Ke empat bersaudara itu
masing masing Mpu Kuturan berasrama di Silayukti ( Sekarang menjadi Pura Silayukti - Padang), Mpu Semeru berasrama di Besakih (sekarang menjadi Pura Catur Lawa Besakih), Mpu Gana berasrama
di Gelgel (sekarang menjadi Pura dasar Buwana Gelgel) dan Mpu
Gnijaya berasrama di Lempuyang (sekarang menjadi Pura Lempuyang Madya). Ke
empat Mpu tersebut menata system keagamaan Hindu di Bali yang sempat terkoyak
oleh perbedaan sekte. Sebenrnya masih ada 1 lagi saudara Mpu tersebut yaitu
yang paling bungsu benama Mpu Beradah, beliau berasrama di Lemah Tulis,
pejarakan Jawa Timur. Mpu beradah menjadi Bhagawanta raja Airlangga dari
kerajaan Kahuripan.
Dalam menata system keagamaan Hindu di
Bali, Mpu Kuturan memperkenalkan Konsep
TRIMURTI dengan membentuk Kahyangan Tiga. Sebagai Bagawanta Kerajaan, Mpu
Kuturan memerintahkan untuk membangun Kahyangan Tiga di setiap Desa yang
kemudian disebut Desa Adat atau desa Pekraman. Mpu Kuturan juga menata
pertanian dengan membentuk Subak,
Juga ditata system pemujaan dengan menciptakan Sanggar atau Merajan, Sanggah
Kemulan atau Kawitan dls. Mpu Kuturan merupakan Arsitek Desa adat di Bali
dan berhasil mempersatukan Umat Hindu di
Bali dalam Desa Pekraman.
Sebelumnya agama Hindu
di Bali terpecah kedalam 9 sekte yang masing-masing merasa paling benar dan
paling berhak, menyebabkan keagamaan Hindu sering terjadi percekcokan.
Sejak Rakyat Bali
dipimpin oleh Raja Udayana (th. 998-1011 M)dengan Penasehat Kerajaan (Bhagawanta Kerajaan) di
pegang oleh Mpu Kuturan system keagamaan dan Keamanan rakyat Bali sangat baik
dan sejahtera. Desa adatnya tertata
dengan baik, system keagamaannya berjalan dengan baik, dan kepemimpinan agama
di desa desa berjalan dengan baik tanpa ada perselisihan.
Masa kemesan agama
Hindu di Bali yang ditata dengan pondasi kokoh oleh Rsi Markandeya (abad ke 8) dan dipekuat
dengan Desa Pakraman oleh Mpu Kuturan (abad ke 10) dilanjutkan oleh keturunan Mpu Kananda
(keluarga Sanak Pitu) yang bernama Sangkul Petak (abad ke 12-13), sehingga Agama Hindu di Bali
tetap tegak dan mengalami masa kejayaannya selama berabad abad tanpa dapat
digoyahkan oleh rongrongan dari manapun.
Pura Besakih yang
dibangun pertama kali oleh Rsi Markandeya ( Baliage) dan kemudian di pelihara secara turun temurun
oleh keturunan Sangkul Putih (keturunan Mahagotra Pasek Sanak Sapta Rsi) dapat
menyelenggarakan Aci aci dengan baik dan lancar.
Adalah
Rsi Markandeya (Baliage) yang pertama kali meletakan panca datu di
Besakih. Rsi Markandeya adalah seorang Pandita berasal dari Orisa (India). Beliau datang ke Bali dari Gunung Raung Jawa Timur. Sebelum berasrama di Gunung Raung, Rsi Markandeya berasrama di Pegunungan Dieng Jawa tengah. Beliau datang ke Nusantara untuk menyebarkan Agama Hindu di Nusantara. Di Bali beliau Rsi Markandeya memperkenalkan Bebantenan, sehingga pulau Bangsul kemudian
dikenal sebagai Pulau Bali (Bumi
Banten).
Banten atau Sesajen yang diperkenalkan oleh Rsi Markadeya, menurut Bhagawan Dwija disempurnakan oleh Sangkul Petak (Mpu Dwikaksara I), sehingga umat Hindu di Bali mewarisi Bebantenan dalam ritual agamanya sampai saat ini.
Banten atau Sesajen yang diperkenalkan oleh Rsi Markadeya, menurut Bhagawan Dwija disempurnakan oleh Sangkul Petak (Mpu Dwikaksara I), sehingga umat Hindu di Bali mewarisi Bebantenan dalam ritual agamanya sampai saat ini.
Agama Hindu di Bali sempat mengalami Cobaan
Masa keemasan umat
Hindu di Bali sempat diupayakan dan digoyahkan untuk diganti dengan keyakinan lain dengan melarang
umat Hindu bersembahyang ke Pura Besakih. Adalah mitos yang menyebutkan Raja Mayadanawa melarang umat Hindu di Bali bersembahnyang ke pura Besakih. Upaya itu
tidak lepas dari pembisik sang raja yang bernama Kangcingwie isteri dari raja
Jayapangus. Sehingga Raja selanjutnya - keturunan
Jayapangus yang bernama : Mayadanawa (Pameswara
Çri Hyangning Hyang Adhidewalancana?? (Saka 1182-1208/1260-1286M) ) yang tidak kuat Sradhanya terhadap agama Hindu, mau menganti Agama Hindu di Bali dengan kepercayaan Agama lain.
Upaya pelarangan umat
Hindu untuk bersembahyang ke Besakih membuat para Pandita Hindu (para Mpu) di
Bali menjadi gerah. Mereka kemudian meminta Raja Kertanegara dari Singosari
untuk membantu menyingkirkan raja Bali "Mayadanawa". (catatan : dalam berbadai babad dan usana
disebutkan para Mpu di Bali memohon perlindungan Ide Betare di Semeru (Jawa) .
Momentum yang sangat tepat karena Raja Kertanegara baru saja memproklamirkan
rencana pemersatuan seluruh kerajaan di Nusantara. Maka permintaan para Mpu itu
dikabulkan dengan mengirim salah seorang Keturunan Mpu Kananda yang benama Sangkul
Petak ke Bali untuk mempelajari situasi dan menyiapkan kondisi sampai raja
Kertanegara dari kerajaan Singosari siap mengadakan penyerangan.
Singkat cerita terjadilah
perang antara Mayadanawa (raja Bali) dengan para Dewa dari kahyangan yang
dipimpin oleh Dewa Indra. Raja Bali yang dijuluki Mayadanawa akhirnya kalah dan
konon mati dibunuh oleh Dewa Indra. (dalam buku pelajaran sejarah
nasional, raja Bali ditawan dan dibawa
ke Jawa oleh Raja Kertanegara).
Sebutan pasukan Dewa
dari Kahyangan dengan pemimpinnya Dewa Indra adalah Mitos yang sudah
disiapkan untuk mengesahkan penyerangan
kerajaan Singosari terhadap kerajaan yang berdaulat. Pasukan dari Kahyangan
adalah sebutan pasukan dari Singosari sedangkan Dewa Indra adalah sebutan dari
Raja Kertanegara. Sedangkan Raja Bali Pameswara Sri Hyangning Hyang
Adhidewalancana??(1260-1284 M) Disebut
sebagai Mayadanawa.
Dalam penyerangan
Raja Kertanegara terhadap Raja Mayadanawa di Bali, pasukan Singosari dipimpin oleh Keboparud Makakasir sebagai
panglima perang dan Sangkulpetak sebagai penasehat dan Konseptor Perang.
Karena Sangkul Petak bersama Kebo Parud Makakasir berhasil memusnahkan Mayadanawa dari kerajaan Bali. Maka Keboparud Makakasir diangkat sebagai raja di Bali (1284-1324 M) dibawah control Kerajaan Singosari mengantikan Pameswara Sri Hyangning Hyang Adhidewalancana (Mayadanawa??), Sedangkan Sangkul Petak diangkat menjadi Bhagawanta Kerajaan dengan nama Abiseka Mpu Dwijaksara (I). Tanda (I) adalah untuk membedakan dengan Mpu Dwijaksara (II) yang dikirim oleh Gajah Mada untuk menundukkan Raja Sri Astasura Ratna Bumi Banten atau Sri Tapohulung dari Bedahulu, 59 tahun kemudian yaitu pada tahun 1343 M .
Karena Sangkul Petak bersama Kebo Parud Makakasir berhasil memusnahkan Mayadanawa dari kerajaan Bali. Maka Keboparud Makakasir diangkat sebagai raja di Bali (1284-1324 M) dibawah control Kerajaan Singosari mengantikan Pameswara Sri Hyangning Hyang Adhidewalancana (Mayadanawa??), Sedangkan Sangkul Petak diangkat menjadi Bhagawanta Kerajaan dengan nama Abiseka Mpu Dwijaksara (I). Tanda (I) adalah untuk membedakan dengan Mpu Dwijaksara (II) yang dikirim oleh Gajah Mada untuk menundukkan Raja Sri Astasura Ratna Bumi Banten atau Sri Tapohulung dari Bedahulu, 59 tahun kemudian yaitu pada tahun 1343 M .
Mayadanawa adalah julukan Raja Bali saat itu (
Raja Pameswara
Çri Hyangning Hyang Adhidewalancana ??
(Saka 1182-1208/1260-1284M). Mayadanawa adalah keturunan Jayapagus dengan
Kangcingwie yang menganut agama Budha. Mayadanawa melarang Umat Hindu di Bali
bersembahyang ke Pura Besakih, Sehingga mengundang kemarahan para Mpu di Bali dan Jawa, sehingga para Mpu meminta
bantuan Raja Kertanegara dari Singosari untuk menyingkirkan Mayadanawa.
Ingat kasus pada saat Dandang Gendis -
Raja Kediri menghina para Brahmana keturunan Mpu Gnijaya. Para Brahmana Keturunan Mpu Gnijaya kemudian
pergi meninggalkan Kediri ke berbagai daerah di sekitar nya, ada yang ke Tumapel yaitu
Mpu Purwanata dengan anak-anaknya Kendedes dan Mpu Purwa dan ada yang ke
Pasuruan.
Dan
pada saat terjadinya perselisihan antara Kertajaya
(Dandang Gendis) raja Kediri dengan Ken Arok (akuwu di Tumapel), para Brahmana Keturunan Mpu Gnijaya akhirnya
bersekutu dan mendukung perjuangan Ken
Arok, karena salah satu keturunan Mpu
Gnijaya yaitu Kendedes- Putri dari Mpu
Purwanata dinikahi oleh Ken Arok. Ken Arok dengan dukungan keturunan Mpu
Gnijaya berhasil menyingkirkan Dandang
Gendis (Kertajaya) dari tahta Kediri dan membentuk kerajaan baru bernama
Singosari.
Brahmana keturunan Mpu Gnijaya yang sangat
berperan dalam masa Ken Arok adalah Mpu Ragarunting (Wira Runtimg). Mpu ini
terkenal di sinetron sinetron yang disiarkan oleh Indosiar beberapa tahun yang
lalu. Sebagai Brahmana sakti mandraguna.
Mpu Ragarunting adalah Konseptor dan sekaligus panglima perang pasukan Ken Arok
melawan Dandang Gendis. Dalam Sinetron sering dimunculkan sebagai musuh Mak
Lampir.
Keturunan Mpu Gnijaya
juga berperan saat Raden Wijaya (keturunan Ken Arok - Kendedes) memproklamirkan
berdirinya kerajaan Majapahit pada purnamaning Kapat th 1293 M. Pada saat
Kerajaan Majapahit berdirilah mulai dikenal istilah Sanak Pitu bagi keturunan
Mpu Gnijaya (babad Pasek oleh Igt, Bgs. Sugriwa-Balimas 1990)
Kembali ke pokok bahasan :
Dalam Lontar lilaning Mayadanawa, disebutkan bahwa Mayadanawa mati dibunuh oleh Keboparud Makakasir. Sedangkan lontar lainnya menyebutkan bahwa Mayadanawa dibunuh oleh Sangkulpetak. Sangkul Petak adalah konseptor, sedangkan Keboparud adalah seorang eksekutor (panglima perang) dalam penyerangan terhadap Mayadanawa di Bali. Penyerangan Singosari terhadap Mayadanawa (raja Bali) adalah demi untuk menegakkan kembali Dharma (Agama Hindu) yang mau dihancurkan oleh Mayadanawa. Selain membawa misi menegakkan Dharma (Hindu) atas permintan para Mpu di Kerajaan Bali, Raja Kertanegara juga membawa misi Penyatuan seluruh Nusantara.
Sangkul Petak sengaja
dikirim (lebih tepat disusupkan) terlebih dahulu ke Bali, untuk mempelajari dan mengkondisikan rakyat
Bali yang mayoritas beragama Hindu dan
membuat mitos Mayadanawa untuk mengesahkan penyerangan terhadap raja Bali yang berdaulat oleh raja Kertanegara.
Berkat jasa dari
Sangkul Petak bersama Kebo Parud
Makakasir yang berhasil menyingkirkan Mayadanawa, Maka Raja Kertanegara
menganugrahi Kebo Parud sebagai raja Bali ( berkuasa dari th 1284 M -1324
M) dan Sangkul Petak diangkat sebagai
Bhagawanta Kerajaan Bali yang bertugas
memberi nasehat kepada raja Bali dan
bertanggung jawab meneruskan tradisi keagamaan yang telah dibangun oleh
Rsi Markadeya dan Mpu Kuturan.
Sangkul Petak juga
bertanggung jawab terhadap aci-aci (Upacara Yadnya) di seluruh pura Sad kahyangan dan pura dang
Kahyangan di Bali, terutama di Pura Besakih, Pura Gelgel, Pura Silayukti dan
Pura Lempuyang.
Masa suram Agama Hindu di Bali
Masa suram Agama Hindu di Bali
Seiring dengan perjalanan waktu, Agama Hindu kembali
mengalami masa surut. Agama Hindu di Bali mengalami masa surut mulai sejak
diangkatnya Danghyang Nirata sebagai Penasehat Raja oleh Dalem Waturenggong
(1460-1550M). Danghyang Nirarta adalah seorang pengungsi dari Majapahit. Beliau mengungsi karena di Majapahit sering terjadi percekcokan
antara rakyat yang masih setia dengan agama leluhurnya (Hindu) dengan
masyarakat yang telah menganut agama Islam.
Danghyang Nirarta tiba di Bali pada tahun 1489 M, sebelas tahun
setelah Majapahit runtuh dan dikuasai Islam Demak. Majapahit runtuh th 1478 M.
Agama Hindu mulai
terpecah belah bahkan menjadi semakin parah sejak disusupi Kristenisasi dan
Islamisasi yang mendapat Restu dari
Dalem Waturenggong dengan penasehatnya D. Niratha.
D. Niratha adalah
seorang Pe Dharmayatra yang tidak pernah kembali (Pengunsi) dari Majapahit yang sebelumnya
“konon sudah pernah naik Haji” dengan gelar Haji Gureh. Beliau diangkat menjadi Penasehat dalem
Waturenggong karena kesaktiannya. Kesaktian D Nirarta semakin masyur sejak “konon lagi ya “berhasil me Nyupa
(menjelmakan) Cacing Kalung menjadi
Manusia ???. Cacing kalung yang menjelma
menjadi manusia, berkat kesaktian D.
Niratha itu diberi nama Nyi Berit. (catatan : dikemudian hari Nyi berit mempunyai anak dari D. Nirarta)
Sejak D Niratha
diangkat menjadi penasehat kerajaan, sisitem kemasyarakatan di Bali di
restruktirisasi menjadi 4 kasta dengan mengadopsi Catur warna. Hak sebagai
Kasta Brahmana diberikan kepada seluruh keturunannya. Kasta kasta ini ditetapkan secara turun temurun dalam awig
awig kerajaan yang dibuatnya dan disahkan oleh dalem waturenggong.
Penerapan Kasta di
masyarakat semakin diperluas dengan memberi Hak muput Yadnya di Pura Besakih
dan Pura Gelgel hanya hanya oleh keturunan Beliau.
Sejak diberlakukannya
Awig awig kerajaan tentang KASTA inilah mulai timbul bibit bibit percekcokan di
kalangan Umat Hindu di Bali.
Sebelum Danghyang
Nirartha diangkat menjadi Penasehat Raja, Agama Hindu berkembang sangat pesat,
dan cara berpikir umat hindu sangat Maju dan prosfektif. Tetapi setelah D Niratha
menjadi Penasehat raja maka Agama Hindu di Bali mengalami masa suram bahkan
mulai diberikannya hak bagi umat Islam dan Kristen untuk menyebarkan agamanya
di Bali, dengan memberikan umat islam tempat tinggal di Desa Gelgel (klungkung) dan Pengayaman (Buleleng) dan di Karangasem.
Serta Umat Kristen diberi keleluasaan menyebarkan agamanya di daerah Jembaran.
Danghyan Nirarta juga
menyebarkan agama Islam di Lombok (NTB).
Tetapi keislaman D. Niratra belum sempura karena bercampur baur dengan ajaran
agama Hindu. Di Lombok D Niratha di kenal dengan sebutan Tuan Semeru dan
mengajarkan Ajaran Islam Wetu telu. Ajaran Islam Wetu Telunya D. Nirarta
mengadopsi ajaran agama Hindu, yaitu suara adzannya mirip dengan suara mantram
Gayatri. Dan solatnya Cuma 3 waktu, tidak sama dengan Islam lainnya yang
menganut solat 5 waktu.
Ajaran monumental dari
D. Niarta adalah KASTAISME di Bali dengan mengadopsi CATUR WARNA. D. Nirarta mengadopsi ajaran Kastaisme dari
agama Kristen dan Islam. D. Niratha menguatkan
Ajaran Kastaismenya di Bali dengan menuliskannya dalam Lontar :
WIDHISASTRA SAKENG NITI DANGHYANG NIRARTA.
Kasta adalah kosakata bahasa
portugis dan Inggris yang diterapkan di wilayah kerajaan kerajaan Eropa dan kesultanan Timur tengah. Kasta
dalam masyarakat Eropa (Kristen) dan Timur Tengah (Islam) terdiri dari : kaum Pendeta/Ulama, kaum Bangsawan, Hulubalang,
saudagar/enterprenur dan rakyat Biasa/Jelata/kaum proletar.
Kasta dalam masyarakat
merupakan stratifikasi sosial masyarakat, bagaikan tembok pemisah dan tidak
bisa bercampur baur. Kasta menurut bahasa aslinya adalah stratifikasi sosial
masyarakat berdasarkan garis keturunan dan sudah melekat sejak kelahirannya.
Di India, Kasta diterapkan secara paksa dengan mengadopsi
Ajaran Kasta di Eropa dan Timur Tengah. Catur Warna yang dalam Agama Hindu
merupakan tipe Personality/ Tipe kepribadian yang dibentuk oleh interaksi
dinamis Triguna-Karma.
Adalah William Jones
–Gubernur Jenderal Kolonial Inggris di India yang menetapkan kasta-kasta di
India. Kasta di India disahkan dalam UU Kolonial pada tahun 1901. sedangkan di Bali melalui penentangan dan
pemberontakan rakyat diberbagai tempat dipaksakan diberlakukan oleh Kolonial
Belanda dengan Undang Undang Raad Van Kerta
th 1910. dengan mengadopsi ajaran Kasta nya D. Niratha. Raad Van Kerta didirikan di Bali pada th. 1882 dengan alasan politik etis.
Belanda menerapkan dan
mengesahkan Undang Undang KASTAISME di Bali dengan membentuk Raad Van Kerta
dengan mengadopsi ajaran D. Niratha yang termuat dalam Lontar Widhi Sastra
sakeng niti Danghyang Nirata tersebut.
Di Jaman dalem
Waturenggong dan D. Niratha, Kasta
diterapkan melalui intitusi hukum kerajaan yang kemudian menjadi adat istiadat.
Di Jaman Kolonial Kasta dipertegas dengan Undang-Undang Raad Van Kerta th 1920.
Sejak itulah pulau Bali semakin LETEH dan Agama Hindu di
Bali mengalami masa suram. D. Niratha adalah seorang Danghyang yang pernah
berzina dengan Pembantunya Putri Bendesa
Mas yang bernama Nyi Patapan dan juga berzina dengan Nyi Berit yang disebutnya
sebagai Jelmaan Cacing Kalung ( catatan : Penulis idak percaya dengan cacing
kalung ini, masak ada manusia bisa menghindupkan cacing kalung menjadi
Manusia????mungkin ini adalah suatu kiasan atas pelecehan harkat dan martabat
penduduk Asli Bali saat itu yang disebut sebagai Cacing kalung). Jelmaan Cacing
Kalung (tanda Tanya????? Besar) ini ternyata mempunyai anak dari D. Nirarta dan
terus beranak pianak sampai saat ini.
Seorang manusia
menghamili Cacing kalung adalah AIB besar dan Musiba besar bagi adat dan
peradaban. Apalagi mereka itu sudah di Abhiseka menjadi Brahmana. Itulah
sebabnya sejak beliau mengatur keagamaan
di Bali maka pulau Bali tidak henti hentinya di rundung bencana sampai saat
ini. Karena beliau adalah seorang Bhagawanta Kerajaan sehingga perbuatannya
menjadi AIB bagi seluruh Kerajaan dan Rakyat dikerajaan tersebut.
Realisasi awal dari
Awig Awig kerajaan yang dibuatnya adalah Ekspor Budak besar-besaran dari Umat
Hindu Bali. Ekpor Budak yang berasal dari pemuda Pemudi Hindu Bali sangat
terkenal karena keperkasaan dan ketrampilannya. Para Pemuda dan Pemudi Hindu dari Bali dikirim
sebagai Budak ke Batavia, ke Afrika Selatan dan Ke kepulauan Fiji di laut
Pasifik. Mereka dikirim sebagai budak dan dilarang untuk belajar dan mendengar
agama Hindu. Karena sudah di disosialisasikan ajaran : AJUE WERE TAN SIDHI PALANIA.
Ajaran Kastaismenya
telah diterapkan dengan menganggap rakyat dari kasta sudra dapat dijadikan
Budak.
Bahkan dengan kesalahan yang tidak seberapa dan tidak masuk akal, Rakyat
yang notabene beragama Hindu berhak dijadikan budak untuk dijual kepada Kompeni,
untuk membeli KETU bertatahkan emas dan permata Sang Pandita dan membangun Puri
Raja yang megah.
Lebih parah lagi, para
raja Bali yang mengaku Kasta Ksatrya
sibuk saling berperang sesame umat Hindu. Dan tidak pernah memperhatikan
kehidupan keagamaan dan kesejahtaraan rakyatnya. Sementara di luar Bali umat Hindu
digencet dari berbagai lini untuk dialih agamakan (dikonversi) menjadi umat Islam dan Kristen.
Karma berlanjut dengan
musibah Kebakaran Puri Klungkung saat upacara Yadnya. Puri Klungkung dan para
Pedande penyelenggara Yadnya bukannya intosfeksi diri, malah sibuk menyalahkan Yadnyanya dan menyetop pelaksanaan Agni Hotra diseluruh
Bali.
Musibah lainya adalah dengan disambar perirnya Meru di Besakih dan
pura Uluwatu. Kemudian hancurnya Pura Ulundanu di Batur oleh Letusan Gunung
Batur, terus disusul letusan Gunung
Agung dengan korban ribuan rakyat Bali.
Tragedy berlanjut dengan Pembantaian manusia secara besar besaran di Bali th
1965. Pada pembantaian ini tidak ada Pedande ataupun Tokoh Umat Hindu yang tergugah
hatinya untuk melindungi Umat Hindu dari upaya Pembantaian, bahkan tidak jarang
Tokoh Hindu ikut membantai Umatnya yang berbeda haluan secara Politik.
Tragedi selanjutnya
adalah BOM Bali, dan eksodusnya Umat Hindu Bali menjadi Kristen Bali (data
terakhir sudah 35 % penduduk Denpasar bukan penganut Hindu Bali). Semua ini
terjadi sejak Umat Hindu di Bali diatur oleh
D. Niratha dan ajaran-ajarannya tentang Kastaisme, yang masih tetap dipertahankan oleh generasi penerusnya dan
mereka yang diuntungkan dengan statusqua-nya.
Dengan Kastaisme maka
seorang yang belongpong (bodoh dan dungu) bisa menjadi Raja/pemimpin asal dia itu keturunan raja dan pewaris raja.
Dengan ajaran kastaisme umat Hindu yang cerdas tidak diberi peluang untuk
menjadi Brahmana dan Pemimpin. Dengan kastaime umat Hindu secara perlahan
digiring untuk saling berselisih dan kemudian dialih agamakan menjadi Kristen
atau Muslim.
Kastaisme jelas sangat
bertentangan dengan Catur Wara, karena Catur warna yang terdiri dari Brahmana,
Ksatrya, Wesya dan Sudra, dibentuk berdasarkan triguna –karma (kecerdasan dan
pilihan perofesional). Bukan oleh keturunan.
Tragedi selanjutnya
adalah KOMERSIALISASI keagamaan Hindu oleh para Pedande (Sulinggih).
Tattwa-Etika-dan Upakara yang menjadi 3 kerangka dasar Agama Hindu mengalami
ketimpangan. Umat Hindu dijejali dengan PEMBISNISAN Banten (Upakara) tanpa diberitahukan TATTWA
yang benar. Jargon yang dipakai untuk menjawab pertanyaan kritis umat adalah
MULE KETO
Bahkan dikalangan Umat
Hindu-pun banyak yang telah tercemari oleh pembisnisan keagamaan Hindu menjadi
Bisis Pariwisata. Banyak prosesi keagamaan di jual untuk kepentingan Bisnis
Pariwisata. Bahkan tidak jarang Wisatawan mempunyai HAK lebih di Pura
dibandingkan umat Hindu, seperti masalah Parkir yang baru-baru ini diributkan,
dimana seorang Pemedek sebuah pura dilarang parkir diareal Pura karena areal
itu diperuntukkan untuk parker para
Touris (Wisatawan).
Kemudian Pura dasar
Buwana gelgel yang dibangun oleh Mpu Dwijaksarapun dikangkangi untuk dikuasai. Sulinggih keturunan Mpu Dwijaksara tidak
diperkenankan melinggih di Bale Pemiyosan (bale Pewedaan), karena Bale
Pemiyosan itu hanya dikhususkan untuk Sulinggih dari keturunan D. Nirarta saja.
Padahal yang membangun Pura dasar Buwana Gelgel menurut prasasti yang tertulis
adalah Mpu Dwijaksara (leluhur Pasek). Jadi ada upaya PENGANGKANGAN terhadap
Pura dasar Buwana oleh Keturunan D. Nirarta, dan keturunan yang mengaku
Penguasa Puri. Mereka D. Nirarta dan
Puri Gelgel adalah Pendompleng di Pura dasar Buwana. Mereka baru ikut Nyungsung
dan membangun pelinggih leluhurnya sejak Smara Kepakisan dan dalem Wurenggong
menjadi raja di Gelgel. Pura dasar Buwana Gelgel pada mulanya dibangun oleh Mpu
Dwijaksara untuk menghormati Mpu Gana-sang Pancapandita yang sangat berjasa
membangun Agama Hindu di Bali pada masa raja Udayana.
Sebenarnya dikangkangi
tidak menjadi masalah, asal mereka mau mendoakan (kalau di Bali disebut memuja) Atma suci Mpu Gana yang telah
mencapai alam Moksa.>>>tetapi persoalannya mereka hanya mau memuja
Leluhurnya saja denga mengabaikan Mpu
Gana. Padahal Mpu Gana adalah saudara dari Mpu Beradah, Mpu Gnijaya, Mpu Semeru dan Mpu Kuturan, yang turut membentuk pondasi keagamaan Hindu di Bali.
Bersambung!!!!!!
BACA JUGA
ILMU
SOSIAL
ILMU
PSIKOLOGI
TENTANG
HINDU
BABAD
10 comments:
cOBA BANDINGKAN SEJARAH HIDUP D. NIRARTA DENGAN LONTAR INI!!!! APA BELAIU MEMENUHI SARAT APA TIDAK????>>>Dalam Lontar Siwa sasana Tex ke 8 sd 10 disebutkan: Bahwa Syarat untuk menjadi Sulinggih (PANDITA) ADALAH SBB :
Orang yang dapat di diksa menjadi Sulinggih (Ida Pedada, Ida Pandita Mpu, Ida Pandita Rsi, Ida Bagawan, dls) adalah seorang sisya/murid dengan syarat sbb:
Bersifat sosial =punya janma
Bijaksana=maha prajna
Setia pada ucapan=satya wak
Memiliki kesusilaan=silawan
Suci=sadhu
Berpendirian teguh= sthira dhairrya
Setia bhakti thd isteri/suami=swami bhaktya
Teguh pada Dharma=dharma wista
Keturunan orang suci=suddha janma
Pandai dalam ilmu=sujana tuhu
Berjiwa besar=mrasodita
Teguh mengendalikan diri =tapa nodah
Adapun yang tidak boleh didiksa menjadi Sulinggih adalah
Meskipun seorang dari keturunan Brahmana tetapi bekerja sebagai tukang cuci atau buruh (misalnya pelayan Hotel, atau restaurant) mereka disebut : Brahmana brahmangkara
Keturunan brahmana mengambil pekerjaan sebagai sudra, dan chandala dsb. Orang spt ini disebut Sadigawe
Orang Sadigawe yaitu : turut adhah kriya. Yaitu pekerjaan yang dilakukan oleh : Orang sudra, kaum candala dan Mlecha. Yang disebut Orang Sudra adalah orang Banija, karma dan wulu-ulu , yaitu : menjual belikan dagangang (pedagang), alampuran, apalaya, bunca ngaji, segala macam pertukangan (tukang kayu, tukang emas, tukang perak, pelukis, pemahat (pematung), undagi. Dls.
Orang yang kapatita
Orang yg cuntaka
Cacat tubuh
Sangat menderita
Tukang memikul mayat
Penadah barang
Pernah dipenjara
.
Sumber : Siwa sasana Tex 8 s/d 10 yang diterjemahkan oleh G Puja SH.MA. G. Sandhi BA. Ida Pedanda Made Keniten . Proyek pengadaan kitab suci Hindu DepAg RI th 1982/1983.
Ayo kita diskusikan?????
Tulisan di atas penuh dg provokatif.
Tulisan diatas provokatif.
yang propokatif adalah lontar Widhisastra sakeng niti DN dan lontar Widhisastra tarpini.
Care nawang dogen ne ngae tulisan ne....misi berzina....hati hati ngae tulisan ..heee....
Malah seken gati memaca , jeg misi mapisuna "berzinah 'amon sing nawang satuwa jeg de suba ngawag-ngawag !
tolong kalau membuat sebuah tulisan difikirkan efek positif dan negatifnya, apakah apa yang anda tulis ini sudah pasti akan kebenaran objektifnya atau lebih kepada subjektif dan ada unsur dendamnya, jadi menyikapinya akan lebih bijak jika anda bisa memperdalam akan arti warna ,kasta, soroh dan klan. jaman sekarang sudah sangat terbuka coba lihat berapa ada rsi, mpu, bhagawan dan pedanda tentu sangat banyak , yang siwanya atau pengikutnya berpulang kepada umat sekalian menurut soroh atau klannya dia atau di analogikan jika tidak ada soroh atau kalan apakah semua pedarman di besakih dirobohkan dijadikan satu saja ( tentu tidak) akhir kata mari kita bersatu dalam perbedaan toh juga sudah dicontohkan dengan bhineka tunggal ika dalam pita di kaki pancasila jadi kalau anda buat tulisan seperti ini akan timbul debat kusir yang kita tidak tahu kebenarannya. yang penting tingkatkan rasa kepercayaan kepada Ida Shang Hyang Widhi Wasa tanpa ada rasa menyakiti satu sama lain
tolong kalau membuat sebuah tulisan difikirkan efek positif dan negatifnya, apakah apa yang anda tulis ini sudah pasti akan kebenaran objektifnya atau lebih kepada subjektif dan ada unsur dendamnya, jadi menyikapinya akan lebih bijak jika anda bisa memperdalam akan arti warna ,kasta, soroh dan klan. jaman sekarang sudah sangat terbuka coba lihat berapa ada rsi, mpu, bhagawan dan pedanda tentu sangat banyak , yang siwanya atau pengikutnya berpulang kepada umat sekalian menurut soroh atau klannya dia atau di analogikan jika tidak ada soroh atau kalan apakah semua pedarman di besakih dirobohkan dijadikan satu saja ( tentu tidak) akhir kata mari kita bersatu dalam perbedaan toh juga sudah dicontohkan dengan bhineka tunggal ika dalam pita di kaki pancasila jadi kalau anda buat tulisan seperti ini akan timbul debat kusir yang kita tidak tahu kebenarannya. yang penting tingkatkan rasa kepercayaan kepada Ida Shang Hyang Widhi Wasa tanpa ada rasa menyakiti satu sama lain
Tulisan menghayal ini bro.
1) Kasta sudah ada di Bali sebelum D. niratha tiba. Buktinya anak raja jadi raja. Dulu ada namanya Ki Guto, yg muput karya di sejumlah pura Bali.
2) Kalau Pedarmayatra disebut PENGUNGSI. (Maaf) Rsi/Mpu yg lain ngapain namanya? Sebut saja Markandya, Kuturan, dll.
3) Kalau soal banyak bencana, meru disambar petir sudah biasanya itu karena bangunan tinggi. Tidak terlalu serem. Gunung meletus, tsunami, dll, sudah ada dari dulu itu fenomena alamiah
Posting Komentar