Selasa, 30 Agustus 2016

Mayadanawa dan penyerangan Raja Kertanegara dari kerajaan Singhasari terhadap kerajaan Bali.

Oleh : Dr. IN. Guli Mudiarcana


 Kertanegara adalah putra Wisnuwardana - raja Singhasari dari tahun 1248-1254 M.  Ibunya bernama Waning Hyun yang bergelar Jayawardhani. Waning Hyun adalah putri dari Mahesa Wunga Teleng (putra Ken Arok –  pendiri Singhasari).  Jadi Kertanegara adalah Kumpi (generasi ke 4) Ken Arok – Ken Dedes.

Kertanegara Naik tahta kerajaan Singosari pada tahun 1254 mengantikan ayahnya - Wisnuwardana.  Sebagaimana diungkapkan kitab pararaton, Kertanegara adalah satu-satunya raja Singhasari yang naik tahta secara damai. Kertanegara merupakan sosok raja Jawa pertama yang ingin mempersatukan seluruh wilayah Nusantara kedalam kekuasaan Singhasari.  

Dalam menjalankan pemerintahnya, Raja Kertanegara menjalankan politik dalam negeri dan luar negeri dalam beberapa kebijakan. Untuk mencapai cita-cita politik luar negerinya menyatukan kerajaan – kerajaan di Nusantara, Raja Kertanegara menempuh cara cara sbb :
1.     Melaksanakan Ekspedisi Pamalayu (th 1275-1286 M) untuk menguasai kerajaan Melayu serta melemahkan posisi kerajaan Sriwijaya di selat Malaka.
2.      Menggalang kerjasama dan persekutuan  dengan kerajaan Campa dengan menikahkan putrinya Dewi Tapasi dengan Raja Jaya Singawarman – Raja Campa.
3.      Menguasai kerajaan Bali pada tahun 1284 M 
4.      Menguasai Kerajaan Jawa Barat th 1289 
5.      Menguasai Pahang (Melayu) dan Tanjung Pura (Kalimantan)

EKSPEDISI RAJA KERTANEGARA KE BALI DAN MITOS MAYADANAWA

Pada tahun 1284 M Kerajaan Bali ditaklukkan oleh Raja Kertanegara dari Singhasari. Raja Bali ditawan dan dibawa Ke Singhasari. Penaklukan Raja Bali oleh raja kertanegara tidak pernah dicatat dalam sejarah raja-raja Bali, maupun catatan para penulis sejarah atau babad di Bali. Hal ini bisa dimaklumi karena kekalahan adalah suatu aib besar bagi suatu kerajaan.

Melihat dari tahun peristiwa kekalahan raja Bali maka dapat ditarik garis merahnya bahwa:  yang menjadi Raja di Bali pada tahun itu adalah Raja  Pameswara Çri Hyangning Hyang Adhidewalancana (Saka 1182-1208/1260-1284 M) putra raja Sri Masula-Masuli, Keturunan Raja Jaya Pangus.

Dalam babad Pasek disebut Putra Raja Sri Masula masuli adalah Mayadanawa. Sedangkan dalam Lontar Linaning Mayadanawa disebutkan bahwa Mayadanawa mati dibunuh oleh Kebo Parud Makakasir pada tahu 1284 M. jadi  besar Kemungkinan yang disebut Mayadanawa itu adalah Pameswara Cri Hyangning Hyang Adhidewalancana yang menjadi raja di Bali dari tahun 1260-1284 M.
Lantas Kenapa disebut Mayadanawa???

Disinilah politik Pembenaran berlaku. Pembenaran untuk menyerang suatu  Negara berdaulat oleh Negara lainnya dengan alasan tertentu yang dikondisikan.  Atau mungkin jadi juga benar adanya dimana raja Bali saat itu melarang Umat Hindu bersembahyang ke Pura Besakih dan Pura Sad Kahyangan lainnya.

Dalam berbagai Legeda dan Babad yang ditulis saat itu dan sesudahnya : diceriterakan bahwa tokoh Mayadanawa adalah Raja Raksasa yang melarang Umat Hindu bersembahyang ke Pura Besakih. Hal ini bisa jadi benar adanya mengingat Raja Pameswara Cri Hyangning Hyang Adhidewalancana adalah Keturunan Jaya Pagus dengan Kang Cing Wie yang beragama non Hindu.   Bisa jadi Raja Pameswara Sri Hyangning Hyang Adhidewalancana menginginkan Rakyat Bali beralih Agama dari Agama Siwa (Hindu) menjadi agama Budha-Konghuchu  (sesuai agamanya Kangcing Wie).

Akibat kebijakan sang raja yang melarang Umat Hindu bersembahyang ke Pura Besakih dan Pura Sad Kahyangan lainnya menyebabkan kegelisahan dikalangan para pandita (Mpu) Hindu di Bali. Para Mpu yang telah bersusah payah membangun system Kagamaan Hindu di Bali mengalami goncangan dengan pelarangan itu. Sehingga diambilah upaya untuk menyingkirkan sang Raja dari tahtanya.

Dalam Tutur Usana Bali diceriterakan “ turunnya Ida Bhatara ke bumi yang berstana di parhyangan-parhyangan kemudian untuk menjaga keseimbangan dunia ditugaskan Sira Kulputih.
Ketika Sang Kulputih memuja di parhyangan-parhyangan, didengar suara beliau oleh Bhatara Pasupati dari Jambudipa (India)  atau Gunung Mahameru (Juga di India). Bersabda lah Ida Bhatara kepada putranya bernama Sang Putranjaya agar datang ke Bali untuk mengendalikan pemerintahan di daerah Bali.  Dalam perjalanan Sang Putranjaya ke Bali diiringkan oleh para Bujangga dari Ampel Gading”.

Ampel gading adalah nama tempat di Jawa Timur. Jadi Sang Putranjaya diiringi oleh para Bujangga dari Jawa Timur (Ampel gading). …….dan Ida Betare selalu mengadakan Hubungan dengan Sangkul Putih.

Dalam babab pasek yang diterjemahkan oleh I Gst. Bagus Sugriwa (Balimas 1990) ditulis sbb : Semenjak itu (semenjak Mayadanawa melarang rakyat Bali  Bersembahyang ke Besakih) maka kian meluas dan merajalelanya angkara murka dan durhakanya terhadap para Bhatara. Pada suatu ketika BhataraHyang Mahadewa mengadakan pertemuan dihadap oleh sekalian para Dewa dibalai penghadapan di Besakih. Yang dibicarakan tidak lain adalah tentang halnya Sang Mayadanawa yang sangat angkara murka, memutuskan orang-orang Bali yang hendak mengadakan aci-aci (Yadnya).

Setelah mendapat kata sepakat maka sekalian dewa-dewa pergi ke Gunung Semeru menghadap Hyang Pasupati …..dst. Seraya menyembah Hyang Mahadewa menjawab : Ya Bhatara, hamba mohon ijin kepada Paduka Bhatara untuk membunuh Mayadanawa, karena sangat angkuh momo murka, memutuskan aci-aci. Sepi kini Negara Bali, demikian juga sampai di hakyangan-kahyangan….. Jika benar demikian “ Sabda Bhatara Pasupati Aku memberi ijin. Semoga kesampaian maksudmu”.  (Babad Pasek. I Gst.Bagus Sugriwa. Balimas-Denpasar 1990).

Kalau kisah dalam babad Pasek disandingkan dengan kisah dalam Tutur Usana Bali ada benang merah yang dapat ditarik yaitu para Bhetare di Bali sama-sama menginginkan Mayadanawa tersingkir dari Kekuasaan. Para Bhetare di Bali sama-sama memohon bantuan ke Jawa. Bahkan dalam Tutur  Usana Bali jelas disebutkan Bhatara Putranjaya diiringi oleh para Bhujangga dari Ampel gading (Jawa Timur).

Kisah ini merupakan kisah Babad (sastra jaman dahulu), yang berisi kisah simbolis. Kemungkinan saat itu Para Pendeta (Mpu) di Bali bermusyawarah di Pura Besakih untuk memohon bantuan dari Penguasa Jawa (disebut gunung Semeru). Yaitu Raja Kertanegara dari Singhasari.

Kenapa Kertanegara??? Karena sejarah Peperangan antara Singhasari (Kertanegara) melawan kerajaan tahun 1284 M  tidak pernah tercatat dalam sejarah Bali, hanya tercatat dalam sejarah Singhasari (sejarah Nasional Indonesia), Hal ini bisa dimaklumi karena kekalahan adalah Aib bagi suatu kerajaan dan tidak perlu diingat-ingat. Tetapi para Pujangga Bali tidak kehilangan akal untuk menuliskan peristiwa ini yaitu  dengan membuat MITOS MAYADANAWA. Sehingga di Bali beredar luas kisah peperangan antara Mayadanawa dengan Dewa Indra, dengan bumbu-bumbu ceritera adanya Tukad Petanu,Tirta Empul.

Kembali ke pokoh bahasan :
Kalau analisa ini benar,  maka upaya pelarangan umat Hindu untuk bersembahyang ke Besakih membuat para Pandita Hindu (para Mpu) di Bali menjadi gerah. Mereka kemudian meminta Raja Kertanegara dari Singosari untuk membantu menyingkirkan raja Bali.  (catatan : dalam berbadai babad dan usana disebutkan para Mpu di Bali memohon perlindungan Ide Betare di Semeru (Jawa) . Momentum yang sangat tepat karena Raja Kertanegara baru saja memproklamirkan rencana pemersatuan seluruh kerajaan di Nusantara. Maka permintaan para Mpu itu dikabulkan dengan mengirim salah seorang Keturunan Mpu Kananda (keluarga Mahagotra Pasek Sanak Sapta Rsi) yang benama Sangkul Petak ke Bali untuk mempelajari situasi dan menyiapkan kondisi sampai raja Kertanegara dari kerajaan Singosari siap mengadakan penyerangan.

Singkat cerita terjadilah perang antara Mayadanawa (raja Bali) dengan para Dewa dari kahyangan yang dipimpin oleh Dewa Indra. Raja Bali yang dijuluki Mayadanawa akhirnya kalah dan konon mati dibunuh oleh Dewa Indra. (dalam buku pelajaran sejarah nasional,  raja Bali ditawan dan dibawa ke Jawa oleh Raja Kertanegara).

Sebutan pasukan Dewa dari Kahyangan dengan pemimpinnya Dewa Indra adalah Mitos yang sudah disiapkan  untuk mengesahkan penyerangan kerajaan Singosari terhadap kerajaan yang berdaulat. Pasukan dari Kahyangan adalah sebutan pasukan dari Singosari sedangkan Dewa Indra adalah sebutan dari Raja Kertanegara.Sedangkan Raja Bali Pameswara Sri Hyangning Hyang Adhidewalancana??(1260-1284 M)  Disebut sebagai Mayadanawa.

Dalam penyerangan Mayadanawa di Bali pasukan Singosari dipimpin oleh Keboparud Makakasir sebagai panglima perang dan Kryan Demung Sasangbungalan   dan Sangkulpetak (dari Keluarga MGPSSR) sebagai penasehat dan Konseptor Perang. 

Karena Sangkul Petak bersama Kebo Parud Makakasir berhasil memusnahkan Mayadanawa dari kerajaan Bali. Maka Keboparud Makakasir diangkat sebagai raja di Bali (1284-1324 M) dibawah kontrol Kerajaan Singosari  mengantikan Pameswara Sri Hyangning Hyang Adhidewalancana (Mayadanawa??),  Sedangkan Sangkul Petak diangkat menjadi Bhagawanta Kerajaan dengan  nama Abiseka Mpu Dwijaksara (I). Tanda (I) adalah  untuk membedakan dengan Mpu Dwijaksara (II) yang dikirim oleh Gajah Mada untuk menundukkan Raja Sri Astasura Ratna Bumi Banten atau Sri Tapohulung dari Bedahulu, 59 tahun kemudian yaitu pada tahun 1343 M. 

Tetapi dalam berbagai tulisan Babad nama Sangkul Petak atau sangkul Putih lebih populer dibandingkan nama Mpu Dwijaksara.  Karena nama Sangkul Petak/Sangkul Putih sudah melegenda.

Jadi Mayadanawa adalah julukan Raja Bali saat itu ( Raja Pameswara Çri Hyangning Hyang Adhidewalancana ??  (Saka 1182-1208/1260-1284M).  Mayadanawa adalah keturunan Jayapagus dengan Kangcingwie yang menganut agama Budha. Mayadanawa melarang Umat Hindu di Bali bersembahyang ke Pura Besakih, Sehingga mengundang kemarahan para Brahmana (para Mpu)  di Bali dan Jawa, sehingga para Brahmana (para Mpu)  meminta bantuan Raja Kertanegara dari Singosari untukmenyingkirkan Mayadanawa.

Dalam Lontar linaning Mayadanawa, disebutkan bahwa Mayadanawa mati dibunuh oleh Keboparud Makakasir. Sedangkan lontar lainnya menyebutkan bahwa Mayadanawa dibunuh oleh Sangkulpetak.  Kebo Parud Makakasir adalah Panglima kerajaan Singhasari yang dikitim untuk menyerang kerajaan Bali. Sedangkan Sangkul Petak atau sangkul Putih adalah Brahmana Keturunan Mpu Kananda (Brahmana keluarga Pasek Sanak Sapta Rsi)  yang hidup pada masa Raja Kertanegara. Dari berbagai tulisan tersebut dapat ditarik kesimpulan  bahwa "Mayadanawa" berkuasa pada saat Raja Kertanegara menyerang kerajaan Bali tahun 1284 M

Sangkul Petak adalah seorang Brahmana dan sekaligus merupakan konseptor perang sehingga sering juga disebut dengan WIRA SANGKUL PETAK, sedangkan Keboparud adalah seorang eksekutor (panglima perang)  dalam penyerangan terhadap Mayadanawa di  Bali. Penyerangan Singosari terhadap Mayadanawa (raja Bali) adalah demi untuk menegakkan kembali  Dharma (Agama Hindu) yang  mau dihancurkan  oleh  "Mayadanawa". Selain membawa misi menegakkan Dharma (Hindu) atas permintan para Brahmana (para Mpu)  di Kerajaan Bali, Raja Kertanegara juga membawa misi Penyatuan seluruh Nusantara.

Sangkul Petak sengaja dikirim (lebih tepat disusupkan) terlebih dahulu ke Bali,  untuk mempelajari dan mengkondisikan rakyat Bali yang mayoritas beragama Hindu. Untuk mengesahkan penyerangan itu maka dibuatlah MITOS MAYADANAWA. Sehingga Rakyat Bali mendukung Penyerangan raja Kertanegara. MITOS MAYADANAWA adalah  mitos untuk mengesahkan penyerangan terhadap raja Bali  yang berdaulat oleh raja Kertanegara dari Singhasari.
 
Berkat jasa dari Sangkul Petak  bersama Kebo Parud Makakasir yang berhasil menyingkirkanMayadanawa, Maka Raja Kertanegara menganugrahi Kebo Parud sebagai raja Bali ( berkuasa dari th 1284 M -1324 M)  dan Sangkul Petak diangkat sebagai Bhagawanta Kerajaan Bali yang bertugas  memberi nasehat kepada raja Bali dan  bertanggung jawab meneruskan tradisi keagamaan yang telah dibangun oleh Rsi Markadeya dan Mpu Kuturan. Sangkul Petak juga bertanggung jawab terhadap aci-aci (Upacara Yadnya) di  seluruh pura Sad kahyangan dan pura dang Kahyangan di Bali, terutama di Pura Besakih, Pura Gelgel, Pura Silayukti dan Pura Lempuyang. Sangkul Petak juga disebut Mpu Dwijaksara (Singgih Wikarma, 1998 :  Leluhur Orang Bali. dari dunia babad dan sejarah, Paramita Surabaya )

Sejak kekalahan Pameswara Sri Hyangning Hyang Adhiedewalancana ( Mayadanawa ??) oleh Raja Kertanegara tahun 1284 maka Dharma kembali Tegak di Bali. Rakyat Bali kembali bisa melakukan Aci aci di pura Besakih dan pura Sad Kahyangan lainnya.

Sejak saat itu kerajaan Bali berada dibawah kontrol kekuasaan Singhasari (dinasti rajasa) . Sampai kemudian Raja Kertanegara mati dibunuh  th 1292 M dalam pemberontakan oleh Jayakatwang dari dinasti Warma.   Jayakatwang mati dibunuh th 1293 M oleh Raden Wijaya (dinasti Rajasa). Kemudian Raden Wijaya (dinasti Rajasa)  membuatuk kerajaan baru bernama MAJAPAHIT pada Purnama Kapat th 1293M.

Pada saat Jayanegara (Kalagemet) menjadi Raja Majapahit,  kekuasaan dinasti Warma di Bali dipulihkan, dengan tetap berada dibawah kontrol Keluasaan Raja Majapahit. Adapun Dinasti WARMA yang diangkat menjadi raja Bali adalah : Bhatara Sri Maha Guru. Beliau diangkat menjadi raja Bali dibawah kontrol Raja Majapahit pada tahun 1324 M,

Tetapi sejak Sri Astasura Ratna Bumi Banten (Sri Tapohulung)  naik tahta kerajaan Bali pada tahun 1334 M. Sri tapohulung tidak mau mengakui kekuasaan Majapahit dan mau menjadi kerajaan Mandiri.  Atas sikap raja sri Tapohulung itu maka beliau dijuluki BEDAHULU sehingga raja Bedhulu diserang oleh kerajaan Majapahit pada tahun 1343 M.

Dengan membangkangnya Raja Sri Astasura Ratna Bumi Banten (Sri Tapohulung) dan dikalahkan oleh raja Majapahit dari dinasti Rajasa,  maka berakhirlah  riwayat dinasti WARMA di Bali. 

Dengan berakhirnya kekuasaan dinasti WARMA di Bali maka untuk sementara kekuasaan di Bali dserahkan kepada Ki Patih Wulung (Keluarga Mahagotra Pasek Sanak Sapta Rsi). Ki Patih Wulung adalah Patihnya Sri Tapohulung yang sengaja disusupkan oleh mahapatih Gajah Mada untuk mengawasi gerak gerik Sri Tapohulung. Ki Patih Wulung setelah menjadi raja Bali dianugrahi gelar KI GUSTI AGUNG PASEK GELGEL.

Ki Patih Wulung merupakan putra dari  Mpu Dwijaksara. Sebelum menjadi Patih, Ki Patih Wulung adalah seorang Brahmana dengan abiseka Mpu Jiwaksara. Mpu Dwijaksara bersama Mpu Jiwaksara sengaja di kirim dan disusupkan oleh Patih Gadjah Mada ke Bali untuk menjadi Bhagawanta kerajaan di Bali dan anaknya yang bernama Mpu Jiwaksara dijadikan Patih di kerajaan Bali dengan abiseka Ki Patih Wulung  - patih -nya Sri Tapohulung.

KI GUSTI AGUNG PASEK GELGEL menjadi raja Bali dari tahun 1343 - 1352 M. Ki Gusti Agung Pasek gelgel adalah keluarga Mahagotra Pasek Sanak Sapta Rsi dari garis Mpu Witadharma.

Sekian


SILAHKAN KLIK :

ILMU SOSIAL



ILMU PSIKOLOGI



TENTANG HINDU






SEJARAH


BABAD

 Ki-Patih-Ulung.



0 comments: