas dan terhormat…”
Bahwa memperhatikan Babad Pasek yang menyebutkan: Leluhur Ki Bendesa, Ki Pasek, Ki Gaduh, Ki Adangka, Ki Kabayan, Ki Ngukuhin, Lawan Ki Salahin, terlahir dari Rahim “BIDADARI” Manik Gni dengan Purusa (Suami) Sang Brahmana Pandita/Mpu Gnijaya. (Bukti P9)
Bahwa memperhatikan Prasasti Alas Purwo - Jawa Timur, yang menyebutkan bahwa Prabu Brawijaya V dalam Pelariannya di Blambangan / Banyuwangi th 1478 M, ber WASIAT kepada Anak Cucunya – supaya meneruskan pelariannya ke arah timur (ke Bali) dan meminta perlindungan kepada Raja di Peduungan dan Kepada Rare Angon di Bali. Beliau menyebut Rare Angon (salah satu leluhur Pasek) sebagai “ Titisan Ciwa - sebagai guru suci (Brahmana) dulunya dipercaya sebagai sekretaris dan bendahara pembangunan pura di Bali. (Bukti 10).
Bahwa Penambahan kalimat Luiraranire : Ki Bendesa, Ki Pasek, Ki Gaduh, Ki Adangka, Ki Kabayan, Ki Ngukuhin, Lawan Ki Salahin dibelakang kalimat : “adwe pamakadinya ikang Sudra yeni sapta kwehnya, pada metu saka ri suku Sanghyang Brahma ngarani pada Tulisan di Widisastra Tarpini (Bukti P1)
dan di belakang kalimat Nikang sudrayoni sapta kwehnira, para ametu saka ri suku sanghyang brahma nguni pada tulisan Yadnya Prakerti (Bukti P2).
JELAS dimaksudkan untuk menistakan keluarga : Ki Bendesa, Ki Pasek, Ki Gaduh, Ki Adangka, Ki Kabayan, Ki Ngukuhin, Lawan Ki Salahin.
Bahwa dengan memperhatikan:
- Bukti P1 ; Lontar Widisastra tarpini poin 9a
- Bukti P2; Lontar Yadnya Prakerti alinea 17
- Bukti P3 : Yayurweda XXXI,11
- Bukti P4 : Bagawad Gira XVIII.44
- Bukti P5 :Buku Siwasasana, poin 9ab
- Bukti P6 : buku Slokantara, seloka 38
- Bukti P 7: Buku/lontar Sundari Bungkah poin 10a
- Bukti P8 : Buku VEDIC CULTURE karya Profesor DR. Gangga Prasad Upadhyaya.
- Bukti P9 : Babad Pasek
- Bukti P10 : Prasasti Alas Purwo.
- Pasal 156 a dan b UU Penistaan Agama
- Pasal pasal pencemaran nama baik KUHP
Maka tulisan dalam lontar Widisastra Tarpini (Bukti P1) dan Lontar Yadnya Prakerti (Bukti P2) mengandung unsur Unsur :
- Penyimpangan dan Penyesatan terhadap Kitab suci Weda terutama Yayurweda XXXI.11
- Penistaan terhadap kitab suci Weda
- Penistaan terhadap Agama HINDU
- Penistaan terhadap Umat Hindu
- Pencemaran nama baik dan Penistaan umat Hindu terutama dari Warga : Ki Bendesa, Ki Pasek, Ki Gaduh, Ki Adangka, Ki Kabayan, Ki Ngukuhin dan Ki Salahin.
Bahwa lontar Widisastra tarpini (Bukti P1) dan Lontar Yadnya Prakerti (Bukyti P2) telah beredar luas di Masyarakat Hindu terutama di Griya Griya para Sulinggih dan dijadikan rujukan oleh para Jero Mangku dan Para Sulinggih sehingga berpotensi DISALAH TERAPKAN dan DISALAH GUNAKAN di masyarakat Hindu.
Bahwa penyalah Gunaan dan Penyalah terapkan isi Tulisan Lontar tersebut pada Bukti P1 dan Bukti P2 di Masyarakat Hindu Bali telah menimbulkan permasalahan social dan keagamaan selama berabad abad di Hindu Bali diantaranya :
- Ada Oknum yang tidak mau di ketisin tirta Ide Pandita Mpu karena mengaggap IPM adalah Pedande Sudra.
- Ada Oknum yang selalu menyebut Pedande Sudra pada sulinggih dari warga Ki Bendesa, Ki Pasek, Ki Gaduh, Ki Adangka, Ki Kabayan, Ki Ngukuhin dan Ki Salahin.
- Ada Oknum Pedande yang tidak bersedia Duduk bersama dan muput bersama IPM karena terdokrin oleh Isi Lontar lontar Widisastra Tarpini dan Lontar Yadnya Prakerti tersebut.
- Timbulnya persoalan Trisadaka VS Sarwa Sadaka di Besakih dan beberapa Desa adat di Bali, seperti kasus Mecaru di Gianyar saat Nyambut Nyepi th saka 1941 (2019 M)
- Timbulnya Penistaan sulinggih IPM di Pura Dasar Bhuwana Gelgel dan tidak di injinkan IPM me Weda di Bale Pawedaan pura tersebut.
- Ber edarnya Surat Penolakan terhadap Ida Pandita Mpu di Desa Pekraman Prangsada –Desa Pering – Blahatuh - Gianyar.
Bahwa untuk mencegah penyalah gunaan dan penyalah terapan isi Lontar Widisastra Tarpini dan Lontar Yadnya Prakerti di masyarakat, DAN MENCEGAH KECELAKAAN SEJARAH YANG DIWARISKAN maka ke dua lontar tersebut HARUS DI KAJI Kembali. Dan apabila tidak bisa dikaji kembali maka kedua lontar tersebut Harus di Musnahkan.
Bahwa kecelakaan Sejarah telah MEMPORAK PORANDAKAN NEGARA NEGARA TIMUR TENGAH karena sentiment POLITIK nya di masukkan kedalam Kitab Sucinya. Sehingga Kaum Yahudi selalu DI PERANGI untuk dimusnahkan dari Muka Bumi karena dalam kitab sucinya disebutkan kaum Yahudi (Al Yahud) adalah kaum yang dimurkai Tuhan dan Umat Kristen (Al Nas) disebut Kaum yang sesat. Dan Al Hind sebagai ajang perang di akhir Jaman
Apakah Umat Hindu di Bali akan Mewariskan KECELAKAAN SEJARAH dengan menyebut : Ki Bendesa, Ki Pasek, Ki Gaduh, Ki Adangka, Ki Kabayan, Ki Ngukuhin dan Ki Salahin sebagai SUDRA dalam Lontar Widisastra Tarpini (Bukti P1) dan Lontar Yadnya Prakerti (Bukti P2), dan berasal dari kelahiran rendah menurut Slokantara seloka 38 (Bukti P 6) dan tidak boleh di Diksa Menjadi Sulinggih menurut Lontar Siwasasana 9ab (Bukti P 5). yang kalau SEORANG SUDRA MATI MAYATNYA TIADA BEDANYA DENGAN BANGKAI HEWAN seperti tertulis di Lontar Sundari Bungkah (bukti P 7)?.
*****
BEBERAPA DALIL DALIL PENJELASAN
I. PENJELASAN SECARA SOSOLOGIS – TATTWA AGAMA
Bahwa di Yayurweda XXXI.11 tertulis sbb :
Brahmano -Asya mukham asid,
Bahu rajanyah krtah,
Uru tadasya yad Vaisyah,
Padbhyam Sudro ajayata.
Artinya kurang lebih sbb :
Brahmana adalah Mukanya,
Raja adalah Bahunya,
Wesya adalah Perutnya,
Sudra adalah Kaki nya.
Maksud dari mantra ini adalah;
Brahmana adalah Mukhanya. Artinya : Baik buruk dan maju mundur nya masyarakat atau agama, tercermin dari tingkah laku dan kehidupan kaum Brahmananya. Mukha (Wajah) adalah yang pertama kali dilihat saat kita bertemu atau berkenalan dengan seseorang. Karena saat pertama kali kita berkenalan dengan seseorang, kita akan melihat Mukanya atau Wajahnya, bukan kaki nya, bukan perutnya, bukan pula bahunya.
Raja adalah Bahunya. Bahu berperan untuk memikul beban. Artinya para raja atau Ksatrya memikul beban untuk menjaga dan melindungi Dharma dan Masyarakat. Kaum Ksatrya (para Raja) bertanggung jawab menjaga Dharma dan masyarakat supaya tetap berada pada jalan Dharma.
Wesya adalah Perutnya, Perut harus dibuat kenyang supaya nyaman dan bahagia. Artinya kaum Wesya lah yang berperan untuk memenuhi kebutuhan Perut Umat dan Masyarakat, kaum wesya bertugas mensejahterakan Umat dengan keahliannya berdagang (pengusaha), berternak, bertani dan ber nelayan. Para Wesya berurusan dengan Perut nya Umat.
Sudra adalah Kakinya, Kaki adalah penopang tubuh. Kaki menopang beban berat seluruh tubuh. Artinya kaum Sudra adalah yang menopang Dharma dan Masyarakat. Kaum Sudra adalah bagian penting dari ke 3 bagian tubuh dan fungsinya sangat Vital untuk menopang dan menggerakkan seluruh Tubuh. Tubuh tidak akan sempurna kalau kaki nya sakit atau cacat. Mukha bagus, Bahu kekar, Perut Buncit, kalau kaki nya Lumpuh!!, tidak akan bisa sempurna.
JADI :
Secara sosiologis Catur Warna merupakan 4 (empat) pembagian tanggung jawab secara social, bukan merupakan 4 (empat) tingkat status sosial.
II. PENJELASAN SECARA PSIKOLOGIS – TATTWA AGMA
Bahwa Catur Warna bukan metu/keluar dan bukan pula dilahirkan dari masing masing anatomi Dewa Brahma, MELAINKAN DI CIPTAKAN Oleh Tuhan. Seperti tertulis di Seloka BG IV.13 berikut : Chatur Varnyam maya srishtam guna karma vibhagasah, artinya: Catur Warna adalah ciptaanku bardasarkan guna karma yang melekat padanya.
Bahwa dengan demikian Penterjemahan Brahmana lahir dari Kepala, Ksatrya lahir dari Tangan, Wesya lahir dari Pusar dan Sudra Lahir dari Kaki Dewa Brahma PERLU DI KOREKSI KEMBALI.
Bahwa, Triguna sebagai dasar pembentukan Catur Warna terdiri dari Satwam, Rajas dan Tamas.
Bahwa BG.XIV.5, menyebutkan : Sattwam Rajas Tamas iti Guna Prakriti samdhawah. artinya : Satwan rajas tamas merupakan sifat bawaan yang terlahir dari prakirti.
Bahwa ajaran Samkya, menerangkan bahwa pembentuk realitas dunia adalah Purusa dan Prakerti, Roh dan Benda, asas Rohani dan asas Badani. Purusa adalah asas Rohani, asas yang kekal tidak berubah, sedang Prakerti adalah unsur unsur Badani dan Psikologis (kejiwaan). Sattwam Rajas Tamas atau Triguna merupakan unsur Psikologis (kejiwaan) yang menyertai kelahiran Pancamahabuta.
Bahwa Wrihaspati Tattwa 17 dan Bhagawad Gita XIV.6 menyebutkan Ciri-ciri Satwam sebagai bagian Triguna pementuk Catur Warna sebagai berikut :
Nirmalawat=Sifat yang tidak tercela.
Prakasakam = Bercahaya
Anamayam= tidak mengenal sedih/menderita
Sukhasangena =selalu memberi rasa senang
Jnanasangena =memberikan ilmu pengetahuan
Anagha =tidak tercela.
Bahwa dalam Wrihaspati Tattwa 18 dan dalam Bhagawad Gita XIV.7 disebutkan Ciri ciri Rajas sebagai bagian dari Triguna pembentuk Catur Warna, sebagai berikut :
Raga=nafsu,
Atmakam=sendiri,
Trsna=nafsu birahi,
Sanga=terikat,
Karmasangena=terikat oleh karma.
Dahinam=Jasad Rohani.
Bahwa dalam Wrihaspati Tattwa 19 dan Bhagawad Gita XIV.8 disebutkan Ciri ciri Tamas sebagai bagian dari triguna pembentuk Catur Warna,sebagai berikut :
Ajnanam= tidak berpengetahuan,
Mohanam=kebingungan,
Pramada=tidak peduli/hirau/masa bodo.
Lasya= malas,
Nibrabhis=ketiduran/malas ,
Nidra=tidur,
Bahwa dalam Bagawad Gita XIV.11-13 dan disebut juga di Wrihaspati Tattwa 17 -24 Bahwa : Apabila badan ini didominasi oleh Satwam maka Ilmu pengetahuannya menembus didalam badan melalui semua pintu.
Bahwa dalam BG.XIV.12 dan Wihespati Tattwa 17-24 disebutkan Apabila badan ini didominasi oleh Rajas maka perilakunya yang tampak adalah :
Lobham = Loba, giat dalam usaha,
Prawrttir = Kegiatan kerja duniawi.
Arambah = giat berusaha
Sprha = kemauan kuat.
Bahwa dalam BG XIV,13 dan Wrihespati Tattwa 17-24 disebutkan Apabila badan ini didominasi oleh Tamas maka perilakunya yang tampak adalah :
Aprakaso = kekurangan cerah/tdk bersinar,
Aprawrtti = malas.
Pramada = tidak peduli/teledor.
Moha = bingung,
Nidralasya = suka tidur,
Mohanam atmanam = kesesatan jiwa.
Bahwa dalam Wrihapati Tattwa seloka 15 disebutkan :
“Ikang citta mahangan mawa, yeka sattwa ngaranya, ikang maderes molah, reka rajah ngaranya, ikang abwat peteng, yeka tamah ngaranya”.
Sattwa bersipat terang dan bersinar, Rajah berubah ubah-ubah, Tamas berat dan kabur. Ketiga sifat itulah yang mewarnai pikiran. Pikiran yang terang dan jernih disebut Sattwa, pikiran yang selalu berubah ubah disebut rajah, dan pikiran yang berat dan keruh disebut tamah. (Putra IGAG dan Sadia Wayan, 1988: Selokantara. Yayasan dharma sarati, Jkt).
Bahwa Triguna sebagai pembentuk struktur Catur Warna terdiri dari :
1. Satwam, merupakan gudang nilai-nilai moral dan Ilmu pengetahuan,sehingga mampu melakukan sensor bagi individu dalam menentukan salah atau benar, baik atau jahat, karena Satwam memperhatikan prinsip-prinsip moral dan merupakan representasi dari norma umum dan kesusilaan.
2. Rajas,mewakili kenyatan fisik dan sosial seseorang. berpungsi sebagai penyeimbang antara Tamas dan Satwam. Sedangkan
3. Tamas,merupakan struktur kepribadian primitif, tidak sadar, bekerja tidak rasional dan infulsif,karena merupakan dorongan kemauan insting.
Bahwa Interaksi dinamis antara Tri Guna dengan Karma membentuk CATUR WARNA, seperti seloka BG.IV.13 berikut : Chatur Varnyam maya srishtam guna karma vibhagasah, Artinya : Catur Warna adalah ciptaanKu bardasarkan guna karma yang melekat padanya.
Bahwa CATUR WARNA terdiri dari : Brahmana, Ksatrya, Wesya dan Sudra.
Bahwa di YayurWeda XXXIII.81. RgWeda. IX.107.7. RgWeda IX.87.3. RgWeda VII.87.3. AtharwaWeda XI.5.14. Sarasasmuscaya 56.57. Mahabarata III.CLXXX.21.25.26 dan BHAGAWAD GITA XVIII. 42. Dan Manawa Dharmasastra X.70-72 disebutkan Ciri-ciri Brahmana antara lain sebagai berikut :
Samo : khusuk/tenang,
Damas : menguasai panca indra/mampu mengendalikan diri.
Tapah : mampu mengendalikan nafsu
Saucam : suci.
Arjawa : luhur budinya.
Ksanti : damai/tenang,
Jnanam : berpengetahuan/terpelajar
Wijnanam : bijaksana/berpengalaman.
Astikyam : religius.
Bahwa di BG. XVIII.43 dan Wrihesati Tattwa seloka 60 disebutkan Ciri-ciri Ksatrya sebagai berikut :
Sauryam : heroisme/pemberani.
Tejo : Lincah.
Dhritir : Teguh .
Daksyam : pandai menyelesaikan tugas,
Yuddhe : siap bertempur.
Apalayamam : tidak pengecut.
Dana : dermawan.
Iswarabhawa : bersifat memimpin/ berwibawa.
Bahwa di BG. XVIII.44 dan Wrihespati Tattwa seloka 60 disebutkan Ciri-ciri Wesya sebagai berikut :
Krsi : mengusahakan pertanian.
Gauraksya : memelihara lembu/berternak.
Wanijyam : suka berdagang.
Bahwa di BG XVIII.44 disebutkan Ciri ciri Sudra sbb :
Paricaryatmakam : Hanya mampu bekerja menggunakan Fisik, (tidak mampu menggunakan Kecerdasan Otak karena ber IQ rendah).
BAHWA YUDISTIRA dalam dialognya dengan YAKSA (dlm YAKSHA PRASHNA) dalam Ithihasa Mahabarata mengatakan bahwa:
“ Kelahiran, belajar Veda dan pengetahuan Sains atau Pekerjaan bukan aspek yang membuat seseorang menjadi Brahmana. Yang membuat Seseorang menjadi Brahmana adalah Perilaku atau Karakternya.
Suatu Perilaku atau Karakter yang baik tidak pernah menjadi buruk dan satu Perilaku atau karakter buruk selalu dianggap buruk.
Dia yang tertarik dengan ritual dan yang juga memiliki kendali penuh atas indranya dialah yang disebut Brahmana sejati”.
Sedangkan tentang Ksatriya Yudistira menjawab nya sbb :
“ Pintar memainkan Panah dan segala jenis senjata, Perayaan/ Pengorbanan, Tidak gentar/tidak mengenal takut, selalu melindungi kebenaran’ adalah ciri seorang Ksatrya”
Bahwa BG.XVIII.41. menyebutkan : Brahmana ksatrya wisam sudranam ca parantapa, karmani prawibhaktani swabhwaprabhawir gunah. Artinya: Brahmana Ksatrya Wesya dan Sudra PERILAKUNYA dibentuk oleh sifat bawaan guna (triguna).
Bahwa Perilaku yang ditunjukkan secara terus menerus oleh tiap-tiap individu menurut Prof. DR. Kusumanto Setyonegoro dalam buku Ilmu Penyakit Jiwa FK Unair disebut Kepribadian/Personality. Sedangkan menurut Salvador R Maddi, dalam Buku Organisasi Jilid I Oleh Gibson dkk menyebutkan : “Kepribadian/ Personality merupakan seperangkat karakteristik yang relatip mantap, kecenderungan dan perangai yang sebagian besar dibentuk oleh faktor keturunan dan faktor faktor sosial, kebudayaan dan lingkungan. Perangkat variabel ini menentukan persamaan dan perbedaan perilaku individu”.
Bahwa menurut Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, Kepribadian atau Personlality merupakan keseluruhan cara seseorang, di mana seorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan individu lain. Kepribadian paling sering dideskripsikan dalam istilah sifat yang bisa diukur yang ditunjukkan oleh seseorang. Karakteristik yang umumnya melekat dalam diri seorang individu adalah malu, cerdas, bodoh, agresif, patuh, malas, ambisius, setia, dan takut. Karakteristik-karakteristik tersebut jika ditunjukkan dalam berbagai situasi, disebut sifat-sifat kepribadian. Sifat kepribadian menjadi suatu hal yang mendapat perhatian cukup besar dibidang Psikologi karena sifat-sifat kepribadian dapat membantu proses dalam memilih profesi dan seleksi karyawan, menyesuaikan bidang pekerjaan dengan individu, dan memandu keputusan pengembangan profesi/karier.
Bahwa Sigmund Freud – ahli Psikoanalisa, menerangkan perbedaan kepribadian individu terjadi karena tiap orang mengalami perangsangan pokok yang berbeda-beda, yang disebabkan oleh pertentangan terus menerus antara dua bagian dari struktur kepribadiannya yang menurut istilah Freud disebut Id, Ego dan super ego. ( Tamas, Rajas dan Sattwam ?)
Bahwa Kepribadian (bhs Inggris Personality), tidak sama dengan sifat/watak (Bhs Inggris character ). Kepribadian/personality bersifat menetap - konsisten sepanjang waktu dan dalam berbagai situasi. Sedangkan Watak/Character sifatnya sewaktu-waktu dapat berubah, misalnya besifat atau berwatak keras kepala, pemarah dls. (Health Study Club, bidang Ilmu Penyakit Jiwa, FK UGM 82).
Bahwa Dengan memperhatikan :
- Bagawad Gita IV.13 tentang Catur warna
- Bagawad Gita XIV.5.6.7.8 tentang Triguna pembentuk Catur Warna
- Bagawad Gita XIV.13.14.15 tentang Triguna pementuk Catur Warna
- Bagawad Gita XVIII.41.42.43.44 tentang Catur Warna
- Yayurweda XXXIII.81. tentang Brahmana
- RgWeda. IX.107.7. tentang Brahmana
- RgWeda IX.87.3. tentang Brahmana
- RgWeda VII.87.3. tentang Brahmana
- AtharwaWeda XI.5.14. tentang Brahmana
- Sarasasmuscaya 56.57. tentang Brahmana
- Mahabarata III.CLXXX.21.25.26 tenrang Brahmana
- Bhagawad gita XVIII. 42. Tentang Brahmana
- Manawa Dharmasastra X.70-72 tentang Brahmana
- Wrihespati Tattwa seloka 15 s/d 24 tentang Triguna pembetuk Catur Warna
- Lontar/Buku Siwasasana poin 9ab tentang Sudra
- Buku Slokantara seloka 38 tentang Sudra
- Lontar/Buku Sundari Bungkah 10a tentang Sudra
- Dialog Yudistira dengan Yaksa (Yaksa Prashna) dalam Ithihasa Mahabarata Tentang kriteria Ksatrya dan Brahmana.
- Pendapat Para ahli Psikologi diantaranya : Profesor DR. Kusumanto Setyonegoro dalam buku : Ilmu Penyakit Jiwa Universitas Airlangga dan Salvador R Maddy dalam buku Organissi jilid 1; Gibson dkk,Erlangga, Jkt..1989 dan Health Study Club bidang Ilmu Penyakit Jiwa angkatan 82 FK UGM
- Difinisi Personality/kepribadian dalam Wikipedi, bahasa Indoneisa Ensiklopedia bebas
JADI SECARA ILMU PSIKOLOGI, MAKA SAYA BERPENDAPAT BAHWA :
- Catur Warna adalah 4 tipe pola perilaku Manusia yang relative konsisten/mantap. atau
- Catur Warna adalah 4 tipe Personality atau 4 tipe Kepribadian Manusia.
- Catur Warna bukan 4 Wangsa, bukan 4 Kasta dan bukan 4 Soroh.
- Catur Warna juga Bukan 4 tipe profesi/pekerjaan. Karena profesi/pekerjaan seseorang belum tentu sesuai dengan Warnanya.Kalau Catur Warna adalah 4 Jenis Profesi atau kalau Catur warna adalah 4 Wangsa/Kasta/Soroh maka pertanyaannya adalah :
- Profesi apa atau Wangsa/Kasta/Soroh nya siapa yang kalau mati mayatnya tiada beda dengan bangkai Hewan (Sundari Bungkah 10a).
- Profesi apa atau Wangsa/Kasta/Soroh nya siapa yang tidak boleh di Diksa menjadi Sulinggih (Siwasasana 9ab).
- Profesi apa atau Wangsa/Kasta/Soroh nya siapa berasal dari Kelahiran Rendah? (Slokantara 38),
Bahwa Apakah seorang sarjana Agama yang taat ber sembahyang ber perilaku baik, sopan dan tertarik dengan ritual dan yang juga memiliki kendali penuh atas indryanya, gara gara bekerja sebagai BURUH Bangunan atau Buruh Kasar terus dianggap berasal dari Kelahiran Rendah dan tidak boleh di DIKSA serta kalau mati mayatnya disamakan dengan bangkai Hewan ?.Bahwa Apakah Seorang Budak kasar - yang dahulunya adalah kaluarga Kerajaan - karena Kalah perang terus dijadikan Budak (“ Sudra”) oleh musuhnya - terus disebut berasal dari Kelahiran Rendah karena dijadikan “Sudra” ??. - Bahwa Catur Warna adalah psikologi dalam Agama Hindu, untuk mengarahkan seseorang memilih profesi/pekerjaan sesuai dengan Personality nya (bakat, hobby dan kecenderungan perilakunya).
Bahwa Yayurweda XXX.5 telah mengarahkan pimilihan profesi/pekerjaan seperti tertulis sbb :
Brahmane brahmanam,
Ksatriya rajanam,
Marudbhyo Vaisyam,
Tapase Sudra
Artinya :
Brahmana untuk Pengetahuan,
Kstarya untuk Perlindungan,
Wesya untuk Kesejahteraan,
Sudra untuk pengabdian Jasmaniah.
Maksudnya :
Seorang ber Tipe Personality Brahmana cocok ber profesi berkaitan dengan Ilmu Pengetahuan, sebagai pembimbing umat manusia seperti sebagai : Sulinggih, Penasehat/Konselor, Guru/Acharya dls.
èBrahmana adalah Mukha/Wajah nya agama dan Masyarakat.
Seorang ber Tipe Personality Ksatrya cocok berprofesi berkaitan dengan Perlindungan, seperti Pemimpin pemerintahan dan Perwira tentara
è Raja/Ksatrya adalah Bahu nya agama dan Masyarakat.
Seorang ber Tipe Personality Waisya cocok berprofesi berkaitan dengan Kesejahteraan (urusan perut) seperti berdagang, bertani, beternak, ber nelayan, pengusaha dls.
èWesya adalah Perutnya agama dan Masyarakat.
Seorang ber Tipe Personality Sudra hanya mampu bekerja menggunakan Fisik/Jasmani (TAPASE) dan harus selalu dalam bimbingan ke tiga warna (TRIWARNA) diatasnya karena mempunyai keterbatasan kecerdasan.
èSudra adalah Kakinya agama dan Masyarakat.
Itulah sebabnya, SASTRA SASTRA seperti Siwasasana dll. melarang seorang SUDRA untuk di DIKSA menjadi Sulinggih dan tidak diperbolehkan menjadi Pemimpin, karena keterbatasan kecerdasannya dan Keterbatasan kemampuan yang dimiliki nya.
Sudra dilarang menjadi Sulinggih dan Pemimpin karena yang disebut Sudra dalam SASTRA adalah Orang Yang Bodoh, dungu, malas atau mempunyai keterbatasan fisik dan Mental.
*****
III. PENJELASAN SECARA SOSIAL POLITIK – DEVIDE ET IMPERA
Bahwa Menafsirkan YayurWeda XXXI.11 yang berbunyi : Brahmano -Asya mukham asid, Bahu rajanyah krtah, Uru tadasya yad Vaisyah, Padbhyam Sudro ajayata sebagai : Brahmana lahir dari Kepala, Ksatrya Lahir dari Tangan, Wesya lahir dari Pusar dan Sudra Lahir dari Perut Dewa Brahma (Igama) dengan menambahkan kalimat luiraranier (= diantaranya) : Ki Bendesa, Ki Pasek, Ki Gaduh, Ki Adangka, Ki Kabayan, Ki Ngukuhin, Lawan Ki Salahin dibelakang kategori Sudra, Mengandung Unsur penyimpangan terhadap YayurWeda tersebut.
BAHWA tulisan yang men SUDRA kan Ki Bendesa, Ki Pasek, Ki Gaduh, Ki Adangka, Ki Kabayan, Ki Ngukuhin, Lawan Ki Salahin, TIDAK SESUAI dengan babad Pasek yang menulis bahwa : Leluhur Ki Bendesa, Ki Pasek, Ki Gaduh, Ki Adangka, Ki Kabayan, Ki Ngukuhin, Lawan Ki Salahin, terlahir dari Rahim “BIDADARI” Manik Gni dan dari leluhur Purusa (Ayah) Sang Brahmana Pandita ( = Mpu Gni Jaya).
Bahwa Pen Sudra an Ki Bendesa, Ki Pasek, Ki Gaduh, Ki Adangka, Ki Kabayan, Ki Ngukuhin, Lawan Ki Salahin, Juga BERTENTANGAN dengan Prasasti Alas Purwo - Jawa Timur yang dikeluarkan oleh Prabu Brawijaya V yang menyebut Rare Angon (salah satu leluhur Pasek dan Bendesa) sebagai “ Titisan Ciwa - sebagai guru suci (Brahmana) dulunya dipercaya sebagai sekretaris dan bendahara pembangunan pura di Bali”.
Bahwa dengan demikian Saya menduga : tulisan di Lontar lontar Widisastra Tarpini dan Yadnya Prakerti adalah tulisan Pesanan dan atau Re PRODUKSI Kononial dan Misionaris dijaman Kolonial, untuk memecah belah umat Hindu dan untuk menistakan Kitab suci dan Susastra Weda dengan tujuan akhir membuat Umat Hindu Bali tidak percaya dengan kitab Suci Weda dan Lontar Suci tuntunan nya.
ASUMSINYA SSB:
Jaman Kolonialisme di Bali. Penjajah belanda membentuk LEMBAGA BALISEERING, sebagai dalih pemerhati budaya Bali (Politik etis). Lembaga Baliseering meminjam semua lontar lontar yang ada di Bali dengan alasan mau diperbanyak supaya bisa dipelajari oleh semua umat Hindu.
Dalih tersebut ternyata hanya akal akalan saja, karena setelah Lontar tersebut di REPRODUKSI secara Masal, Ternyata ISINYA TELAH DITAMBAH TAMBAHIN DAN DI
ROBAH SESUAI SELERA KOLOONIAL DAN SELERA MISIONARIS.
Dan Lotar hasil reproduksi Kolonial dan Misiomaris tersebut tidak boleh dibaca oleh kebanyakan (sembarang) Umat Hindu di Bali yang terkenal dengan istilah AJJEWERE (sing dadi Bace nden Buduh). Dan hanya boleh dibaca oleh orang/kelompok tertentu saja.
Dengan maksud?? Menyembunyikan niat jahatnya.
Hal ini bertentangan dengan perintah Kitab suci Weda (Sastrawiddhi) Yayurweda XXVI.2 , yang berisi perintah untuk membaca dan mewartakan seluruh isi kitab Weda (Sastra) tersebut. : Yathemam vacam kalyanim avadani janebhyah, Brahma rajanyabhyam sudraya caryaya ca svaya caranaya ca / hendaknya wartakan sabda suci ini kepada seluruh umat manusia, baik kepada para Brahmana, para raja-raja maupun kepada masyarakat pedagang, petani dan nelayan serta para buruh, kepada orang-orangku maupun orang asing sekalipun.
Di Umat Hindu India
Upaya mengacaukan Kitab suci Umat Hindu baik yangt tertulis di Lontar (di Bali) maupun yang ditulis di Kertas (di India) dilakukan secara sistematis oleh kaum Misionaris yang mendomplengi Kolonialisme, untuk membuat Umat Hindu tidak percaya dengan kitab Sucinya (WEDA)
Kedok para Misionaris berkedok Indolog dan pemerhati adat dan budaya dengan politik etisnya terbongkar, setelah surat surat Max Muller kepada istrinya, di publikasikan di London dan New York tahun 1902 sebagai berikut :
“Penerjemahan Weda selanjutnya akan memberitahu untuk sebagian besar pada nasib India terhadap pertumbuhan jutaan jiwa negeri itu, ini adalah akar dari agama mereka, dan untuk menunjukkan kepada mereka apa akar adalah saya merasa yakin, adalah satu-satunya Cara mencabut semua yang telah bermunculan dari itu selama 3000 tahun terakhir”.
Juga salinan trasnkrip Pidato William Jones, Kepala The Asiatic Society of Bengal dihadapan para Misionaris sbb :
“Kalian para misionaris ini terlalu bodoh, bagaimanapun upaya kalian baik para zending (misionaris) Protestan maupun Katolik tidak akan mampu mengkonversi orang-orang Hindu, sebab mereka sangat kuat keyakinan mereka terhadap kitab-kitab sucinya. Satu-satunya cara agar orang-orang Hindu mau pindah menjadi umat Kristen adalah mengacaukan isi kitab suci mereka. Posisikan kitab mereka lebih rendah dari kitab Injil dan angkat setinggi-tingginya kitab Injil” .(The true history and the religion of India, dalam I Ketut Donder. Media Hindu edisi 92, Oktober 2011 halaman 44-45).
Menurut Swami Prakasanand Saraswati : “Ada dua rencana rahasia yang disusun secara teliti oleh William Jones sebagai wakil kolonialis Inggris di Kalkuta. Rencana pertama : penyesatan kitab suci Weda Termasuk sejarah India. Rencana Kedua : Menerapkan TEORI rasialis Kasta dengan maksud agar terjadi perpecahan pada masyarakat india, Kedua rencana tersebut dijalankan secara simultan.
Bahwa dalam www.wikipedia.org/wiki/wlliam-jones (philologis), disebutkan : William Jones lah yang pertama kali mengusulkan pembagian rasial (kasta) di India yang melibatkan teori Invasi Arya-nya Max Muller. Usulan pembagian kasta di India didukung oleh Herbeith Hope Risley, administrator Inggris di India. ( Lihat William Jones dalam www.wikipedia.org/wiki/wlliam-jones (philologis).
Bahwa Th. 1891 Herbeith Hope Riesly Administrator Kolonial Inggris di India menerbitkan buku berjudul STUDY ETNOLOGI INDIA. Dan pada tahun 1901 Herbeith Hope Risley mengesahkan teori rasialis (kasta) Max Muller dan William Jones menjadi Undang-undang Kolonial yang diberlakukan diseluruh anak benua India. Kolonial Inggris Mengesahkan UU Kolonial di India dengan mengadopsi Catur Warna versi Kaum Indolog.
Bahwa Thomas Trautman menyebut publikasi-publikasi tulisan Risley yang berjudul Study Etnologi di India (1891) sebagai teori rasial peradaban India. Trautman mengganggap H.H.Risley dan Max Muller sebagai arsitek kasta-isme di India. (www.wikipedia.org/herbeit hope risley)
Dari hasil upaya dan strategi misionaris Kristen yang berkedok Ilmuwan Indolog (Pencinta Adat, Budaya dan Agama Hindu) tersebut berdampak negatif terhadap Agama Hindu di seluruh dunia sampai kini.
Dari publikasi tulisan-tulisan Indolog (Max Muller dkk) tersebutlah muncul istilah Kasta yang selalu dikait-kaitkan dengan Agama Hindu.
Di Umat Hindu Bali
Bahwa umat Hindu di Bali JUGA tidak lepas dari cengkaraman Misionaris. Para Misionaris Kristen datang ke Bali dengan mendomplengi Kolonialis Belanda.
Dengan Politik Etisnya (Baliseering), Kolonial Belanda membentuk RAAD VAN KERTHA th. 1882 M dan Mengesahkan UU Kolonial di Bali th 1910 M. Serta mengangkat para hakim pengadilan Raad Van Kerta dari kalangan Sulinggih.
Menurut Geoffrey Robinson, tidak jarang mereka - para Hakim Raad Van Kertha tidak mengerti bahasa Melayu dan tidak mengerti Hukum Hukum Hindu. Untuk keperluan itu Kolonial Belanda memproduksi dan memperbanyak lontar lontar, Antara lain lontar lontar : Purwagama, Adigama, Agama, Kutara Manawa dan masih bahyak lagi lontar lontar, yang diterjemahkan dari aslinya berbahasa Kawi (Jawa Kuno) kedalam bahasa Bali dan bahasa Melayu untuk dijadikan pegangan oleh para Hakim Raad Van Kertha.
Geoffrey Robinson mengomentari hal ini sebagai "REKAYASA TRADISI BALI YANG PALING MENCENGANGKAN OLEH KOLONIAL BELANDA". (Geoffrey Robinson; Sisi Gelap Pulau Dewata, 2005 halaman 51).
JADI
Secara sosial politik ajaran Catur Warna telah DISIMPANGKAN untuk dipergunakan sebagai pemecah belah umat Hindu (Devide et Impera).
KESIMPULAN :
BAHWA DENGAN DEMIKIAN, DEMI KEMULIAAN WEDA DAN KEMURNIAN LONTAR LONTAR SUCI UMAT HINDU DI BALI, SAYA BERPENDAPAT BAHWA :
- Lontar Widisastra Tarpini dan Lontar Yadnya Prakerti yang merupakan Lontar panduan bagi para sulinggih dan Jro Mangku tentang Upakara dan bebantenan (pecaruan) telah disusupkan hal hal yang tidak terkait dengan Caru dan Banten.
- Lontar Widisastra Tarpini dan Lontar Yadnya mengandung Unsur Menyimpangan Weda untuk dipergunakan sebagai pemecah belah umat Hindu (Devide et Impera). dengan memanipulasi Yayurweda XXXI.11
- Lontar Widisastra Tarpini dan Lontar Yadnya Prakerti mengandung Unsur yang sengaja disusupkan untuk menyesatkan Umat Hindu terhadap keyakinan nya terhadap Kitab suci Weda
- Lontar Widisastra tarpini dan Lontar Yadnya Prakerti mengandung unsur yang sengaja disusupkan untuk menistakan Agama Hindu.
- Lontar Widisastra Tarpini dan Lontar Yadnya Prakerti mengandung unsur yang sengaja disusupkan untuk MENISTAKAN keluarga Ki Bandesa, Ki Pasek, Ki Gaduh, Ki Dangka, Ki Kubayan, Ki Ngukuhin dan Ki Salain.
- Lontar Widisastra Tarpini dan Lontar Yadnya prakerti berpotensi disalah terapkan dan disalah gunakan di masyarakat Hindu di Bali.
- Tulisan dalam Lontar Widisastra tarpini dan Lontar Yadnya Prakerti telah menimbulkan kesalah pahaman di sebagian kelompok Warga umat hindu terhadap STATUS KESULINGGIHAN keluarga : Ki Bandesa, Ki Pasek, Ki Gaduh, Ki Dangka, Ki Kubayan, Ki Ngukuhin lawan Ki Salain.
- PATUT DIDUGA Bahwa : lontar Widisastra Tarpini dan lontar Yadnya Prakerti adalah lontar lontar RE PRODUKSI kolonial atas PESANAN MISIONARIS yang telah di susupkan Kepentingan Kolonialis : Devide et Impera
BAHWA MELALUI SURAT INI SAYA MEMOHON :
- Supaya dikeluarkan Bhisama untuk menghapus nama nama : Ki Bandesa, Ki Pasek, Ki Gaduh, Ki Dangka/Ki Adangka, Ki Kubayan, Ki Ngukuhin lawan Ki Salain/ Salahin dari Lontar lontar Widisastra Tarpini dan Lontar Yadnya Prakerti serta di lontar lontar lain yang juga memuat nama nama Leluhur orang Bali dalam penjabaran Yayurweda XXXI.11.
- Dan apabila tidak bisa dilakukan penghapusan nama nama Ki Bandesa, Ki Pasek, Ki Gaduh, Ki Dangka/Ki Adangka, Ki Kubayan, Ki Ngukuhin lawan Ki Salain/ Salahin dari Lontar lontar Widisastra Tarpini dan Lontar Yadnya Prakerti maka ke dua lontar tersebut HARUS di Musnahkan.
Bahwa dengan di berlakukannya UU Penistaan Agama dan Pencemaran nama baik, maka : Penulis (anonim), Pencetak dan Penyebar Lontar lontar diatas DAPAT DIADUKAN KE PIHAK BERWAJIB, dengan Delik Penistaan Agama, Penistaan terhadap warga dan Pencemaran nama baik.
Om Santi Santi Santi Om
Matur Suksme.
Lampiran :
Berikut saya lampirkan Juga tulisan dalam Lontar berjudul : Lontar Tutur Upadesa, untuk memperkuat Asumsi kerja Misionaris berkedok Baliologi di Bali (mohon diperhatikan yang saya tulis dengan huruf besar dan saya tebalkan)
TERJEMAHAN LONTAR TUTUR UPADESA (oleh Putu Yudiantara-Bali Wisdom)
19b. Ini adalah nasehat yang amat mulia, namanya, hendaknya diketahui olehmu dengan sangat baik, janganlah sampai salah dan menyimpang, karena sangat buruk akibatnya, dan sangat buruk balasannya, berumur pendek, dan akan mendapatkan celaan dan kutukan, hendaknya diketahui asal mula adanya para dewa di dalam diri, jika telah paham olehmu, maka pahalanya segala penyakit akan menjauh. Adalah Dewi Uma, namanya, pada saat beliau turun, ke dunia nyata, dan turun di pemakaman Malaya, dikatakan Dewi Uma tersesat, dari sanalah, beliau menjadi Dewi Durga, sebagai penebusan dari seorang isteri yang utama, bertempat di dalam hati, itulah penyatuan, Siwa, Sadasiwa, Paramasiwa, Siwasunya, Siwa, namanya, Ki ADHAM, Sadasiwa, namanya, Ki ASIH, Paramasiwa, namanya Ki YAYAB, Sunyasiwa, namanya, Ki WABHAD, istri utama, namanya, Ni WAREM , inilah penyatuan yang maha tinggi, di …