Senin, 05 Maret 2012

Agama Terbesar di Dunia, Agama Hindu

Agama Hindu (Bahasa Sanskerta: Sanātana Dharma सनातन धर्म "Kebenaran Abadi"), dan Vaidika-Dharma ("Pengetahuan Kebenaran") adalah sebuah agama yang berasal dari anak benua India. Agama. Agama ini diperkirakan muncul tahun 10.000 SM  dan merupakan agama tertua di dunia yang masih bertahan hingga kini. Agama ini merupakan agama  terbesar di dunia dengan jumlah umat sebanyak hampir 1,5  milyar jiwa.

Penganut agama Hindu sebagian besar terdapat di anak benua India. Di sini terdapat sekitar 90% penganut agama ini. Agama ini pernah tersebar di Asia Tenggara sampai kira-kira abad ke-15, lebih tepatnya pada masa kerajaan Majapahit. Pada masa sekarang, mayoritas pemeluk agama Hindu di Indonesia adalah masyarakat Bali, selain itu juga yang tersebar di pulau Jawa,Lombok, Kalimantan (Suku Dayak Kaharingan), Sulawesi (Toraja dan Bugis - Sidrap),Sumatera (Batak Karo).

Etimologi

Dalam bahasa Persia, kata Hindu berakar dari kata Sindhu (Bahasa Sanskerta). Dalam Regweda, bangsa Arya menyebut wilayah mereka sebagai Sapta Sindhu (wilayah dengan tujuh sungai di barat daya anak benua India, yang salah satu sungai tersebut bernama sungai Indus). Hal ini mendekati dengan kata Hapta-Hendu yang termuat dalam Zend Avesta (Vendidad: Fargard 1.18) — sastra suci dari kaum Zoroaster di Iran. Pada awalnya kata Hindu merujuk pada masyarakat yang hidup di wilayah sungai Sindhu.

Keyakinan dalam Hindu

Dalam Agama Hindu ada lima keyakinan dan kepercayaan yang disebut dengan Pancasradha. Pancasradha merupakan keyakinan dasar umat Hindu. Kelima keyakinan tersebut, yakni:

  1. Widhi Tattwa – percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa dan segala aspeknya 
  2. Atma Tattwa – percaya dengan adanya jiwa dalam setiap makhluk
  3. Karmaphala Tattwa – percaya dengan adanya hukum sebab-akibat dalam setiap perbuatan
  4. Punarbhawa Tattwa – percaya dengan adanya proses kelahiran kembali (reinkarnasi)
  5. Moksa Tattwa – percaya bahwa kebahagiaan tertinggi merupakan tujuan akhir manusia

Widhi Tattwa

Ini berhubungan dengan Brahman. Widhi Tattwa merupakan konsep kepercayaan terdapat Tuhan yang Maha Esa dalam pandangan Hinduisme. Agama Hindu yang berlandaskan Dharma menekankan ajarannya kepada umatnya agar meyakini dan mengakui keberadaan Tuhan yang Maha Esa. Dalam filsafat Adwaita Wedanta dan dalam kitab Weda, Tuhan diyakini hanya satu namun orang bijaksana menyebutnya dengan berbagai nama. Dalam agama Hindu, Tuhan disebut Brahman. Di Indonesia lebih populer disebut Hyang Widhi (Di Jawa dan Sunda disebut Gusti Hyang Widhi)

Atma Tattwa

Ini berhubungan dengan Atman. Atma tattwa merupakan kepercayaan bahwa terdapat jiwa dalam setiap makhluk hidup. Dalam ajaran Hinduisme, jiwa yang terdapat dalam makhluk hidup merupakan percikan yang berasal dari Tuhan dan disebut Atman. Jiwatma bersifat abadi, namun karena terpengaruh oleh badan manusia yang bersifat maya, maka Jiwatma tidak mengetahui asalnya yang sesungguhnya. Keadaan itu disebut Awidya. Hal tersebut mengakibatkan Jiwatma mengalami proses reinkarnasi berulang-ulang. Namun proses reinkarnasi tersebut dapat diakhiri apabila Jiwatma mencapai moksa.

Karmaphala

Ini berhubungan dengan Karmapala. Agama Hindu mengenal hukum sebab-akibat yang disebut Karmaphala (karma = perbuatan; phala = buah/hasil) yang menjadi salah satu keyakinan dasar. Dalam ajaran Karmaphala, setiap perbuatan manusia pasti membuahkan hasil, baik atau buruk. Ajaran Karmaphala sangat erat kaitannya dengan keyakinan tentang reinkarnasi. karena dalam ajaran Karmaphala, keadaan manusia (baik suka maupun duka) disebabkan karena hasil perbuatan manusia itu sendiri, baik yang ia lakukan pada saat ia menjalani hidup maupun apa yang ia lakukan pada saat ia menjalani kehidupan sebelumnya. Dalam ajaran tersebut, bisa dikatakan manusia menentukan nasib yang akan ia jalani sementara Tuhan yang menentukan kapan hasilnya diberikan (baik semasa hidup maupun setelah reinkarnasi).

Punarbhawa

Ini berhubungan dengan Samsara. Punarbhawa merupakan keyakinan bahwa manusia mengalami reinkarnasi. Dalam ajaran Punarbhawa, reinkarnasi terjadi karena jiwa harus menanggung hasil perbuatan pada kehidupannya yang terdahulu. Apabila manusia tidak sempat menikmati hasil perbuatannya seumur hidup, maka mereka diberi kesempatan untuk menikmatinya pada kehidupan selanjutnya. Maka dari itu, munculah proses reinkarnasi yang bertujuan agar jiwa dapat menikmati hasil perbuatannya (baik atau buruk) yang belum sempat dinikmati. Proses reinkarnasi diakhiri apabila seseorang mencapai kesadaran tertinggi (moksa/mukso).

Moksa

Dalam keyakinan umat Hindu, Moksa merupakan suatu keadaan di mana jiwa merasa sangat tenang dan menikmati kebahagiaan yang sesungguhnya karena tidak terikat lagi oleh berbagai macam nafsu maupun benda material. Pada saat mencapai keadaan Moksa, jiwa terlepas dari siklus reinkarnasi sehingga jiwa tidak bisa lagi menikmati suka-duka di dunia. Oleh karena itu, Moksa menjadi tujuan akhir yang ingin dicapai oleh umat Hindu. Moksa merupakan keadaan menyatunya Atma dengan Jiwatman ( Manunggaling kaula lan Gusti).

Konsep ketuhanan

Dalam agama Hindu pada umumnya, konsep yang dipakai adalah monoteisme. Konsep tersebut dikenal sebagai filsafat Adwaita Wedanta yang berarti "tak ada duanya". Selayaknya konsep ketuhanan dalam agama monoteistik lainnya, Adwaita Wedanta menganggap bahwa Tuhan merupakan pusat segala kehidupan di alam semesta, dan dalam agama Hindu, Tuhan dikenal dengan sebutan Brahman.

Dalam keyakinan umat Hindu, Brahman merupakan sesuatu yang tidak berawal namun juga tidak berakhir. Brahman merupakan pencipta sekaligus pelebur alam semesta. Brahman berada di mana-mana dan mengisi seluruh alam semesta. Brahman merupakan asal mula dari segala sesuatu yang ada di dunia. Segala sesuatu yang ada di alam semesta tunduk kepada Brahman tanpa kecuali. Dalam konsep tersebut, posisi para dewa disetarakan dengan malaikat dan enggan untuk dipuja sebagai Tuhan tersendiri, melainkan dipuji atas jasa-jasanya sebagai perantara Tuhan kepada umatnya.

Filsafat Adwaita Wedanta menganggap tidak ada yang setara dengan Brahman, Sang pencipta alam semesta. Dalam keyakinan umat Hindu, Brahman hanya ada satu, tidak ada duanya, namun orang-orang bijaksana menyebutnya dengan berbagai nama sesuai dengan sifatnya yang maha kuasa. Nama-nama kemahakuasaan Tuhan  dimanifestasikan ke dalam beragam Dewa-Dewi, seperti misalnya: Wisnu, Brahma, Siwa, Laksmi, Parwati, Saraswati, dan lain-lain. Dalam Agama Hindu Dharma (khususnya di Bali), konsep Ida Sang Hyang Widhi Wasa merupakan suatu bentuk monoteisme asli orang Bali.

Pantheisme

Dalam salah satu Kitab Hindu yakni Upanishad, konsep yang ditekankan adalah panteisme. Konsep tersebut menyatakan bahwa Tuhan tidak memiliki wujud tertentu maupun tempat tinggal tertentu, melainkan Tuhan berada dan menyatu pada setiap ciptaannya, dan terdapat dalam setiap benda apapun, ibarat garam pada air laut. Dalam agama Hindu, konsep panteisme disebut dengan istilah Wyapi Wyapaka. Kitab Upanishad dari Agama Hindu mengatakan bahwa Tuhan memenuhi alam semesta tanpa wujud tertentu, beliau tidak berada di surga ataupun di dunia tertinggi namun berada pada setiap ciptaannya.

Toleransi Agama Hindu


Agama Hindu sangat toleran, dan menghargai setiap cara/jalan dalam menuju Tuhan seperti bunyi seloka Bhagawad Gita,  berikut :

“Jalan mana pun yang ditempuh manusia kepada-Ku, semuanya Aku terima sama dan Aku beri anugerah setimpal sesuai dengan penyerahan diri mereka. Semua orang mencariku dengan berbagai jalan".(BG.IV.11).

"Apapun bentuk kepercayaan yang ingin dijalankan oleh penganut agama, dengan bentuk apapun keyakinan kepercayaan itu dilaksanakan, sesungguhnya Aku sendiri yang mengajarinya." (BG.VII.21).

Pustaka suci

Ajaran agama dalam Hindu didasarkan pada kitab suci Weda, yang mana di dalamnya memuat nilai-nilai spiritual keagamaan berikut dengan tuntunan dalam kehidupan di jalan dharma. Selain, Weda  yang merupakan  paling  lengkap, ada juga Upanishad sebagai susastra dasar yang sangat penting dalam mempelajari agama Hindu. Sastra lainnya yang menjadi landasan penting dalam agama Hindu adalah Tantra, Agama dan Purana serta kedua Itihasa (epos), yaitu Ramayana dan Mahabharata. Bhagawadgita adalah ajaran yang dimuat dalam Mahabharata, merupakan susastra yang dipelajari secara luas, yang sering disebut sebagai Pancamo Weda.

Secara umum, pustaka suci Hindu dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok kitab Sruti dan kelompok kitab Smerti. 

  1. Sruti berarti "yang didengar" atau wahyu. Yang tergolong kitab Sruti adalah kitab-kitab yang ditulis berdasarkan wahyu Tuhan, seperti misalnya Weda, Upanishad, dan Bhagawadgita. Dalam perkembangannya, Weda dan Upanishad terbagi lagi menjadi bagian yang lebih kecil, seperti misalnya Regweda dan Isopanishad. Kitab Weda berjumlah empat bagian sedangkan kitab Upanishad berjumlah sekitar 108 buah. 
  2. Smerti berarti "yang diingat" atau tradisi. Yang tergolong kitab Smerti adalah kitab-kitab yang tidak memuat wahyu Tuhan, melainkan kitab yang ditulis berdasarkan pemikiran dan renungan manusia, seperti misalnya kitab tentang ilmu astronomi, ekonomi, politik, kepemimpinan, tata negara, hukum, sosiologi, dan sebagainya. Kitab-kitab smerti merupakan penjabaran moral yang terdapat dalam kitab Sruti.

Weda 

       Weda merupakan kitab suci yang menjadi sumber segala ajaran agama Hindu. Weda merupakan kitab suci tertua di dunia karena umurnya setua umur agama Hindu. Weda berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu dari kata vid yang berarti "tahu". Kata Weda berarti "pengetahuan". Para Maha Rsi yang menerima wahyu Weda jumlahnya sangat banyak, namun yang terkenal hanya tujuh saja yang disebut Saptaresi. Ketujuh Maha Resi tersebut yakni:
  1. Resi Gritsamada
  2. Resi Wasista
  3. Resi Atri
  4. Resi Wiswamitra
  5. Resi Wamadewa
  6. Resi Bharadwaja
  7. Resi Kanwa
Mantera-mantera/seloka-seloka yang diturunkan oleh Tuhan kepada para Maha Rsi tersebut tidak terjadi pada suatu zaman yang sama dan tidak diturunkan di wilayah yang sama. Resi yang menerima wahyu juga tidak hidup pada masa yang sama dan tidak berada di wilayah yang sama dengan resi lainnya, sehingga ribuan mantra-mantra tersebut tersebar di seluruh wilayah India dari zaman ke zaman, tidak pada suatu zaman saja. Agar mantera-mantera tersebut dapat dipelajari oleh generasi seterusnya, maka disusunlah mantera-mantera tersebut secara sistematis ke dalam sebuah buku. Usaha penyusunan ayat-ayat tersebut dilakukan oleh Bagawan Byasa atau Krishna Dwaipayana Wyasa dengan dibantu oleh empat muridnya, yaitu: Bagawan Pulaha, Bagawan Jaimini, Bagawan Wesampayana, dan Bagawan Sumantu.

Setelah penyusunan dilakukan, mantera-mantera tersebut dikumpulkan ke dalam sebuah kitab yang kemudian disebut Weda. Sesuai dengan isinya, Weda terbagi menjadi empat, yaitu:

  1. Regweda Samhita
  2. Ayurweda Samhita
  3. Samaweda Samhita
  4. Atharwaweda Samhita

Keempat kitab tersebut disebut "Caturweda Samhita". Selain keempat Weda tersebut, Bhagawadgita yang merupakan intisari ajaran Weda disebut sebagai "Weda yang kelima".


Bhagawadgita


Bhagawadgita merupakan suatu bagian dari kitab Bhismaparwa, yakni kitab keenam dari seri Astadasaparwa kitab Mahabharata, yang berisi percakapan antara Sri Kresna dengan Arjuna menjelang Bharatayuddha terjadi. Diceritakan bahwa Arjuna dilanda perasaan takut akan kemusnahan Dinasti Kuru jika Bharatayuddha terjadi. Arjuna juga merasa lemah dan tidak tega untuk membunuh saudara dan kerabatnya sendiri di medan perang. Dilanda oleh pergolakan batin antara mana yang benar dan mana yang salah, Arjuna bertanya kepada Kresna yang mengetahui dengan baik segala ajaran agama.

Kresna yang memilih menjadi kusir kereta Arjuna menjelaskan dengan panjang lebar ajaran-ajaran ketuhanan dan kewajiban seorang kesatria agar dapat membedakan antara yang baik dengan yang salah. Ajaran tersebut kemudian dirangkum menjadi sebuah kitab filsafat yang sangat terkenal yang bernama Bhagawadgita.

Bhagawadgita terdiri dari delapan belas bab dan berisi ± 650 sloka. Setiap bab menguraikan jawaban-jawaban yang diajukan oleh Arjuna kepada Kresna. Jawaban-jawaban tersebut merupakan wejangan suci sekaligus pokok-pokok ajaran Weda.

Purana

Purana adalah bagian dari kesusastraan Hindu yang memuat mitologi, legenda, dan kisah-kisah zaman dulu. Kata Purana berarti "sejarah kuno" atau "cerita kuno". Penulisan kitab-kitab Purana diperkirakan dimulai sekitar tahun 500 SM. Terdapat delapan belas kitab Purana yang disebut Mahapurana. Adapun kedelapan belas kitab tersebut yakni:
  1. Matsyapurana
  2. Wisnupurana
  3. Bhagawatapurana
  4. Warahapurana
  5. Wamanapurana
  6. Markandeyapurana
  7. Bayupurana
  8. Agnipurana
  9. Naradapurana
  10. Garudapurana
  11. Linggapurana
  12. Padmapurana
  13. Skandapurana
  14. Bhawisyapurana
  15. Brahmapurana
  16. Brahmandapurana
  17. Brahmawaiwartapurana
  18. Kurmapurana

Itihasa

Itihasa adalah suatu bagian dari kesusastraan Hindu yang menceritakan kisah kepahlawanan para raja dan kesatria Hindu di masa lampau dan dikombinasikan dengan filsafat agama, mitologi, dan cerita tentang makhluk supranatural, yang merupakan manifestasi kekuatan Brahman. Kitab Itihasa disusun oleh para Resi dan pujangga India masa lampau, seperti misalnya Resi Walmiki dan Resi Byasa. Itihasa yang terkenal ada dua, yaitu Ramayana dan Mahabharata


Kitab lainnya

Selain kitab Weda, Bhagawadgita, Upanishad, Purana dan Itihasa, agama Hindu mengenal berbagai kitab lainnya seperti misalnya: Tantra, Jyotisha, Darsana, Salwasutra, Nitisastra, Kalpa, Chanda, dan lain-lain. Kebanyakan kitab tersebut tergolong ke dalam kitab Smerti karena memuat ajaran astronomi, ilmu hukum, ilmu tata negara, ilmu sosial, ilmu kepemimpinan, ilmu bangunan dan pertukangan, dan lain-lain.

Kitab Tantra memuat tentang cara pemujaan masing-masing sekte dalam agama Hindu. Kitab Tantra juga mengatur tentang pembangunan tempat suci Hindu dan peletakkan arca. Kitab Nitisastra memuat ajaran kepemimpinan dan pedoman untuk menjadi seorang pemimpin yang baik. Kitab Jyotisha merupakan kitab yang memuat ajaran sistem astronomi tradisional Hindu. Kitab Jyotisha berisi pedoman tentang benda langit dan peredarannya. Kitab Jyotisha digunakan untuk meramal dan memperkirakan datangnya suatu musim.

Karakteristik


Dalam agama Hindu, seorang umat berkontemplasi tentang misteri Brahman dan mengungkapkannya melalui mitos yang jumlahnya tidak habis-habisnya dan melalui penyelidikan filosofis. Mereka mencari kemerdekaan dari penderitaan manusia melalui praktik-praktik askese atau meditasi yang mendalam, atau dengan mendekatkan diri kepada Tuhan melalui cinta kasih, bakti dan percaya (Sradha).

Umat Hindu juga menyebut agamanya sebagai Sanatana Dharma yang artinya Dharma yang kekal abadi.

Menurut kepercayaan para penganutnya, ajaran Hindu langsung diajarkan oleh Tuhan sendiri, yang turun atau menjelma ke dunia yang disebut Awatara. Misalnya Kresna, adalah penjelmaan Tuhan ke dunia pada zaman Dwaparayuga, sekitar puluhan ribu tahun yang lalu. Ajaran Kresna atau Tuhan sendiri yang termuat dalam kitab Bhagawadgita, adalah kitab suci Hindu yang utama. Bagi Hindu, siapapun berhak dan memiliki kemampuan untuk menerima ajaran suci atau wahyu dari Tuhan asalkan dia telah mencapai kesadaran atau pencerahan. Oleh sebab itu dalam agama Hindu wahyu Tuhan bukan hanya terbatas pada suatu zaman atau untuk seseorang saja. Bahwa wahyu Tuhan yang diturunkan dari waktu ke waktu pada hakekatnya adalah sama, yaitu tentang kebenaran, kasih sayang, kedamaian, tentang kebahagiaan yang kekal abadi, tentang hakekat akan diri manusia yang sebenarnya dan tentang dari mana manusia lahir dan mau ke mana manusia akan pergi, atau apa tujuan yang sebenarnya manusia hidup ke dunia.

Konsep Hindu


Hindu memiliki beragam konsep keagamaan yang diterapkan sehari-hari. Konsep-konsep tersebut meliputi pelaksanaan yajña, sistem Catur Warna, pemujaan terhadap Dewa-Dewi, Trihitakarana,Panca Sradha, Tattwam asi dan lain-lain.

Dewa-Dewi Hindu


Dalam ajaran agama Hindu, Dewa adalah makhluk suci, makhluk supernatural, penghuni surga, yang melaksanakan tugas keseharian Tuhan. Kata “dewa” berasal dari kata “div” yang berarti “bersinar”. Dalam kitab suci Reg Weda, Weda yang pertama, disebutkan adanya 33 Dewa, yang mana ketiga puluh tiga Dewa tersebut merupakan manifestasi dari kemahakuasaan Tuhan Yang Maha Esa. Di antara Dewa-Dewi dalam agama Hindu, yang paling terkenal sebagai suatu konsep adalah: Brahmā, Wisnu, Çiwa. Mereka disebut Trimurti.

Dalam kitab-kitab Weda dinyatakan bahwa para Dewa tidak dapat bergerak bebas tanpa kehendak Tuhan. Para Dewa juga tidak dapat menganugerahkan sesuatu tanpa kehendak Tuhan. Para Dewa, sama seperti makhluk hidup yang lainnya, bergantung kepada kehendak Tuhan. Filsafat Advaita (yang berarti: “tidak ada duanya”) menyatakan bahwa tidak ada yang setara dengan Tuhan dan para Dewa hanyalah perantara antara beliau dengan umatnya.

 Catur Warna/Empat Tipe Manusia

Dalam agama Hindu, dikenal istilah Catur Warna yang  tidak sama dengan kasta. Catur Warna terbentuk oleh interaksi dinamis Triguna(tiga sifat bawaan lahir) dan karma. Tiga sifat bawaan tersebut terdiri dari Sattwam, Rajas dan Tamas. Interaksi dinamis Triguna karma ini membentuk pola-pola/warna-warna Brahmana, Ksatrya, Wesya dan Sudra. Adapun ciri-ciri ke empat Warna tersebut adalah :
  1. Warna/tipe Brāhmana: tenang, menguasai indria, manusia suci, berpengetahuan, bijaksana dan selalu membawa pencerahan
  2. Warna/tipe Ksatria: manusia pemberani, lincah, berkesungguhan, tidak pengecut, cakap, berwibawa, Dermawan, selalu siap membela kebenaran,Jujur dan lurus hati.mampu memimpin.
  3. Warna/tipe Waisya: manusia ekonomi, pekerja ulet, pintar berdagang, bertani dan berternak
  4. Warna/tipe Sudra: manusia yang lebih suka mengerjakan pekerjaan dengan  menggunakan tenaga fisiknya/tenaga badaniahnya.

Menurut ajaran catur Warna, martabat seseorang didapat sesuai dengan perilakunya, sedang perilakunya ditentukan oleh triguna yang melekat padanya.  Status seseorang tidak  tergantung  profesi yang dipilihnya.  Status atau perilaku seseorang tidak didapat semenjak dia lahir melainkan didapat melalui proses belajar dan interaksinya dengan lingkungan. Catur Warna menekankan seseorang agar memilih profesinya sesuai dengan tipe Warnanya/kepribadiannya. Keempat warna/tipe manusia ini sangat dianjurkan untuk saling membantu agar mereka dapat memperoleh hak-haknya secara harmonis. Konsep Catur Warna merupakan sumbangan Agama Hindu untuk Ilmu Psikologi kepribadian. Catur Warna merupakan Ilmu Posikologi Hindu untuk  menentukan tipe kepribadian Manusia. Dan sekaligus mengarahkan dalam memilih profesi/pekerjaan.

Pelaksanaan ritual (Yajña)


Dalam ajaran Hindu, Yajña merupakan pengorbanan suci secara tulus ikhlas kepada Tuhan Yang Maha Esa, kepada para leluhur, kepada sesama manusia, dan kepada alam semesta. Biasanya diwujudkan dalam ritual yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan umat Hindu. Tujuan pengorbanan tersebut bermacam-macam, bisa untuk memohon keselamatan dunia, keselamatan leluhur, maupun sebagai kewajiban seorang umat Hindu. Bentuk pengorbanan tersebut juga bermacam-macam, salah satunya yang terkenal adalah Ngaben, yaitu ritual yang ditujukan kepada leluhur (Pitra Yadnya).

Sekte (aliran) dalam Hindu


Ada beberapa sekte/aliran dalam agama Hindu diantaranya adalah :Sekte Waisnawa yaitu menonjolkan kasih sayang dan bersifat memelihara; yang kedua terbesar ialah Sekte Siwa sebagai pelebur dan pengembali yang menjadi tiga sekte besar, yaitu Sekte Siwa, Sekte Sakti (Durga ), dan Sekte Ganesha, serta terdapat pula Sekte Siwa Siddhanta yang merupakan aliran mayoritas yang dijalani oleh masyarakat Hindu Bali, sekte Bhairawa dan Sekte - Sekte yang lainnya. Yang ketiga ialah Sekte Brahma sebagai pencipta yang menurunkan Sekte Agni, Sekte Rudra, Sekte Yama, dan Sekte Indra. Sekte adalah jalan untuk mencapai tujuan hidup menurut Agama Hindu, yaitu moksha (kembali kepada Tuhan), dan pemeluk Hindu dipersilahkan memilih sendiri aliran yang mana menurutnya yang paling baik/bagus.

Toleransi umat Hindu


Agama ini memiliki ciri khas sebagai salah satu agama yang paling toleran, yang mana di dalam kitab Weda dalam salah satu baitnya memuat kalimat berikut:

Alihaksara: Ekam Sat Vipraaha Bahudhaa Vadanti

Cara baca dalam bahasa Indonesia: Ekam Sat Wiprah Bahuda Wadanti

Bahasa Indonesia: "Hanya ada satu kebenaran tetapi para orang pandai menyebut-Nya dengan banyak nama."

— Rg Weda (Buku I, Gita CLXIV, Bait 46)

Dalam berbagai pustaka suci Hindu, banyak terdapat sloka-sloka yang mencerminkan toleransi dan sikap yang adil oleh Tuhan. Umat Hindu menghormati kebenaran dari mana pun datangnya dan menganggap bahwa semua agama bertujuan sama, yaitu menuju Tuhan, namun dengan berbagai sudut pandang dan cara pelaksanaan yang berbeda. Hal itu diuraikan dalam kitab suci mereka sebagai berikut:

samo ‘haṁ sarva-bhūteṣu na medewsyo 'sti na priyah, ye bhajanti tu māṁ bhaktyā mayi te teṣu cāpy aham  (Bhagavad Gītā, IX. 29)

 Arti: 
Aku tidak pernah iri dan selalu bersikap adil terhadap semua makhluk. Bagi-Ku tidak ada yang paling Ku-benci dan tidak ada yang paling Aku kasihi, Tetapi yang berbakti kepada-Ku, dia berada pada-Ku dan Aku bersamanya pula


Ye yathā mām prapadyante tāms tathaiva bhajāmy aham, mama vartmānuvartante manusyāh pārtha sarvaśah (Bhagavad Gītā, 4.11)
Arti:

Jalan mana pun yang ditempuh seseorang kepada-Ku, Aku memberinya anugerah setimpal. Semua orang mencari-Ku, dengan berbagai jalan, wahai putera Partha (Arjuna)


Yo yo yām yām tanum bhaktah śraddhayārcitum icchati, tasya tasyācalām śraddhām tām eva vidadhāmy aham. (Bhagavad Gītā, 7.21)

Arti:
Kepercayaan apapun yang ingin dipeluk seseorang, Aku perlakukan mereka sama dan
Ku-berikan berkah yang setimpal supaya ia lebih mantap

Meskipun ada yang menganggap Dewa-Dewi merupakan Tuhan tersendiri, namun umat Hindu memandangnya sebagai cara pemujaan yang salah. Dalam kitab suci mereka, kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda:

ye ‘py anya-devatā-bhaktā yajante śraddhayānvitāḥ, te ‘pi mām eva kaunteya yajanty avidhi-pūrvakam (Bhagavad Gītā, IX.23)

Arti: 

Orang-orang yang menyembah Dewa-Dewa dengan penuh keyakinannya, sesungguhnya hanya menyembah-Ku, tetapi mereka melakukannya, dengan cara yang keliru, wahai putera Kunti (Arjuna).

Pemeluk agama Hindu juga mengenal arti Ahimsa dan "Satya Jayate Anertam". Mereka diharapkan tidak suka (tidak boleh) membunuh secara biadab tapi untuk kehidupan pembunuhan dilakukan kepada binatang berbisa (nyamuk) untuk makanan sesuai swadarmanya, dan diminta jujur dalam melakukan segala pikiran, perkataan, dan perbuatan

Bacaan pelengkap :
  1. Gede Pudja: Bhagawad Gita, Maya Sari Jkt, 1985/1986
  2. Titib, I Made: Veda, Sabda suci, Pedoman praktis kehidupan, Paramita, sby.1996
  3. Penciptaan Langit, Bumi dan Manusia. www.dharmagupta.blogspot.com.


2 comments:

Unknown mengatakan...

MAKASIH!! Artikelnya sangat menarik.

Anonim mengatakan...

Bener2 puas membacanya sgt tercerahkan, terimakasih banyak smga semakin bnyk umat hindu yg mengakses hal2 spt ini agar umat hindu lebih memahami ajarannya shg tak gampang utk dikonversi hny krn mslh ekonomi, adat maupun karir.